Peraturan untuk Pers di Tamah FIAI

HIMMAH ONLINE, Kampus Terpadu – Pada tanggal 26-27 Agustus 2015, Taaruf Mahasiswa Fakultas Ilmu Agama Islam (Tamah FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) diselenggarakan. Kendati masih bertempat di Gedung Olahraga (GOR) Ki Bagoes Hadikoesoemo UII, tahun ini terdapat perbedaan dalam pelaksanaannya. Panitia Tamah menerapkan peraturan tertulis dan tidak tertulis untuk Lembaga Pers Mahasiswa (LPM). Peraturan tertulis tertera dalam proposal kegiatan Tamah, yakni terkait pembatasan jumlah personel pers yang boleh meliput.

“Setiap pers, entah dari fakultas kita sendiri maupun dari luar, maksimal mengutus dua orang dan orangnya harus sama selama dua hari peliputan Tamah,” jelas Muhammad Kholil selaku Ketua Steering Committee (SC).

Sedangkan peraturan tidak tertulis yang sudah disepakati oleh semua panitia menyatakan bahwa narasumber yang boleh diwawancarai hanya Ketua SC. Menurut Kholil, karena acara ini dikonsep oleh SC, maka yang lebih mengetahui dan memahami secara penuh adalah Ketua SC sendiri sehingga mewawancarai Ketua SC sudah dirasa cukup. Terkait wawancara dengan panitia lain seperti Organizing Committee (OC), tidak diizinkan karena dapat mengganggu kinerja mereka. “Saya nggak mengizinkan OC diwawancarai karena acara ini belum selesai. Khususnya dari acara, biarkan mereka fokus dulu.”

Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FIAI, Riyan Rizki Manaf, turut membenarkan apa yang diungkapkan oleh Kholil. “Tetap ada kebebasan, namun karena sudah ada divisi PDD (Publikasi dan Dokumentasi-red) untuk hal dokumentasi, jadi meliputnya sesuai kebutuhan saja. Jumlah yang meliput dibatasi dimaksudkan untuk meminimalisasi terjadinya pemahaman konsep yang berbeda oleh setiap orang,” ujarnya. Selain itu, nama reporter yang meliput harus ditulis sebagai bukti tidak adanya pergiliran dalam meliput di hari berikutnya. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah sesuatu yang tak diinginkan terjadi.

Gea Suvarna yang merupakan salah satu reporter dari LPM Pilar Demokrasi menceritakan pengalamannya saat meliput. Dia mengungkapkan bahwa ketika pra ospek tanggal 25 Agustus 2015, DPM sempat menegur empat anak LPM Pilar Demokrasi yang masuk ke GOR. Gea juga dipersulit ketika hendak mewawancarai Ketua OC dan dihalangi saat mewawancarai mahasiswa baru (maba) ketika acara selesai. “Maba-nya diteriaki, disuruh pulang sama panitia. Padahal maba bersedia diwawancarai,” papar Gea. Dia pun menambahkan bahwa proses peliputan di hari kedua berjalan lancar setelah Pimpinan Umum LPM Pilar Demokrasi turun tangan terkait banyaknya peraturan DPM dan panitia yang membatasi gerak personel LPM.

Lain halnya dengan Fakultas Teknologi Industri (FTI) dan Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) yang melaksanakan orientasi di hari yang sama, kedua fakultas tersebut memberikan ruang gerak untuk LPM. Ketua SC Pekan Taaruf (Peta) FTI, Rijal Aditya, mengungkapkan bahwa mereka tidak membatasi peliputan untuk LPM baik dari segi jumlah maupun pihak yang harus diwawancarai, asalkan orang-orang yang meliput tahu etika.

Hal senada datang dari Singgieh Prananda selaku Ketua SC Semarak Taaruf Mahasiswa Penuh Makna (Serumpun) FPSB. “Untuk meliput di lapangan diizinkan dengan ketentuan menggunakan tanda pengenal. Wawancara panitia lain, seperti OC juga boleh.” (Rabiatul Adawiyah)

Skip to content