Judul Buku: The Art of Emotion
Penulis: Denieda Fanun
Penerbit: Araska
Cetakan: I, Januari 2021
Tebal: 232 halaman
ISBN: 978-623-7910-08-4
“Kemarahan adalah salah satu bagian emosi yang tidak bisa dihindari oleh semua orang. Kemarahan menjadi bagian dari gejala kejiwaan seseorang yang sehat. Sehingga orang yang tidak pernah marah didefinisikan sebagai orang yang tidak sehat secara mental”.
Apa yang diungkapkan Denieda Fanun dalam kata pengantar buku ini bagi sebagian orang mungkin terasa janggal. Masa sih, orang yang tak pernah marah pertanda bahwa orang tersebut secara mental dinyatakan tidak sehat? Lantas, bagaimana dengan sebagian orang yang terlihat sabar dan tidak pernah marah?
Penulis perempuan yang lahir di Yogyakarta pada 1989 ini dan memiliki kegemaran menulis artikel tentang pengembangan diri ini berpendapat bahwa ketika menyaksikan seseorang yang Anda anggap tidak pernah marah, bukan berarti dia tak pernah marah, tetapi Anda sebenarnya tidak pernah melihat kemarahannya saja.
Orang yang terlihat tidak pernah marah itu sebenarnya adalah orang yang sangat pintar melampiaskan kemarahannya dan secara kesehatan mental dia termasuk orang yang sangat-sangat baik.
Bila kita renungi, setiap orang tentu pernah berhadapan dengan kejadian yang membuatnya merasa kesal dan marah. Hal ini sangat wajar dan manusiawi. Karena setiap manusia dibekali emosi (yang bersifat positif dan negatif) sebagai respon atas berbagai kejadian yang menimpa dan harus dihadapinya.
Maka yang terpenting adalah bagaimana kita mampu mengelola emosi dalam diri kita. Terlebih emosi yang bersifat negatif. Jangan sampai emosi tersebut mengendalikan kita hingga menyebabkan penyesalan di kemudian hari.
Emosi, sebagaimana dipaparkan Denieda Fanun dalam buku ini adalah perasaan intens yang dimiliki seseorang untuk ditujukan kepada seseorang atau sesuatu. Emosi adalah bentuk dari reaksi terhadap seseorang atau kejadian tertentu.
Emosi dapat ditunjukkan ketika seseorang merasa senang mengenai sesuatu, seseorang marah kepada seseorang, ataupun seseorang takut terhadap sesuatu atau seseorang lainnya.
Dalam cakupan kebahasaan, kata emosi dapat diartikan sebagai “pergerakan luar”. Apabila dikaitkan dengan ilmu psikologi, arti dari cakupan kebahasaan ini dapat dimaknai sebagai bentuk-bentuk ekspresi dari gerak pikir dan perasaan seseorang yang bisa kita lihat, dengar, dan rasakan.
Misalnya, emosi orang yang marah, tentu saja kita akan melihat wajahnya tegang dan memerah, matanya melotot, suaranya keras, dan lain sebagainya (hlm. 11).
Dalam buku ini, diterangkan bahwa emosi terbagi menjadi dua jenis; emosi positif dan emosi negatif. Emosi positif adalah bentuk ekspresi dari sebuah evaluasi atau perasaan yang menguntungkan. Emosi positif dapat berupa rasa gembira dan rasa syukur. Sementara itu, emosi negatif mengekspresikan sebuah evaluasi yang merugikan. Emosi negatif dapat berupa rasa marah atau rasa bersalah.
Emosi negatif bila tidak dikelola dan dikendalikan maka dapat berdampak buruk bagi diri sendiri dan orang lain. Kekecewaan, kesedihan, ketakutan, kemarahan, merasa jijik terhadap sesuatu adalah termasuk bentuk-bentuk emosi negatif yang harus dikelola dengan baik.
