Menjawab Pertanyaan Masyarakat Perihal Vaksin di Indonesia

Himmah Online, Universitas Islam Indonesia-Program vaksinasi yang digalakkan oleh pemerintah Indonesia sejak pertengahan Januari masih menjadi kontroversial di khalayak umum terkait pengaruh efikasi (kemanjuran secara klinis) vaksin itu sendiri. 

Hal tersebut mendorong Lembaga Eksekutif Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Indonesia (LEM FMIPA UII) beserta jajaran Himpunan dan Unit Kegiatan Mahasiswa menggelar webinar yang bertajuk “Ada Apa dengan Vaksin?”. 

Kegiatan ini berlangsung melalui aplikasi Zoom pada Ahad, (07/02) dan diisi oleh Bimo Ario Tejo selaku Associate Professor di Universiti Putra Malaysia dalam Bidang Bioteknologi.

Pada awal sesi acara, Bimo menyampaikan terkait efikasi yang menurutnya merupakan hal yang lumrah karena selama bertahun-tahun ketika adanya program vaksinasi masyarakat tidak bertanya mengenai efikasi itu sendiri dan efikasi vaksin Covid-19 di Indonesia sebanyak 65%. Menurutnya, perdebatan mengenai efikasi dipicu dari ketidaktahuan masyarakat mengenai efikasi. 

“Jadi, yang perlu saya luruskan bahwa menurut World Health Organization (WHO) untuk vaksin Covid-19 selama efikasinya di atas 50% itu tidak masalah, karena vaksin tersebut bisa digunakan untuk mengatasi pandemi Covid-19,” tuturnya.

Ia juga menambahkan meskipun efikasinya rendah, bukan berarti vaksin tidak berfungsi karena efikasi yang rendah sekalipun berpengaruh pada penurunan jumlah orang yang terpapar virus Covid-19.

Selain itu, Bimo menjelaskan bahwa hasil uji klinis mengenai efikasi vaksin di setiap negara berbeda. Hal tersebut dilihat dari tingkat keamanan protokol kesehatan, profil relawan yang menerima vaksin, mutasi virus, dan profil ras (genetik) yang berpengaruh terhadap respon imun.

Terkait berapa lama sistem imun tubuh akan kebal terhadap virus Covid-19, Bimo menjelaskan kekebalan antibodi baru akan diketahui setelah dilakukan vaksinasi tahap injeksi kedua.

“Jadi, jangan setelah injeksi pertama kemudian tidak mematuhi protokol kesehatan, karena dosis pertama itu kekebalan antibodinya baru 50% ke bawah. Setelah vaksin kedua kurun waktu 14-20 hari itu baru antibodinya sudah naik. Semakin lama juga semakin meningkat,” terangnya. 

Pada golongan eksklusi yakni golongan yang memiliki sensitivitas terhadap vaksin seperti lansia dan Ibu hamil belum bisa divaksin disebabkan kurangnya data uji klinis yang dimiliki oleh pemerintah. 

Akan tetapi tidak menutup kedepannya golongan eksklusi akan diperbolehkan untuk divaksin. Pihak Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) sendiri masih berusaha untuk memperbarui data serta melihat pemberian vaksin di Negara lain.

“Kita tinggal tunggu waktu kapan mereka (golongan eksklusi -red) boleh divaksin,” ujar Bimo.

Terakhir Bimo menegaskan betapa pentingnya melakukan vaksinasi. Dengan adanya program vaksinasi dapat menyelamatkan kesehatan masyarakat serta mengurangi jumlah orang yang terpapar virus Covid-19. 

“Setiap orang yang divaksin nyawanya bisa diselamatkan, rumah sakit tidak collapse, sistem kerjanya tidak collapse. Itu saja sudah Alhamdulillah,” pungkasnya.

Reporter: Zumrotul Ina Ulfiati

Editor: M Rizqy Rosi M

Serial Laporan Khusus:

Skip to content