Gugatan KM UII

senin (18/6), puluhan mahasiswa melakukan aksi di depan gedung rektorat UII. aksi yang di lakukan mahasiswa ini merupakan bentuk kekecewaan mereka atas buruknya sistem pengajaran yang ada.

Sistem pengajaran yang selama ini diterapkan di UII masih mengalami kecatatan. Kecatatan tersebut mengindikasikan bahwa UII belum siap untuk menerapkan sistem tersebut.

Oleh Moch. Ari Nasichuddin

Kampus Terpadu, Kobar

Keluarga Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (KM UII) melakukan aksi terkait sistem pengajaran UII pada 18 Juni 2012 di kampus terpadu UII. Peserta aksi kurang lebih berjumlah 50 orang. Tuntutan mereka terbagi menjadi dua, jangka pendek dan jangka panjang. Untuk jangka pendek, mereka menginginkan seluruh mahasiswa UII diperkenankan untuk mengikuti Ujian Akhir Semester (UAS) pada semester ini. Sedangkan untuk jangka panjang, mereka menuntut kejelasan mekanisme perizinan kuliah dan mengajar, pembenahan sistem pengajaran dan kedisiplinan dosen. Selain itu mereka juga menuntut agar presensi dan UAS tidak dijadikan sebagai penilaian utama nilai akhir suatu mata kuliah, dan yang terahir mensosialisasikan hasil evaluasi remidiasi.

Dolly Setiawan Silitonga, salah seorang peserta aksi menyampaikan keluhannya terkait sistem ini, seperti kesewenangan dosen mengeluarkan pemberitahuan pindah kelas, perizinan yang tidak masuk akal, serta manipulasi presensi oleh dosen. “Ada kemarin teman kita yang memberikan surat izin susulan, tetapi hal itu tetap tidak boleh,” keluh mahasiwa angkatan 2010 ini. Dolly pun berpendapat kampus belum siap menerapkan sistem pengajaran yang seperti ini.

Dolly bercerita bahwa sebelumnya peserta aksi ini tidak mempermasalahkan sistem presensi sebanyak 75% dari kehadiran namun dengan catatan sistemnya harus jelas. Sebelumnya tuntutan KM pada aksi kali ini sudah diaudiensikan ke dekanat Fakultas Hukum (FH), tetapi tidak membuahkan hasil. Masih menurut Dolly, sistem presensi hingga 75% tersebut tidak berjalan dengan baik di FH. “Seharusnya kebijakan itu harus dengan persetujuan pihak mahasiswa. Namun kebijakan ini tidak. Sebenarnya kita juga pengen kampus kita ini baik” ucap Dolly.

Ditemui setelah aksi, Mico Yuhansyah, ketua Dewan Permusyawaratan Mahasiswa Universitas (DPM U) mengatakan selama ini KM melihat tidak ada kesiapan sistem pengajaran yang diterapkan oleh rektorat. Bahkan ketidaksiapan tersebut berasal  dari ketidakdisiplinan dari dosen. Mahasiswa Fakultas Ekonomi (FE) ini mencontohkan adanya perilaku dosen yang mengisi presensi melebihi jumlah kehadirannya. Selain itu kerap kali dosen mengganti kuliah secara sepihak. Miko pun berpendapat, “Kita mahasiswa dituntut siap sedangkan dosen sendiri tidak siap. Artinya ada perangkat-perangkat yang perlu perlu dibenahi, salah satunya dosen itu sendiri. Tidak adanya keadilan inilah yang kami pertanyakan,” tegas Mico. Dan yang menjadi

Mico mengatakan sistem ini berhubungan langsung dengan mahasiswa, dan akan menyebabkan kerugian bagi mereka. Mahasiswa bisa mendapatkan imbas negatif ketika sistem presensi 75% diterapkan. Ia merasa ironis di saat mahasiswa mendapatkan sangsi ketika tidak dapat mencapai kehadiran 75%, sedangkan dosen tidak mendapat sangsi yang sepadan. Ia menganggap presensi dosen hanya sebatas formalitas, karena ada beberapa dosen yang pada kenyataannya tidak hadir 100% namun ditulis full.

Presensi ini merupakan akar dari permasalahan. Disebabkan terjadinya permasalahan dalam presensi, maka mahasiswa tidak dapat mengikuti UAS, dan pada akhirnya berdampak pada nilai akhir mahasiswa.

Aksi inipun medapat tanggapan dari pihak rektorat. Pihak rektorat mempersilakan wakil dari peserta aksi untuk melakukan audiensi. Audiensi menghasilkan keputusan bahwa mahasiswa yang menjadi korban perilaku perkuliahan dosen diperbolehkan mengikuti UAS. Tetapi mahasiswa yang bersangkutan harus menyertakan bukti melalui pengakuan jujur dari mahasiswa dan dosen.

Menanggapi hasil audiensi, Mico menuturkan untuk sementara ini mereka cukup berbicara mengenai tuntutan jangka pendek. Hasil audiensi kala itu cukup untuk memperjuangkan nasib mahasiswa. Mico berharap ada follow up pasca audiensi ini. Rencananya KM UII akan mengadakan audiensi kembali untuk memperjuangkan tuntutan jangka panjang. Harapannya di saat audiensi yang akan datang telah ada jawaban yang pasti dari pihak rektorat.

Bachnas selaku Wakil Rektor III menanggapi positif aksi para mahasiswa 18 Juni lalu. Ia berpendapat aksi terjadi karena ada yang hendak disuarakan namun suara tersebut buntu. Bachnas menginginkan apabila terjadi masalah, mahasiswa dan rektorat bersama-sama mencari solusi terbaik. Bachnas menilai apa yang dituntutkan mahasiswa sudah benar dan logis. “Kalau menurut saya tuntuntan yang mahasiswa ajukan itu bagus dan saya terima,” ungkap Bachnas.

Mengenai dosen-dosen yang bermasalah, Bachnas mengatakan akan melakukan pembenahan internal.  Pembenahan tersebut misalnya dosen-dosen akan diberi ceramah, di samping itu juga akan dicari solusi agar tidak terjadi manipulasi kembali.

 

Reportase bersama Daiu Ariestya, Metri Niken Larasati, Yuyun Septiska Lestari, Robithu Hukama, Maya Indah C. Putri

Berita sebelumnya
Berita Selanjutnya

Podcast

Skip to content