Himmah Online – Angin berhembus kencang pada Minggu (15/8) ke arah Dusun Roban Timur, Desa Sengon, Kecamatan Subah, Batang, Jawa Tengah. Hari itu, desa dengan mayoritas mata pencaharian penduduknya sebagai nelayan tersebut memiliki hajat tahunan yang biasa disebut sedekah laut.
Bagi nelayan Roban Timur, sedekah laut merupakan wujud rasa syukur atas hasil tangkapan serta berisi harapan-harapan mereka ke depannya.
Sedekah laut diadakan setahun sekali setiap bulan Sura dalam perhitungan kalender Jawa. Pemilihan hari hanya diperkenankan pada hari Minggu, baik itu minggu pertama, kedua, ketiga, atau keempat; sesuai kesepakatan dalam musyawarah nelayan.
Kegiatan yang berpusat di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Roban Timur diawali dengan pengumpulan berkat yang dibungkus dalam besek atau styrofoam oleh masing-masing keluarga nelayan. Setiap keluarga nelayan membawa tiga hingga lima wadah makanan yang diserahkan ke panitia sedekah laut di TPI.
Lima belas meter dari TPI, Seri (66) selaku tetua di Roban Timur terlihat sedang menyiapkan larung saji yang berisi berbagai jenis makanan dan minuman. Larung saji tersebut nantinya akan dibawa ke laut, diiringi beberapa kapal nelayan.
Menjelang pukul 11.00 WIB, berkat sudah tertata rapi memenuhi area tengah lantai TPI. Larung saji yang isinya sudah lengkap digotong dan diletakan tepat di samping barisan berkat.
Selanjutnya prosesi doa bersama dimulai. Sembari mengucap “Aamiin, aamiin, aamiin,” masyarakat yang sebelumnya berada di luar pelataran TPI mulai masuk dan mengerumuni barisan berkat. Setelah pemimpin doa mengakhiri doanya, masyarakat yang sudah mengerumuni berkat bergegas mengambil berkat yang berada di jangkauannya.
Di waktu yang sama, panitia sedekah laut menaikan larung saji ke atas kapal dan melaju ke laut. Setelah kurang lebih 40 menit melaju, kapal pembawa larung saji berhenti. Dua orang terlihat menceburkan diri ke laut, menerima larung saji yang diserahkan sejumlah orang dari atas kapal.
Larung saji diletakan di permukaan air laut dan dibiarkan terombang-ambing ombak. Setiap kapal pengiring mengitari larung saji sebanyak tiga kali dan menyiramkan air laut ke setiap bagian kapal mereka masing-masing. Usai melarung, mereka kembali ke Roban Timur.
Roban Timur merupakan satu dari sekian dusun nelayan yang masih banter menolak keberadaan PLTU Batang. Penolakannya bisa dibilang konstan dari tahun 2011 hingga saat ini. Hanya saja, ekspresi penolakan yang dilakukan berbeda.
Salah satu ekspresi yang dicurahkan nelayan Roban Timur adalah mengibarkan bendera kuning bertuliskan “TETAP TOLAK PLTU” dan “LESTARI TANPA BATUBARA” di tiap-tiap kapal milik nelayan Roban Timur sebelum proses larung saji dilakukan.
“Untuk sementara kita menolak tapi dalam keadaan tenang, tidak seperti dulu yang (seringkali-red) demo. Yang penting mereka (PLTU) tidak ganggu (aktivitas nelayan-red), sini tidak ganggu sana, dan sana tidak ganggu sini. Tapi jika laut tercemar atau ada kasus, baru kita muncul lagi,” tutur Wahyono (50) selaku Ketua Rukun nelayan Roban Timur.
Nelayan Roban Timur juga beranggapan, meskipun PLTU sudah berdiri perlawanan harus tetap dilakukan. Hal tersebut karena jika sudah beroperasi dampaknya akan lebih terasa.
“Malah justru sudah mulai uji coba kita harus semakin kencang (perlawannnya-red), karena nanti yang akan dihadapi lebih berat. Mulai limbah-limbah hingga lalu lalang tongkang yang dapat mengganggu aktivitas nelayan,” ungkap Wahyono saat ditemui di rumahnya.
Reporter: Ananda Muhamad Ismulia, Ika Rahmanita, Muhammad Prasetyo, Supranoto
Narasi: Supranoto
Editor: M. Rizqy Rosi M.