Kooperasi dibalik Atribut Ospek

Oleh Zaitunah Dian Sari

Usai sudah Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar ospek bagi mahasiswa-mahasiwi baru (maba-miba) 2011. Senin kemarin (12/9), perkuliahan kembali aktif. Semester Ganjil telah berjalan. Namun ospek yang sebagian besar berlangsung di bulan ramadhan masih menyisakan cerita. Misalnya mengenai salah satu produk yang beberapa tahun terakhir ini selalu muncul, yakni Bee Jelly dan Jus Madu.

Saat itu di sisi timur Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) sedang berlangsung ajang kreativitas lembaga (7/8). Ini merupakan rangkaian Pesona Ta’aruf (Pesta). Saya beserta teman berdiri dari kejauhan menyaksikan. Di dekat kami, seorang mahasiswa baru (maba) sedang duduk santai. Saya pun mendekatinya. Dari obrolan siang itu, saya ketahui namanya Nurnandika Danu, maba Fakultas Ekonomi. Nurnandika mengikuti Pesta sejak hari pertama. Ia rajin membawa barang-barang yang diinstruksikan panitia untuk dibawa guna acara bakti sosial (baksos). Satu persatu ia sebutkan barang tersebut. Dari sini saya ketahui, salah satu barang yang dibawa pada hari pertama yaitu Bee Jelly. Begitu pula untuk hari kedua, diantaranya terdapat Jus Madu .

Tidak mudah untuk mendapatkan produk-produk tersebut ujar Nurnandika, ia bahkan sempat mencari di beberapa minimarket. “Saya juga kurang tau kenapa spesifik produknya itu, taunya untuk sembako,” ujarnya. Beruntung akhirnya Nurnandika mendapatkannya. Barang yang akan dibaksoskan ini pada saat Pesta dikumpulkan di depan Kahar Muzakir.

Disambangi di kediamannya, sekitar Condongcatur, Muhammad Najihuddin, ketua Steering Committee (SC) Pesta, menjawab akan ketidaktahuan Nurandika. Menurut lelaki ini panitia dengan pihak madu nusantara telah terikat kerjasama. Namun ia membantah bahwa pihak Madu Nusantara, perusahaan yang menaungi Bee Jelly dan Jus Madu, mengharuskan peserta untuk membawa sejumlah produk mereka. Panitia hanya melaksanakan salah satu perjanjian, yaitu menginformasikan para maba-miba untuk membawa Bee Jelly dan Madu Nusantara masing-masing satu. Setelah sempat sebelumnya pihak perusahaan meminta agar peserta membawa empat produk mereka, dengan dua buah tiap harinya. Tetapi maba-miba tidak lantas lolos apabila tidak membawa barang-barang yang diinstruksikan panitia. Hapalan surat-surat pendek Al Quran akan dilantunkan maba-miba di depan panitia apabila melanggar aturan seperti lupa membawa Bee Jelly dan Jus Madu.

Najih, begitu ia akrab disapa, mengatakan bahwa beberapa tahun belakangan UII sudah bekerjasama dengan Madu Nusantara. Tepatnya dua ospek terakhir. Mula-mula yang datang adalah orang dari perusahaan tersebut. Salah satu diantaranya merupakan alumni UII yang bekerja di sana. Ia hanya mengetahui nama panggilan alumni itu Mbak Tari. Tanpa mengetahiui nama lengkap, dan asal fakultasnya.

Ditemui terpisah dengan koordinator komisi C Pesta, Fandi Ahmad, menyatakan dengan adanya kerjasama ini ada timbal balik yang diperoleh panita maupun peserta. Untuk panitia sendiri mereka bisa mendapatkan backdrop serta kucuran dana yang tidak bersedia disebutkan nominalnya oleh Fandi. Sedangkan untuk peserta, menurut Fandi, tidak ada salahnya maba-miba tersebut menyumbangkan yang lain daripada baksos biasanya, mengingat pelaksanaan sendiri bertepatan dengan bulan ramadhan.

