HIMMAH BERBICARA: Koperasi Sistem yang Cocok untuk Indonesia

LPM Himmah mengadakan “Himmah Berbicara” untuk pertama kali (26/10). Himmah Berbicara merupakan diskusi rutin yang diadakan oleh LPM Himmah tiap minggunya. Diskusi pertama mengambil tema koperasi yang dipantik oleh Irwan A. Syambudi, Pemimpin Redaksi Himmah tahun 2014.

Di awal diskusi Irwan menjelaskan bahwa koperasi adalah sistem yang tepat untuk diterapkan di Indonesia, karena koperasi lebih mengutamakan kerja sama yang sangat sesuai dengan kebudayaan masyarakat Indonesia, ia menjelaskan lagi bahwa koperasi berbeda dengan perusahaan, dan perbedaannya terletak pada model kemandirian masyarakat yang ada di dalam koperasi tersebut, konteks kemandirian yang dimaksud disini berkaitan dengan upah yang diterima oleh karyawan. Dalam model perusahaan, pemodal lah yang yang memanfaatkan karyawan, dan hal tersebut berbeda dengan koperasi yang merupakan usaha patungan para anggotanya sendiri, jadi keuntungan dari koperasi tersebut dibagi rata kepada setiap anggotanya.

Terkait Penjelasan yang diberikan oleh Irwan, Muhammad Hanif Alwasi, Redaktur Artistik Himmah bertanya apakah koperasi bisa dijadikan sebuah sistem yang dianut oleh negara.

Irwan menanggapi pertanyaan yang dilontarkan oleh Hanif. Dalam memberikan penjelasannya Irwan mengambil pengertian koperasi yang dikemukakan oleh Karl Marx, yaitu koperasi adalah sebuah paham yang bisa masuk mana saja. Koperasi bisa menjadi sebuah sistem ketika ia dibawa oleh suatu instansi tertentu dan ada beberapa negara di dunia yang menganut sistem koperasi, salah satunya adalah Kuba. Kholid Anwar, Staff Jaringan Kerja Himmah menambahkan bahwa koperasi itu sebenarnya hanya wadah saja, namun prinsip yang dianut di dalamnya ekonomi gotong royong di dalamnya lah yang bisa dijadikan sistem.

Mochammad Ari Nasichuddin, Pemimpin Umum Himmah, menjelaskan bahwa saat ini ada tiga jenis koperasi, yang ketiga jenis tersebut memiliki dasar yang sama, yaitu bertujuan untuk menghindari kesenjangan. Ketiga jenis koperasi tersebut adalah koperasi kapitalis, koperasi sosialis, dan koperasi pancasila. Koperasi sosialis dan koperasi pancasila memiliki konsep yang hampir sama sesuai dengan keberagaman sifat-sifat yang di Indonesia, sedangkan koperasi kapitalis adalah koperasi yang bertujuan untuk memuliakan para anggotanya sendiri yang mana anggotanya tersebut merupakan sekumpulan orang-orang elit.

Revangga Twin Theodora, Redaktur Fotografi Himmah kemudian juga menanggapi pengertian koperasi yang dijelaskan oleh Irwan, ia memberikan salah satu contoh nyata bahwa pemahaman masyarakat Indonesia tentang koperasi masih sangat minim sehingga masyarakat mudah dibodohi oleh orang-orang tertentu, yaitu yang terjadi di daerah Klaten. Disana sekelompok orang membagi koperasi menjadi dua, yaitu koperasi besar dan koperasi berkembang, dan yang terjadi adalah koperasi besar tersebut menjadikan koperasi yang sedang berkembang sebuah komoditas, mereka malah memberikan iuran rutin ke koperasi besar dengan alasan akan menjadikan iuran tersebut roda penggerak koperasi yang berkembang tersebut, dan kemudian yang terjadi koperasi yang sedang berkembang itu malah tidak mendapatkan keuntungan apa-apa.

Menanggapi contoh yang diberikan Angga tersebut Irwan menjelaskan bahwa itu adalah salah satu contoh dari koperasi kapitalis, dan ia pun mengamini bahwa pengetahuan masyarakat Indonesia soal koperasi perlu ditingkatkan, agar hal-hal tersebut tidak terjadi lagi. Ia juga mengatakan bahwa semangat koperasi di Indonesia sudah mulai meredup, salah satu contohnya adalah di UII, tidak ada mata kuliah yang mendalami hal-hal tentang koperasi. Padahal koeprasi adalah sistem yang cocok untuk Indonesia.

Lalu terkait dengan Gagasan Mochammad Hatta (Bung Hatta), Wakil Presiden Indonesia yang pertama, tentang koperasi, Ari kembali menjelaskan, bahwa menurut Bung Hatta koperasi tidak hanya mementingkan keuntungan yang didapatkan dari koperasi tersebut, namun juga proses yang terjadi, karena esensi dari koperasi ialah gotong royong. Jika pelaku koperasi tidak mementingkan proses yang terjadi, maka hal tersebut telah keluar dari nilai-nilai gotong royong yang ada di Indonesia.

Skip to content