Problematik Sampah Plastik: Mudah Dibuang, Sulit Dijual

Himmah Online, Yogyakarta — “Ada beberapa bank sampah, termasuk di tempat saya (Bank Sampah Surolaras) tidak mau menerima kresek, kemudian saset (juga) tidak diterima, karena kan tidak laku dan kita tidak punya gudang untuk menyimpan. Akhirnya, ya, kita buang, Bu,” tutur Ida dalam talk show “Mendorong Pergub Larangan Penggunaan Plastik Sekali Pakai di DIY” pada Rabu (25/05) lalu di Aula PP Muhammadiyah, Jalan Cik Di Tiro, Kota Yogyakarta.

Moderator membuka acara dengan menyampaikan realita terkait pengelolaan sampah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang tiap tahun dinilai makin overload dan menimbulkan keresahan di masyarakat. Menurutnya, ada pula gesekan di masyarakat yang mempertanyakan siapa yang bertanggung jawab atas pengelolaan sampah di DIY, serta bagaimana solusinya agar bisa mengatasi masalah sampah bersama-sama.

Di kesempatan itu, Ida selaku perwakilan dari pengelola bank sampah juga menyampaikan kendala yang kerap dialami selama berkiprah di Bank Sampah Surolaras. Di samping menjual sampah plastik kepada pengepul, pihaknya juga aktif mendaur ulang sampah plastik. Namun, tahapan setelah daur ulang sampah plastik itu dirasa masih terhambat karena sulit mendapatkan konsumen.

Kalau (soal) daur ulang kita daur ulang, Bu. Tapi kita juga ada kendala lagi, setelah (kita dapat) pelatihan, tidak ada pendampingan bahwa (produk daur ulang) yang layak jual itu seperti apa, terus kita menjualnya juga susah, karena yang membeli dari komunitas aja,” tutur Ida. 

Maryono dari Mahardiko, komunitas yang mengoordinasi pemulung dan juragan pengepul di Tempat Pembuangan Sampah (TPS) Piyungan menyampaikan hal yang mirip. Menurutnya, sejak tahun 1995 ada enam ton sampah dikalikan dengan 15 pengepul, sehingga total ada 90 ton sampah per minggu.

“Mengenai sampah plastik sekali pakai itu bener-bener dari 1995 sampai sekarang, dari temen-temen tidak diambilin. Selain harganya sangat murah, penerima (tengkulak) juga sulit datang ke sana (TPS Piyungan) karena mungkin nominal yang (didapat) sangat kecil, maka untuk plastik atau bungkus kemasan memang menjadi momok,” ucap Maryono ikut menambahkan.

Mitigasi penggunaan  sampah plastik sekali pakai di kalangan masyarakat juga didukung oleh golongan pelajar. Yusuf dari perwakilan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) ikut menyampaikan dukungan para pelajar dalam mengurangi penggunaan plastik.

“Kami sangat mendorong adanya Peraturan Gubernur dan Peraturan Daerah untuk melarang penggunaan sampah plastik sekali pakai. Kita mendorong semua kegiatan dan pelatihan di IPM untuk meminimalisir penggunaan plastik termasuk sampah. Jadi kita sudah mulai paperless, tidak menggunakan air mineral botolan, dan seterusnya,” ujar Yusuf.

Di Indonesia sendiri sudah ada beberapa daerah yang menerapkan Peraturan Gubernur (Pergub), Peraturan Walikota (Perwal), ataupun Peraturan Daerah (Perda) tentang pengurangan atau larangan penggunaan plastik sekali pakai. Di antaranya adalah Kota Bandung sejak tahun 2012, sedangkan Provinsi Bali dan Kota Bogor sejak tahun 2018, serta Surabaya dan Semarang mulai tahun 2019.

Reporter: Himmah/Fachrina Fiddareini, Himmah/Qothrunnada Anindya Perwitasari

Editor: Nadia Tisha Natahania Putri

Skip to content