Hingga berita ini diturunkan isi dari MoU kerjasama pihak Madu Nusantara dengan panitia tidak saya ketahui. Ketika pertama kali saya meminta untuk diperlihatkan MOU, Fandi tidak bersedia menunjukkannya. “Mohon maaf, ada lho mbak yang mesti kita jaga. Ada dapur kita sendiri. Ada yang bisa kita keluarin, ada yang buat kita sendiri“ kilahnya. Kemudian ketika kedua kaliya dihubungi, Fandi mengatakan sedang berada di luar kota. Dan setelah itu tidak ada respon dari Fandi.

Namun Najih, lelaki berkacamata, yang saya temui untuk pertama kali tersebut mau mengungkap berapa dana yang didapat dari Madu Nusantara. Najih memperkirakan, kurang lebih tiga hingga lima juta rupiah mampu dikantongi panitia. Dana tersebut berdasarkan rentang skala pengumpulan kotak-kotak Bee Jelly. Sayang, Najih lupa ketentuan tersebut.

Terkait keuntungan yang didapat Madu Nusantara dari kerjasama ini sendiri Najih menjelaskan seperti adanya promosi di baliho. Selain itu? “Yang jelas produk mereka diketahui berapa ribu mahasiswa dan kemudian dibeli” ungkapnya.

Dari Konfrensi Pers Pesta, diketahui dana pesta tahun ini sendiri sebesar Rp 45.000.000. Pemasukan dana pesta yang utama berasal dari Dewan Permusyawaratan Mahasiswa Universitas (DPM U). Ketika hal ini saya konfirmasi ke Najih, dirinya menjelaskan dana Pesta yang berasal dari DPM hanya untuk operasional Pesta. Kemudian turunnya bertahap pula berdasarkan kebutuhan panitia. Di sinilah panitia merasa rentan kekurangan dana. Karena uang kas yang mereka pegang hanya dana yang pernah diturunkan DPM, sedangkan panitia membutuhkan banyak hal yang harus disediakan.

Dari wawancara dengan Nur Rismawati, Ketua Komisi III DPM U, menyatakan bahwa DPM telah mentransfer dana untuk kegiatan ospek universitas dan fakultas melalui dua tahap. Namun berapa jumlahnya Risma tidak bersedia mengungkapkannya. Ia hanya mengungkapkan bahwa jumlah tersebut tergantung pada dana registrasi mahasiswa baru. “Hitung aja Rp 50.000 dikali seluruh mahasiswa baru” ucapnya. Kemudian ketika ditanyakan mengapa panitia menerima dana tersebut bertahap, Risma mengatakan ini terjadi lantaran dana yang DPM dapat dari rektorat turunnya bertahap. Sedangkan bertahapnya dana rektorat disebabkan oleh registrasi mahasiswa baru. Sehingga DPM pun mengalirkan bertahap ke LEM, dan pada akhirnya ke panitia.

Mengenai mekanisme penurunan dana pesta, hal ini diawali dari pengajuan dana Komisi III DPM ke rektorat. Apabila dana telah turun, maka Komisi III DPM akan mendistribusikan dana tersebut ke Lembaga Eksekutif Mahasiswa Universitas (LEM U). Dana yang berada di LEM U inilah yang masuk ke panitia. Telah dibuat plafonase untuk ini ujarnya. Beberapa persen untuk universitas, beberapa persen untuk fakultas.

Menanggapi adanya kerjasama dengan pihak luar UII pada Pesta kali ini, Risma mengatakan bahwa sponsor merupakan alternatif terakhir. Menurutnya sponsor hanya berdampak kecil bagi keuangan panitia. Hal tersebut dapat ia katakan karena ia sendiri pernah mengikuti kepanitiaan Pesta.

Fakultas turut bekerjasama

Tidak hanya pada rangkaian ospek universitas produk dari Madu Nusantara diinstruksikan panitia untuk dibawa. Di ospek fakultas pun terjadi hal yang sama. Pada bulan ramadhan kemarin ada lima fakultas yang menyelenggarakan ospek. Dari lima fakultas, tiga di antaranya menginstruksikan peserta untuk membawa Jus Madu, salah satu produk dari Madu Nusantara. Ketiga fakultas tersebut adalah Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB), Fakultas Hukum (FH), dan Fakultas Teknologi Industri (FTI).

