Buruh Masih Merasa Terdiskriminasi

Seluruh Asosiasi Buruh Yogyakarta yang tergabung dalam Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) menggelar acara peringatan Hari Buruh Internasional di halaman gedung Dewan Perwakilan Daerah Yogyakarta (DPRD), pada Kamis (01/05). (Foto oleh: Putri Werdina C. A.)

Seluruh Asosiasi Buruh Yogyakarta yang tergabung dalam Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) menggelar acara peringatan Hari Buruh Internasional di halaman gedung Dewan Perwakilan Daerah Yogyakarta (DPRD), pada Kamis (01/05). (Foto oleh: Putri Werdina C. A.)

Oleh: Putri Werdina C. A.

Yogyakarta, HIMMAH ONLINE

Momentum Hari Buruh Internasional (May Day) yang jatuh pada Kamis (01/05) dimanfaatkan oleh para asosiasi buruh di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) seperti (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) SPSI dan KSPI (Konfederasi Seluruh Pekerja Indonesia) untuk menggelar acara yang bertemakan ‘Buruh Jogja Istimewa’.

Acara ini bertempat di halaman gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY. Tepat pukul 07.00 WIB, mereka melaksanakan jalan santai, dilanjutkan dengan sambutan Sri Sultan Hamengku Buwono X selaku Gubernur DIY, pidato para ketua asosiasi buruh, serta hiburan.

Bukan hanya kalangan buruh, dari anak kecil, remaja, dewasa, hingga orang tua pun ikut memadati kawasan halaman gedung DPRD DIY untuk mengikuti acara tersebut.

Terkait kesejahteraan buruh sendiri, seorang buruh industri rumah tangga bernama Maryanto yang tergabung dalam SPSI mengatakan bahwa saat ini sebagian perusahaan belum menyejahterakan buruhnya. “Seharusnya apa yang didapatkan para buruh itu sesuai dengan yang dilakukan oleh mereka. Masih banyak buruh di Yogyakarta yang upahnya tidak sesuai dengan Upah Minimum Pendapatan” ungkapnya.

Selain itu, seorang mantan buruh pabrik yang bernama Ani mengungkapkan bahwa kaum buruh saat ini masih mengalami diskriminasi. “Di tempat kerja, terutama pabrik besar, mereka hanya diperlakukan sebagai mesin, seolah mereka tidak diperlakukan sebagaimana manusia adanya.” Ia juga mengatakan bahwa saat ini persoalan buruh masih belum ditanggapi serius oleh pemerintah. “Penyelesaian persoalan buruh dari tahun ke tahun belum berdampak apa-apa bagi sebagian besar buruh. Seperti masalah upah yang belum sesuai standar UMP dan masalah belum adanya tunjangan. Pemerintah kurang serius menangani hal ini dan ke depannya akan selalu menjadi PR (Pekerjaan rumah-red) bagi pemerintah yang tidak pernah tuntas” imbuhnya.

Berbanding terbalik dengan Bu Ani, istri seorang buruh pabrik, yang mengungkapkan bahwa ia merasa telah cukup dengan penghasilan suaminya. “Saya merasa sudah cukup dengan upah bekerja suami. Pasalnya, perusahaan telah memberikan tunjangan-tunjangan lainnya, seperti tunjangan keluarga dan tunjangan masa kerja yang memang cukup bagi membiayai keperluan sehari-hari” ucapnya.

Reportase bersama Siti Nur Q.

Skip to content