“Jangan mentang-mentang berpangkat tinggi, pakaian berdasi, tapi hati nurani mati!” ujar Muti, salah satu anggota Wadon Wadas.
Himmah Online – Wadon Wadas menuntut penghentian perampasan tanah dan rencana penambangan batu andesit di Desa Wadas melalui aksi yang bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional pada Selasa (08/03), pukul 11.45 WIB di Kantor Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak, Sleman, D.I Yogyakarta.
Aksi ini juga dilakukan untuk memperingati satu bulan sejak kriminalisasi dan represifitas aparat terhadap warga Desa Wadas pada 8 Februari lalu.
Muti, salah satu anggota Wadon Wadas mengatakan secara lantang lewat orasinya bahwa perampasan, penambangan, dan kriminalisasi menyebabkan kerusakan alam Desa Wadas. Ia juga merasa aparat tidak memiliki hati nurani karena telah melakukan kekerasan terhadap warga Desa Wadas.
“Jangan mentang-mentang berpangkat tinggi, pakaian berdasi, tapi hati nurani mati!” ujarnya.
Saputra, dari LBH Yogyakarta menambahkan jika sampai saat ini, aparat masih berada di Desa Wadas untuk berpatroli. Hal ini menyebabkan warga Desa Wadas merasa trauma dari kejadian satu bulan yang lalu sehingga kehidupan warga belum bisa kembali kondusif.
“Situasi Wadas masih mencekam, dan itu masih tetap ada patroli yang dilakukan oleh aparatur negara, sehingga ketakutan warga masih belum pulih. Ditambah dengan kedatangan polisi dan aparatur yang lain,” pungkasnya.
Berdasarkan pemberitaan Tempo pada 8 Februari 2022, aparat telah melakukan tindakan represif kepada warga Desa Wadas. Sebanyak 64 warga juga ditangkap sebagai buntut penolakan warga terhadap pengukuran tanah untuk penambangan batu andesit. Batu andesit hasil tambang ini rencananya akan digunakan sebagai material pembangunan Bendungan Bener, Purworejo.
Reporter: Fachrina Fiddareini, Pranoto, Yola Amelia, Monica Daffy
Editor: Nadia Tisha Nathania Putri