Mulanya saya mengetahui saat sedang liputan ospek fakultas. Di ujung pelaksanaan Pesona Ta’aruf Sejuta Pesan (Petasan) FH hari pertama (9/8) panitia mengumumkan persiapan maba-miba untuk hari esoknya. Saat itu hari sudah sore, kira-kira pukul setengah lima. Peserta yang hadir bersiap untuk pulang. Panitia sesegera mungkin mengumumkan barang yang peserta bawa untuk keesokan harinya. Dari yang saya dengar salah satunya yaitu Jus Madu. Dan ketika saya beranjak pergi meninggalkan kampus FH, di hall depan dekat fasilitas komputer FH berjejer, telah ada beberapa orang yang sibuk menjual minuman yang kemasannya berwarna kuning ini.

Keesokan harinya, hari kedua Petasan FH, saya sempat berbincang dengan maba FH, M. Maulana Zulkarnaen. Meski tidak terlalu menyukai minuman seperti Jus Madu, Naen, begitu ia biasa dipanggil, tetap membawa minuman ini. Tetapi sebelum digunakan untuk berbuka puasa, panitia memerintahkan kotak-kotak minuman yang bergambar kelengkeng ini untuk dikumpulkan terlebih dahulu ujarnya. Seperti Nurnandika, maba yang saya wawancarai saat pesta, Naen pun turut mempertanyakan bahwa semenjak Pesta selalu saja peserta disuruh membawa minuman madu.

Tidak seperti Petasan di FH, pada Semarak Ta’aruf Mahasiswa Penuh Makna (Serumpun) FPSB, barang yang diwajibkan untuk dibawa dituliskan di dalam buku panduan peserta. Nabila Nurislah, miba jurusan psikologi menunjukkan buku panduannya kepada saya di sela buka bersama acara Serumpun (10/8). Dari buku panduan yang saya baca, daftar barang yang dibawa pada hari kedua menyebutkan bahwa peserta diwajibkan membawa Jus Madu sebanyak dua kotak. Tidak hanya sampai disitu, kotak-kotak terebut harus dilengkapi cap oleh panitia. Nabila mengatakan sebelumnya panitia menjual sendiri Jus Madu. Setiap dua kotak mereka hargai Rp 8.000[GD1] .

Achmad Kurniawan, Ketua SC Petasan FH serta Haryadi Kurniawan, Ketua SC Serumpun FPSB secara terbuka mengatakan bahwa pihak mereka memang bekerjasama dengan Madu Nusantara. Di Petasan FH, Achmad mengatakan maba-miba yang tidak membawa minuman ini akan terkena hukuman, seperti membaca adzan, wudhu, maupun membaca puisi. Sedangkan di Serumpun FPSB, Haryadi mengatakan hal tersebut tergolong pelanggaran ringan. Hukumannya yaitu berupa membaca surat-surat pendek Al Quran.

Ditambahkan oleh Haryadi kerjasama dengan Madu Nusantara ini bukanlah kontrak. Tiap tahun pihak dari perusahaan ini datang mengajukan surat. Haryadi menyangka perusahaan tersebut mengetahui kapan biasanya ospek dilaksanakan. Sehingga ketika sudah dekat pelaksanaan, perusahaan tersebut pun mengajukan proposal ke panitia. Haryadi yang mengambil jurusan Psikologi tahun 2009 ini yakin bahwa sejak ia masuk UII dan mengikuti ospek, saat itu Madu Nusantara telah melakukan kerjasama.

Kurangkah dana ospek fakultas?

