Diskusi Panel IS-OISAA 2013

5

Rizal Ramli (kirI) dan Aneis Baswedan (tengah) mejadi pembicara dalam acara IS-OISAA di Thailand, 28-30 November. Selain diskusi acara ini juga sidang membahas berbagai kegiatan PPI dalam berkontribusi untuk bangsa.
(Foto Oleh: Ahmad Satria Budiman | Kontributor)

Apa saja hal-hal yang disampaikan tokoh bangsa di Simposium Internasional PPI Dunia?

Oleh: Ahmad Satria Budiman *)

Bangkok, Himmah Online

Mahasiswa Indonesia di luar negeri yang tergabung dalam Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) melaksanakan International Symposium of Overseas Indonesia Student Association Alliance 2013 (IS-OISAA 2013). Acara berlangsung pada 28-30 November 2013 di Thammasat University, Bangkok, Thailand. Acara tersebut antara lain diisi dengan diskusi panel bersama beberapa tokoh publik dan sidang membahas berbagai kegiatan PPI dalam berkontribusi untuk bangsa.

Dalam diskusi panel yang dilakukan, bertindak selaku pembicara pertama adalah Rizal Ramli, Menko Perekonomian RI di era Presiden Abdurrahman Wahid. Terlebih dulu, Rizal memaparkan bahwa tingkat ekonomi makro Indonesia tumbuh 6% yang semakin membaik dalam sepuluh tahun terakhir. “Namun, pertumbuhan ekonomi itu tidak dapat dipakai untuk menjelaskan kesejahteraan rakyat,” lanjut Ketua Bulog Tahun 2000-2001 ini. Sebab di sisi lain, tingkat ekonomi mikro Indonesia justru kurang baik.

Terdapat empat jenis defisit yang merupakan lampu kuning bagi perekonomian Indonesia saat ini, yaitu defisit perdagangan, transaksi berjalan, neraca pembayaran, dan defisit anggaran. “Siapapun yang menjadi capres, harus bisa mengubah lampu kuning menjadi lampu hijau, bukan malah menjadi lampu merah,” tegas Rizal. Jika ingin tingkat ekonomi berjalan seimbang, pihak swasta dan negeri (pemerintah) harus saling bekerja sama. Sebagai contoh, menjaga harga bahan pangan, membuat tempat tinggal yang layak untuk buruh, serta menata transportasi umum. “Jika sektor hulu dipenuhi, buruh (sektor hilir-red) akan menuntut tidak? Tidak!” terang Rizal.

Peraih gelar doktor ekonomi dari Boston University ini percaya bahwa manusia Indonesia pada dasarnya adalah orang-orang baik. “Karena yang baik-baik ini tidak berani menyatakan kebenaran, sekelompok bandit masuk dan merusak negara,” demikian Rizal beranalogi. Ia kemudian menyampaikan sejumlah syarat seorang pemimpin untuk dipilih, yaitu visi, kompetensi, karakter, dan popularitas. Seorang pemimpin dilihat dari visinya dan diingat sejarah karena visinya. Tidak harus pintar untuk menjadi pemimpin, tetapi berani untuk menyatakan kebenaran. Sekarang ini, rakyat cenderung mengandalkan popularitas dalam memilih. “Kalau kita hanya mengandalkan popularitas, Indonesia nggak bakal punya pemimpin hebat,” kata Rizal.

Selanjutnya bertindak sebagai pembicara kedua adalah Anies Baswedan, Rektor Universitas Paramadina. Secara kuantitas (populasi), jumlah penduduk Indonesia adalah terbanyak keempat di dunia. “Tapi berapa yang didengar di level global, tapi mana yang bisa bicara mempengaruhi policy (kebijakan-red) global?” tanya Penggagas Gerakan Indonesia Mengajar ini. Anies mengingatkan para mahasiswa untuk tidak saja berbicara tentang wilayah domestik, tetapi juga untuk mewakili level global.

Selama ini, Indonesia seakan lupa untuk menjadikan manusia sebagai fokus yang dibicarakan. Hanya penopangnya saja seperti infrastruktur yang dibicarakan, manusianya lupa dibicarakan. Hanya 9,3% rakyat Indonesia yang dapat merasakan pendidikan tinggi, dibandingkan Korea yang sampai lebih dari 80%. “Produk dengan nilai tambah apa yang dapat dihasilkan dari kualitas pendidikan seperti ini?” sambung Anies. Negara-negara seperti China, Korea Selatan, dan Taiwan, dapat maju karena mereka memiliki investasi yang serius.

Peraih gelar doktor dari Northern Illionis University ini kemudian menyampaikan tiga tantangan yang dihadapi Indonesia, yaitu tantangan ekonomi, politik, dan hukum. Hukum adalah tantangan terberat, bukan saja soal law atau aturannya, melainkan juga dalam hal reinforcement atau penegakannya. Liberalisasi partai politik telah membuat biaya politik menjadi tinggi dimana pembiayaannya diambil dari hal-hal yang seharusnya bisa digunakan untuk kesejahteraan rakyat. “Kerja KPK tidak pernah cukup, orang-orang baik berhentilah dari diam dan mendiamkan,” tutup Anies.

*) Kontributor LPM Himmah UII di Thailand

Skip to content