Himmah Online – Pada Senin (9/8), Halaman gedung Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang riuh rendah. Terdengar suara perempuan-perempuan Desa Wadas sedang melafalkan zikir “hasbunallah wa nikmal wakil” secara konstan. Pada hari itu, sidang kelima dengan agenda mendengar keterangan saksi dari pihak penggugat tengah berlangsung.
Ini merupakan kelanjutan dari gugatan warga Desa Wadas dan Koalisi Advokat untuk Keadilan Gerakan Masyarakat Peduli Alam Wadas (Gempadewa) kepada Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, atas kasus pembaharuan izin penetapan lokasi tambang kuari untuk material pembangunan Bendungan Bener, Purworejo, Jawa Tengah.
Para perempuan yang tergabung dalam Wadon Wadas itu berbondong-bondong mendatangi PTUN Semarang untuk mengawal jalannya agenda persidangan.
Selagi perwakilan anggota Wadon Wadas sedang menyampaikan kesaksian, sebagian lainnya melakukan aksi simbolik berupa menganyam besek.
“Tujuan kita membuat teatrikal menganyam besek itu karena (besek-red) menggambarkan simbol hubungan masyarakat Wadas dengan alamnya yang sangat erat. Misal nanti ditambang maka akan menghilangkan bahan baku (bambu-red) dan memutus rantai tradisi yang sudah bertahun-tahun dijalani di Wadas,” tutur Arafah, salah satu anggota Wadon Wadas.
Arafah menegaskan bahwa hubungan mereka dengan bumi Wadas sangat erat. Hal tersebut yang kemudian mendasari mereka membuat aksi menganyam besek di halaman gedung PTUN Semarang.
Mereka khawatir apabila penambangan kuari bakal memutus tradisi menganyam yang sudah turun-temurun dilakukan masyarakat Desa Wadas.
Tidak hanya itu, aktivitas menganyam besek bagi masyarakat Desa Wadas sendiri memiliki nilai ekonomis dan menjadi salah satu lahan mencari nafkah bagi beberapa warga.
“Kita produksi sendiri, biar tidak (hanya) menjual (bambu) dengan cara ditebang lalu dijual gitu, namun biar kita bisa produksi (kerajinan) sendiri. Pertangkep (pasang) itu mulai Rp 1.500, Rp 1.700, Rp 2.000, Rp 2.500, sampai Rp 3.000,” ungkap Yeni yang juga salah satu anggota Wadon Wadas saat ditemui di halaman PTUN Semarang.
Pukul 12.30 WIB, Wadon Wadas membagikan hasil bumi mereka dalam bentuk olahan makanan kepada warga di sekitar gedung PTUN Semarang.
Hal tersebut merupakan ungkapan rasa syukur mereka kepada Allah Swt. atas keberadaan alam Wadas serta respon terhadap situasi pandemi.
Terlebih lagi, setelah adanya kebijakan PPKM oleh pemerintah, masyarakat kecil semakin sulit mencari penghasilan.
Makanan yang dibagikan berjumlah 234 besek berukuran kecil. Jumlah tersebut dimaksudkan sebagai pengingat atas tindakan represifitas aparat keamanan terhadap masyarakatnya Desa Wadas dan jaringan solidaritas yang terjadi pada 23 April 2021 lalu ketika mereka menghadang rencana sosialisasi pengukuran dan pematokan lahan Wadas.
“Itu menceritakan waktu tanggal 23 April, saat kejadian kita menolak sosialiasi. Kita bentrok dengan aparat, ada yang diambil paksa, ada yang dipukul,” tutur Yeni.
Adanya insiden pada 23 April tidak menyurutkan semangat masyarakat Desa Wadas dalam mempertahankan ruang hidupnya, justru menjadi sulut yang membakar semangat masyarakat Desa Wadas.
“Jadi setelah adanya tragedi itu, kami bukan semakin takut tapi malah membuat kami semakin semangat,” tutup Arafah.
Sebelumnya pada tanggal 16 Juli lalu, Warga Wadas dan Koalisi Advokat untuk Keadilan Gempadewa mengajukan gugatan kepada Ganjar Pranowo atas diterbitkannya Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/20 Tahun 2021 tentang Pembaharuan Atas Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Bendungan Bener pada 7 Juni 2021. Surat Keputusan tersebut dinilai cacat prosedur dan substansi.
Reporter: Supranoto, Ananda Muhamad Ismulia
Editor: M. Rizqy Rosi M.