Oleh: Ferry Firmansyah A.
Yogyakarta, HIMMAH ONLINE
Minggu (16/2), Majelis Mujahidin Indonesia mengadakan seminar dengan tema “Kesalahan Terjemah Di Dalam Al-Qur’-an” bertempat di kompleks Mesjid Ar-Rasul Jl. Karanglo Kotagede, Yogyakarta. Seminar ini diadakan untuk menanggapi terkait adanya kesalahan terjemahan harfiah di dalam Al- Qur’an. Pada seminar tersebut mendatangkan narasumber Ustadz Irfan Suryahadi, selaku juru bicara Tim Majelis Mujahidin Indonesia, yang beberapa waktu lalu sempat berkunjung ke Departemen Agama RI di Jakarta.
Ustadz Irfan menceritakan terkait pendeta yang melecehkan Nabi Muhammad SAW di era 1980. Hal ini sempat menyulut konflik di Indonesia. Pendeta tersebut menyatakan ternyata umat Islam diajarkan berzina oleh nabinya dan nabi sendiri adalah seorang pezina.
“Wajar saja dia melecehkan, pendeta tersebut membaca Al-Qur’an terjemahan yang dibuat oleh Departemen Agama yang menurut kami (Majelis Mujahidin Indonesia-red) salah” ujar Ustadz Irfan. Ustadz Irfan menuturkan ayat yang membuat pendeta tersebut melecehkan Nabi Muhammad adalah surat Al-Ahzab 31:51 yang artinya “kamu boleh menangguhkan menggauli siapa yg kamu kehendaki diantara mereka (isteri-isterimu) dan (boleh pula) menggauli siapa yg kamu kehendaki. Dan siapa siapa yg kamu ingini untuk menggaulinya kembali dari perempuan yg telah kamu cerai maka tidak ada dosa bagimu” .
Ali Zainurrahman, selaku koordinator pelaksana seminar mengatakan terkait koreksi yg dilakukan oleh Ustadz Muhammad Thalib dengan rekan-rekan di Majelis Mujahidin Indonesia terdapat 3229 ayat yang salah terjemahan oleh pihak Departemen Agama. “Upaya dilakukan untuk memperbaiki Al-Qur’an terjemahan yang salah sudah sampai ke Arab Saudi, karena Indonesia bekerjasama dengan pemerintah Arab Saudi dalam menterjemahkan Al-Qur’an versi Departemen Agama” tambah Ali.
“Sebagai umat Islam wajib mencari kebenaran dan memperbaiki diri sendiri, minimal memberitahu kepada lingkungan sekitar kita tentang kesalahan terjemah yang ada pada Al-Qur’an versi Departemen Agama saat ini” ujar Boy Sandy salah satu peserta seminar.