Dewan Pers Menjalin Kerja Sama Dengan Kemendikbudristek Dalam Upaya Penguatan dan Perlindungan Persma

Himmah Online – Dewan Pers dan Kemendikbudristek menjalin kerja sama dalam upaya penguatan dan perlindungan pers mahasiswa (persma). Hal tersebut dibahas dalam diskusi Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) bertajuk “Perlindungan Terhadap Pers Mahasiswa” yang dilaksanakan melalui Zoom Meeting pada Sabtu (27/4). 

Diskusi ini membahas mengenai payung hukum bagi persma, yang selama ini masih belum memiliki kejelasan. Dengan ditekennya Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Dewan Pers dan Kemendikbudristek, PKS digadang-gadang akan menjadi payung hukum bagi mahasiswa dalam menjalankan kegiatan jurnalistiknya di lingkup Universitas.

Melansir dari laman Dewan Pers, disebut bahwa Dewan Pers bersama Kemendikbudristek telah resmi menandatangani PKS tentang Penguatan dan Perlindungan Aktivitas Jurnalistik Mahasiswa di lingkungan Perguruan Tinggi pada Kamis, 18 April 2024. PKS ini merupakan upaya agar Dewan Pers mampu melakukan mediasi apabila terjadi sengketa antara persma dengan pihak lainnya.

Arif Zulkifli, Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers, menyampaikan dua poin utama yang menjadi isi dari PKS Dewan Pers dan Kemendikbudristek. Pertama, jika terjadi sengketa antara persma dengan pihak lain yang dalam konteks ini merupakan sivitas akademika, maka kedua pihak menyepakati untuk melibatkan Dewan Pers. Kedua, pihak yang terlibat bersepakat untuk saling membantu termasuk bertukar informasi agar terjadi peningkatan kapasitas dari para wartawan yang terhimpun dalam persma.

Selama ini, Dewan Pers berada dalam dilema saat membicarakan perlindungan dan penguatan persma. Dewan Pers dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, tetapi di dalam uu ini, persma tidak diakui sebagai pihak yang dilindungi.

“Kita tahu bahwa di Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 yang disebut dengan pers adalah media-media yang menjalankan tugas persnya dengan segala cirinya; regularity dan sebagainya. Tapi ada satu kunci (syarat) disitu, dia harus berbadan hukum,” terang Arif.

Arif menyampaikan bahwa persma tidak berbadan hukum, melainkan berada di bawah naungan universitas. Tidak terpenuhinya syarat oleh persma inilah yang menciptakan dilema bagi Dewan Pers.

“Ini tentu sebuah dilema yang ga mudah. Di satu pihak kita menghargai pers mahasiswa dan menginginkan pers mahasiswa itu dilindungi, tapi di lain pihak perangkatnya (UU) ga ada,” ungkap Arif.

Noval, Badan Pekerja Advokasi PPMI Dewan Kota Tulungagung, menerangkan bahwa persma membutuhkan payung hukum dalam menjalankan aktivitas jurnalistiknya di lingkungan perguruan tinggi. Noval menyampaikan, Pada kurun waktu 2020-2021, PPMI telah mencatat kasus represi yang dialami oleh mahasiswa sebanyak 185 kasus, mayoritas pelaku represi dilakukan oleh pihak kampus dengan 48 kasus.

Menurut Arif, apabila PKS bisa dijalankan, maka akan memberikan dampak baik bagi mahasiswa yang menjalankan aktivitas jurnalistik di lingkup kampus. Walaupun PKS bukan merupakan perjanjian yang mampu memberikan konsekuensi apabila tidak dijalankan, namun PKS adalah upaya untuk mencapai suatu pengertian bersama. 

“Kalau ini (PKS) jalan, maka tidak boleh lagi ada pembredelan pers kampus, tidak bisa lagi ada kriminalisasi terhadap mahasiswa yang dianggap bersalah. Tidak bisa, jadi dia akan dimediasikan oleh Dewan pers,” pungkas Arif.

Reporter: Himmah/Agil Hafiz, Septi Afifah, Subulu Salam

Editor: Abraham Kindi

Skip to content