Seperti yang dilansir oleh Quen Devi H., Komisi C SC Serumpun FPSB, Rancangan Anggaran Biaya (RAB) Serumpun setelah revisi berkisar Rp 9.000.000. Fakultas ini mendapat dana dari Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FPSB melalui LEM FPSB. Setelah melalui verifikasi, pihak DPM, menurunkan dana sesuai yang dianggarkan tersebut. Meskipun Quen mengatakan dana dari DPM telah mencukupi, namun panitia fakultas ini tidak mengandalkan dana dari satu sumber tersebut. Untuk antisipasi mereka membuka stand kantin. Satu stand kantin mereka buka dengan harga Rp 25.000. Berhubung di sini ada dua kantin, maka panitia memperoleh Rp 50.000.

Sementara itu Okkyta Sari Ayu Ningrum, Koordinator Komisi C Petasan FH mengatakan estimasi anggaran Petasan FH kali ini sebesar Rp 18.000.000. Dana tersebut untuk kebutuhan OC serta SC. Untuk menutupi itu, dana didapat dari DPM FH melalui LEM FH, dekanat, serta subsidi LEM. DPM pada tahap pertama mengucurkan dana sekitar Rp 15.000.000, dekanat sebesar Rp 5.000.000, dan subsidi LEM yang dipergunakan untuk persiapan administrasi, sebesar Rp 250.000. Nyatanya meski mendapatkan kucuran dana dari ketiga sumber tersebut, panitia fakultas ini masih bekerjasama dengan Madu Nusantara dan produsen air minum kemasan, Viro.

Ketika saya Tanya apakah dana dari DPM kurang, Okkyta memberikan alasan seperti yang diungkapkan ketua SC Pesta, Najih. Menurutnya dana tak terduga sering muncul. Sehingga alternatif pemasukan dari sumber lain seperti ini untuk menutupi dana tak terduga tersebut, misalnya dana cleaning service yang kali ini lupa dianggarkan ujar Okkyta. Pengajuan kembali dana ke DPM sudah tidak bisa menurut Okkyta. Setelah anggaran di revisi, maka dana yang diverifikasi tersebut dijalankan katanya. .

Tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di Petasan FH. Hendia Ventri Ramadhani, koordinator komisi C Pekan Ta’aruf (Pekta) FTI mengatakan ospek yang diselenggarakan fakultasnya pun mendapat sokongan dana dari DPM FTI, Dekanat, serta Madu Nusantara. Sumber dana terbesar berasal dari DPM menurut Ventri. Yang diakui ia sekitar 70% hingga 80% pada nilai RAB, tanpa menyebutkan berapa tepatnya. Sebagai catatan RAB Pekta FTI yang pelaksanaanya hanya satu hari ini yaitu berada di atas 10 juta. Sedangkan dana dari Dekanat sendiri didapatkan sebesar Rp 3.000.000.

Bagaimana bentuk kerjasamanya?

Quen mengatakan bentuk kerjasamanya yakni seperti adanya pemasokan jus madu dari pihak Madu Nusantara. Jus Madu yang dipasok inilah yang dijual oleh panitia serumpun kepada maba-miba. Meski Jus Madu yang dipasok masih tersisa, panitia dapat mengembalikan sisa tersebut ke Madu Nusantara. Satu kotak Jus Madu, dijual perusahaan tersebut ke panitia senilai Rp 2.900. Sehingga untung panitia atas penjuan satu kotaknya Rp 1.100.

MOU kerjasama Madu Nusantara dengan panitia Petasan FH memang tidak dapat Okkyta perlihatkan. Sewaktu saya mewawancarai Okkyta, MOU masih berada pada pihak sponsor. Namun Okkyta membeberkan bagaimana bentuk kerjasama dengan Madu Nusantara. Semula panitia membeli produk mereka, dan dari Madu Nusantara akan memberikan kontribusi setiap produk Madu Nusantara yang dikumpulkan panitia. Apabila produk tersebut Bee Jelly, maka pengumpulan tutup botol tersebut dihargai Madu Nusantara Rp 750. Apabila produk tersebut Jus Madu, maka setiap kotak dihargai Rp 500. Tetapi panitia fakultas ini tidak menerima begitu saja. Mereka menawar lebih tinggi untuk satu kotak yang dapat dikumpulkan panitia oleh Madu Nusantara. Akhirnya Madu Nusantara pun menaikkan tawaran mereka, untuk satu kotak Jus Madu yang terkumpul dihargai Rp 1.000. saat ditanya apakah dengan kerjasama ini cukup menguntungkan atau tidak, Okkyta mengatakan hal tersebut tidak seberapa.