Salah satu cara untuk mengelola emosi negatif adalah dengan merenungi dampak atau efek buruk yang ditimbulkannya. Dengan merenungi dampak buruk tersebut, paling tidak akan mampu mengerem diri kita agar tak gegabah melakukan sesuatu yang merugikan saat jiwa tengah didera oleh emosi negatif.
Saya yakin, setiap orang yang baru saja melampiaskan kemarahannya secara membabi buta terhadap orang lain, maka biasanya dia akan merasa malu dan menyesal bila kemarahan tersebut telah surut dari dalam jiwanya.
Orang kadang menyesali apa yang telah dilakukan pada saat marah. Dalam apologi (pembelaan), mereka akan mengatakan bahwa ia kehilangan kendali, dikuasai amarah, khilaf dan sebagainya. Tapi kita tahu itu tidak mengembalikan kerusakan yang telah ditimbulkan oleh kemarahan. Ada harga yang harus dibayar dengan mahal saat kita marah.
Kemarahan, baik dalam bentuk aksi, kata-kata, maupun ekspresi bisa menghancurkan hubungan (sementara atau selamanya), bahkan bisa memicu balas dendam. Orang yang marah tidak disukai dan cenderung dijauhi orang lain.
Anak-anak yang marah akan kehilangan persetujuan dari anak-anak lain. Orang dewasa yang suka marah dipandang tidak menarik secara sosial (hlm. 84).
Memahami Jenis-Jenis Kemarahan
Ada banyak jenis atau bentuk kemarahan yang dipaparkan dalam buku ini. Dengan memahami jenis-jenis kemarahan tersebut, maka diharapkan kita menjadi lebih waspada dan dapat mengalihkan kemarahan tersebut kepada hal-hal atau aktivitas yang bersifat positif.
Assertive Anger adalah termasuk salah satu jenis kemarahan yang perlu diwaspadai. Jenis kemarahan Assertive Anger ini merupakan yang paling “kalem”. Alih-alih memperlihatkan kemarahan, orang dengan tipe marah ini cenderung menghindar dari konfrontasi dan menahan diri mengeluarkan kata-kata kasar. Ia cenderung berusaha memotivasi untuk menjadi lebih baik.
Ia mengabaikan kemarahannya, tetapi meluapkan kemarahannya dengan tindakan yang cenderung positif. Maka tak heran bila kemudian ia akan tampil sebagai pribadi yang bijaksana.
Bentuk kemarahan selanjutnya yakni Behavioural Anger. Kemarahan jenis ini lebih melibatkan ekspresi fisik dan cenderung agresif. Biasanya orang dengan tipe kemarahan jenis ini akan menyerang seseorang atau merusak barang yang ada di sekelilingnya.
Jenis kemarahan Behavioural Anger biasanya sulit diprediksi, sehingga cenderung memiliki konsekuensi negatif pada akhir kemarahannya. Jika Anda termasuk tipe orang jenis ini, berusahalah segera pergi dari tempat di mana Anda sedang marah untuk mengatur napas dan mengontrol emosi (hlm. 86).
Selanjutnya Judgemental Anger. Jenis kemarahan ini boleh jadi disebabkan oleh kemarahan sebenarnya yang muncul sebagai reaksi saat melihat atau menerima ketidakadilan.
Walaupun terlihat memiliki nilai yang positif, tak menutup kemungkinan bahwa orang dengan kemarahan Judgemental Anger ini akan dijauhi karena perbedaan pandangn dengan orang lain. Cara mengendalikan kemarahan jenis ini yakni dengan terus memahami bahwa tidak semua hal dapat diterima sesuai idea yang ada dalam pikiran. Bahwa kenyataan tidak semua seperti yang diinginkan atau diimpikan (hlm. 87).
Buku genre pengembangan diri ini menarik dibaca dan bagus dijadikan sebagai referensi bermanfaat yang dapat membantu Anda dalam mengendalikan emosi, khususnya emosi negatif seperti rasa marah dan kecewa terhadap orang lain. Selamat membaca.
***