Meski Sektor Ekonomi sedang Krisis, Pendidikan Harus Tetap Eksis

Pandemi yang belum menunjukkan indikasi berhenti memang membuat beberapa Negara mengalami krisis dalam berbagai sektor, khususnya dalam sektor ekonomi. Di Indonesia sendiri (khususnya di wilayah-wilayah berzona merah hingga ‘hitam’), pemberhentian sementara kegiatan ekonomi; karyawan-karyawan yang dirumahkan; dan fenomena-fenomena krisis ekonomi lainnya telah menjadi pemandangan rutin sehari-hari. Terhitung semenjak virus COVID-19 menyerang hingga akhir Mei 2020 lalu, sebanyak 1,7 juta jiwa dinyatakan ‘positif’ menganggur akibat wabah Corona berdasarkan data yang telah diverifikasi secara clear and clear oleh Kementerian Ketenagakerjaan dan masih ada sebanyak 1,2 juta jiwa yang masih dalam proses verifikasi dan validasi. Kepala Biro Humas Kemenaker, Soes Hindharno menyebutkan bahwa penyebab data yang tersisa (1,2 juta jiwa) belum terverifikasi adalah penemuan double nama, ketiadaan NIK serta nomor telepon yang dapat dihubungi, dan masih banyak lagi.  Namun, sebagaimana yang telah disebutkan dalam kalam suci bahwa di dalam setiap kesulitan selalu ada kemudahan (dibaca ‘kebijaksanaan atau hikmah’) yang saling beriringan. 

Di tengah-tengah keluh kesah ihwal kebutuhan ekonomi yang semakin sulit dicari, kebutuhan pendidikan ⸺ sebagai salah satu kebutuhan yang paling mendasar ⸻ masih tetap dipertahankan eksistensinya oleh pemerintah. Agaknya pemerintah benar-benar ingin menunjukkan iktikad baiknya dalam meningkatkan kualitas SDM dari sektor pendidikan. Secara pribadi, saya setuju dengan langkah pemerintah yang lebih mengutamakan sektor pendidikan dan ‘sedikit mengesampingkan’ sektor-sektor yang lain, sebab pendidikan lah yang nantinya akan memulihkan berbagai krisis yang diakibatkan oleh pandemi ini. Tak berlebihan jika Nelson Mandela mengungkapkan bahwa pendidikan adalah senjata yang paling ampuh untuk mengubah dunia. Dengan kualitas pendidikan yang memadai ⸻ yang pada akhirnya nanti akan memunculkan pengetahuan-pengetahuan solutif ⸻, krisis ekonomi dalam Negeri (secara perlahan namun pasti) dapat segera diatasi. 

Bukti nyata keseriusan pemerintah dalam sektor pendidikan adalah anggaran untuk pendidikan sejumlah 508 triliun yang tidak dipangkas sedikitpun di saat semua anggaran kementerian terpaksa ‘dilucuti’ gegara pandemi. Hal ini diungkapkan secara langsung oleh Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo dalam diskusi daring Revisi Undang-Undang sistem Pendidikan Nasional pada hari Jumat, 8 Mei 2020.  Penyaluran anggaran pendidikan dialokasikan ke dalam berbagai bentuk, satu di antaranya berupa dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Namun, ada yang berbeda dalam skema penggunaan dana BOS reguler tahun ini sebab pandemi yang tak kunjung pergi. Berdasarkan Permendikbud Nomor 19 Tahun 2020 tentang fleksibilitas penggunaan dana BOS yang berlaku sejak April 2020 hingga status darurat COVID-19 dicabut oleh pemerintah pusat, disebutkan bahwa dana BOS dapat digunakan oleh pengajar dan pebelajar untuk menunjang pembelajaran jarak jauh yang berbasis dalam jaringan. Oleh sebab itu, dana BOS kini bisa digunakan untuk membeli kuota data, menunaikan hak guru honorer dengan jumlah yang ‘tidak seberapa’ jika dibandingkan dengan pengabdian dan perjuangannya (ini lah jawaban dari pertanyaan mengapa guru disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa), serta menjamin keberlangsungan pembelajaran dengan menyediakan alat-alat protokol kesehatan. 