Di lain kesempatan, Galuh Pratiwi, Bendahara I Organizing Committee (OC), ketika saya hubungi melaui pesan singkat mengatakan bahwa panitia FH tidak hanya mendapatkan kompensasi dari pengumpulan Jus Madu. Penjual Jus Madu yang saya lihat berada di hall ketika hari pertama Petasan lalu menurut Galuh adalah orang dari Madu Nusantara. Meskipun panitia tidak menjual Jus Madu langsung, namun mereka juga mendapatkan kontribusi dari setiap Jus Madu yang terjual. Per kotaknya dihargai oleh pihak Madu Nusantara Rp 400. Sehingga total pendapatan panitia dari kerjasama ini menurut Galuh, Rp 55.600 sebagai kompensasi penjualan dan Rp 181.000 atas kompensasi Jus Madu yang terkumpul dari peserta.

Suara DPM Fakultas

Juraida, wanita berdarah Aceh yang merupakan Ketua Komisi III DPM FH mengakui dana yang turun ke Panitia bertahap. Saat saya menghubungi Juraida melalui telepon, mahasiswi ini tengah mudik ke kampung halamannya. Dari percakapan yang kami lakukan, Juraida membeberkan bahwa tahap pertama dana Petasan telah turun. Untuk tahap pertama Rp 15.000.000, sedangkan tahap kedua menyusul sekitar Rp 5.000.000. Sehingga apabila ditotal dana Petasan yang didapat berjumlah Rp 20.000.000.

DPM FH lantas tidak langsung menurunkan seluruhnya. Ketika dana turun pertama kali, DPM FH hanya mendistribusikan ke panitia sebesar Rp 14.000.000. Sedangkan dana tahap ke-2 sama sekali tidak didistribusikan ke panitia. Hal tersebut dikarenakan pihak DPM fakultas ini merasa dana yang mereka turunkan telah mencukupi pengeluaran panitia. Sisa dana digunakan sebagai simpanan lembaga mereka. Dan akan digunakan untuk kegiatan lembaga FH lain, seperti makrab.

Mendengar pernyataan Juraida seperti itu, saya pun teringat apa yang Risma katakan sewaktu saya wawancarai. Saya pun bertanya: “Apa emang ada aturan seperti itu? Saya sudah wawancara mbak Risma, Ketua Komisi III DPM U, dia bilang dana Pesta terpisah dengan dana KM.”

“Ya emang benar, itu kan dana petasan emang terpisah dari dana KM. Dana KM kan emang ada di dana triwulannya. Kalau ini emang inisiatif dari DPM kami sendiri. Seperti itu,” ujarnya.

Diakui Juraida, dirinya kurang mengetahui bagaimana aturan mengenai dana Pesta. Tetapi perempuan ini sempat sharing ke beberapa DPM F lainnya. Dari sharing tersebut, Juraida disarankan agar mengambil inisiatif seperti yang dilakukannya sekarang. Namun d isamping itu, Juraida juga disarankan untuk mengomunikasikan kepada pihak panitia sisa dana serta alasan yang mendasarinya sehingga timbul keterbukaan.

Mengenai adanya sponsor, Juraida mengatakan hal itu tetap sepengetahuan DPM. Hal ini tidak lain karena DPM merupakan pelindung kegiatan seperti halnya Petasan. Verifikasi sponsor berada di konsep acara. Ada aturan untuk sponsor ujar Juraida. Yaitu setiap kegiatan dapat melakukan kerjasama dengan pihak luar manapun, terkeculai kerjasamanya yang tidak diperbolehkan oleh UII, misalkan rokok.

“Apa ada aturan lain mengenai sponsor?” ujar saya.

“Jadi kita membuat kebijakan dari DPM kenapa nggak tahun ini kita gratiskan aja konsumsinya. Jadi ini adalah dana dari mahasiswa, kita mengusahakan jangan sampe mahasiswa membeli lagi konsumsinya. Dan alhamdulillah itu terlaksana, konsumsinya gratis dan dananya tercukupi.”

“Kalau Jus madu gimana, kan nggak gratis malah diwajibkan untuk membeli?”

“Itu kan emang salah satu dari kegiatan acaranya. Jadi emang mahasiswa disuruh membawa jus madu.”

“Berarti gak masalah ya?”

Gak masalah. Itu istilahnya salah satu syarat, kayak mahasiswa disuruh bawa makalah, bawa jus madu. Seperti itu,” pungkasnya.

Sementara itu Ketua Komisi III DPM FTI, Sekar Yufie Assary yang dihubungi melalui telepon pun mengatakan dana yang turun ke Pekta FTI dihitung sesuai jumlah mahasiswa fakultas tersebut dikali dengan sejumlah dana Pesta-Pekta yang turun dari rektorat. Mekanismenya sendiri dana Pesta-Pekta yang berasal dari DPM U didistribusikan ke DPM F. Namun di FTI sendiri dana DPM F langsung ke panitia, dengan kata lain tidak melalu LEM. Sekar mengatakan dana yang melalui LEM merupakan dana untuk kepanitiaan biasa. Setahu Sekar hal seperti itu berlangsung dari dulu.

Tahun ini, Pekta FTI mendapat dana dari DPM FTI sekitar Rp 5.000.000-Rp 8.000.000. Apabila dana dari DPM ini dijumlah uang dari dekanat pun masih kurang memenuhi Pekta FTI ujar Sekar.

Mengenai adanya sponsor dengan pihak luar ini, Sekar mengatakan hal itu merupakan surplus bagi panitia. “Kalau sponsorship itu kan pinter-pinternya panitia untuk menambah pemasukan mereka” ujarnya. Sekar mengatakan masalah sponsor merupakan kebijakan panitia. DPM FH sendiri mengikuti aturan Keluarga Mahasiswa (KM). Maksudnya meloloskan verifikasi asal tidak ada dari perusahaan rokok yang diblacklist UII, kemudian asal produk tersebut halal dan tidak merugikan. Untuk pembelian Jus Madu bagi maba-miba sah-sah saja menurutnya, karena harga minuman tersebut masih wajar.

Kemana dana sisa kepanitiaan?

Quen serta Juraida mengatakan apabila dana yang tersisa, uang tersebut akan masuk ke kas LEM. Begitu pula halnya dengan yang diungkapkan Okkyta. Ia mengatakan apabila di akhir kepanitiaan ini masih tersisa dana maka dana tersebut dibagi ke pihak LEM dan panitia itu sendiri. Tetapi berapa persen itu Okkyta tidak mengetahuinya, karena ia mengaku bukan anak lembaga. Apabila dana ini turun ke panitia misalnya bisa digunakan untuk pembubaran ungkapnya.

Sementara itu, Sekar, bahkan mengistilahkan uang sisa ini adalah uang kesejahteraan panitia. Tahun lalu, Sekar masih ingat uang yang tersisa di Pekta FTI digunakan untuk makan-makan pembubaran panitia. Bahkan biasanya ujar Sekar uang itu dihabiskan untuk pembubaran entah yang pendapatannya dari mana saja. Yang jelas uang tersebut adalah uang panitia sebutnya.

Sedangkan Risma yang notabene Ketua komisi III DPM U, secara pribadi berpendapat setiap dana kepanitiaan apabila telah mencukupi sebaik mungkin dikelola lembaga tertentu, yakni sang eksekutor yang mengadakan kegiatan. Ia tidak menyetujui apabila sisa dana tersebut digunakan panitia untuk pembubaran maupun pembuatan pakaian panitia, Risma beropini bahwa hal itu bisa dikatakan penyalahgunaan biaya.

Reportase bersama Alissa Nurfathia, A. Ikhwan Fauzi


Podcast

Skip to content