Dana BOS Dapat Dialokasikan untuk Kepentingan Dalam Jaringan

Wabah Corona ⸻ mau diakui atau tidak ⸻ telah berhasil ‘mencongkel’ kreativitas manusia dari semua kalangan, mulai dari seniman; musisi; hingga para pendidik yang tengah berjuang dengan model ‘pembelajaran baru’ yang berbasis dalam jaringan. Sayangnya, model pembelajaran baru ini bukan berarti tidak memiliki kendala. Di masa krisis seperti ini, baik siswa maupun guru sama-sama sedang berada di dalam situasi dilematis, antara memenuhi kebutuhan sandang; pangan; dan papan atau memenuhi kebutuhan dalam jaringan (dibaca ‘kuota data’). Agaknya pemerintah mampu membaca situasi dilematis ini, sehingga penggunaan dana BOS reguler dapat digunakan untuk pembelian layanan dalam jaringan, seperti kuota data atau layanan pendidikan berbayar. Tentu saja kebijakan baru ini memberikan angin segar bagi dunia pendidikan di tengah-tengah kekalutan terhadap wabah yang tak kunjung mereda. Satu di antara sekolah yang merasakan manfaat kebijakan baru ini adalah SMAN 4 Kota Sukabumi. Dilansir dari cnbcindonesia.com, setiap dari siswa dan guru di SMAN 4 Kota Sukabumi mendapatkan ‘jatah’ pulsa sebesar Rp 50.000 setiap bulannya untuk kepentingan pembelajaran berbasis daring. Fleksibilitas dana BOS setidaknya dapat mengurangi beban pengajar maupun orang tua pebelajar yang di sisi lain sedang berjuang melawan krisis akibat pandemi.

Gaji Guru Honorer pun juga Diperjuangkan

Sebelum-sebelumnya, prosedur penggunaan dana BOS dalam penunaian gaji guru honorer ⸻ berdasarkan Permendikbud Nomor 8 Tahun 2020 ⸻ dibatasi sebesar maksimal 50 % dari dana BOS reguler. Kini semenjak Permendikbud Nomor 19 Tahun 2020 tentang fleksibilitas penggunaan dana BOS berlaku, persentase pengambilan gaji guru honorer dari dana BOS reguler tidak lagi dibatasi. Support seperti ini lah yang memang dibutuhkan oleh pendidik-pendidik non-ASN di tengah situasi yang serba sulit seperti ini. Ketika keadaan memaksa para guru mengerahkan pikiran; tenaga; dan juga materi, pemerintah siap untuk menopang agar para guru tetap berdiri & berkata bahwa semuanya akan baik-baik saja. Fleksibilitas penggunaan dana BOS dalam pencairan gaji guru honorer ini dimanfaatkan dengan baik oleh Kepala Sekolah SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta, Fitri Sari Sukmawati. Fitri mengungkapkan bahwa dana BOS sangat membantu sekolah di tengah pandemi seperti ini, khususnya dalam pembayaran gaji guru honorer mereka. Para guru memang sudah selayaknya tetap optimis mendidik putra-putri bangsa dan optimisme tersebut akan sanggup bertahan saat haknya ditunaikan. 

Alat Protokol Kesehatan yang Tak Boleh Ketinggalan

Pembelajaran berbasis dalam jaringan memang menjadi opsi di kala pandemi, namun di beberapa wilayah yang dapat dikategorikan ke dalam zona hijau, pembelajaran secara tatap muka tetap dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesehatan. Guna menunjang keberlangsungan dan keamanan pengajar dan pebelajar, pemerintah memberikan kelonggaran kepada pihak sekolah ⸻ khususnya Kepala Sekolah ⸻ dalam mengalokasikan dana BOS reguler untuk membeli alat penunjang protokol kesehatan COVID-19 seperti thermogun (alat ukur suhu model tembak), sabun cuci tangan, masker, cairan pembasmi kuman, dan alat-alat lainnya. Beberapa sekolah yang berada di kawasan zona hijau memang sudah memulai pembelajaran secara tatap muka dengan menerapkan protokol kesehatan, namun pihak sekolah juga tidak memaksa jika orang tua siswa belum memberikan izin. Sebagaimana yang disampaikan oleh Rahmat, Kepala Sekolah SMAN 4 Kota Sukabumi ketika diwawancarai oleh cnbcindonesia.com. Rahmat mengatakan bahwa dana BOS reguler yang telah diberi oleh pemerintah dialokasikan untuk persiapan menyambut kebiasaan baru atau new normal. Rahmat juga menambahkan bahwa di antara persiapan tersebut adalah membeli alat-alat penunjang kebersihan dan kesehatan seperti sabun pembersih tangan. 

Akhir kata, teruntuk siswa-siswa di seluruh penjuru Indonesia, senyum tulus dan rasa ingin tahu yang tak pernah hangus itu tak akan pernah kalah hanya dengan sebutir wabah. Percayalah, bantuan akan selalu ada untuk mereka yang tak pernah menyerah. Teruntuk pemerintah, terima kasih atas dedikasi; kreasi; dan inovasi yang tak pernah berhenti demi kemajuan anak negeri. Karena pemerintah yang amanah, jasanya tak akan pernah lekang oleh masa. 

Skip to content