Halaqah Kebangsaan dengan Tiga Tema Berbeda Digelar dalam Pra-Pembukaan KUPI II

Himmah Online – Halaqah kebangsaan secara paralel dengan tiga tema berbeda digelar sebagai rangkaian acara pra-pembukaan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II di Madrasah Aliyah Nahdlatul Ulama (MANU) Hasyim Asy’ari, Bangsri, Jepara, Jawa Tengah, pada Kamis (24/11).

Tema pertama yang diangkat adalah mengenai perumusan strategi untuk mempercepat pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).

Dalam konferensi pers KUPI II hari pertama pada Kamis (24/11), Suraji dari Jaringan Gusdurian menjabarkan mengenai sejarah advokasi pekerja rumah tangga yang sudah berjalan sejak lama, tetapi tak kunjung membuahkan hasil.

“Kita punya pengalaman panjang soal advokasi PPRT kalau dari sejarah itu sejak 2004, bahkan sebelum proses advokasi UU pelecehan seksual,” terang Suraji.

Vera Sopariyanti, direktur Rahima, menambahkan bahwa PRT adalah manusia dan warga negara. Artinya PRT juga punya hak yang sama. Ia menegaskan bahwa Islam melarang siapapun untuk melakukan kezaliman terhadap manusia lain.

“Dalam konteks relasi kuasa, teman-teman PRT berada dalam relasi yang sangat rendah. Sehingga mereka sangat rentan mendapatkan kekerasan, diskriminasi, dan terampas hak-haknya,” ujar Vera.

Halaqah kedua mengangkat tema mengenai peran tokoh agama dalam meneguhkan peran ulama perempuan untuk memperkuat kebangsaan.

Rosidin, direktur Fahmina Institute, menyatakan bahwa salah satu hal yang ingin diangkat dalam penyelenggaraan KUPI II adalah memperkuat prinsip perbedaan dan kesetaraan. Menurutnya, tokoh agama adalah rujukan untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan sosial ke-Indonesia-an.

Lalu peneguhan peran ulama perempuan dalam merawat dan mengokohkan persatuan bangsa jadi tema ketiga dalam halaqah kebangsaan sebelum pembukaan gelaran KUPI II.

Zahra Amin, perwakilan Mubadalah, menjelaskan tentang pentingnya membangun kesadaran di masyarakat mengenai peran perempuan dalam pencegahan ekstremisme sebagai agen perdamaian yang melakukan kerja-kerja pencegahan, penanganan, dan perlindungan terhadap korban-korban ekstremisme.

“Ini perlu ada kolaborasi semua pihak, tidak hanya pihak yang berwenang, tetapi juga masyarakat. Perempuan punya peran strategis, dalam keluarga ia punya andil dalam pendidikan tingkat rumah. Adanya frame untuk perempuan kembali ke rumah itu juga bagian dari bibit-bibit ekstremisme yang akan membatasi peran perempuan di ruang publik,” jelas Zahra.

Suraji menyampaikan alasan diangkatnya tiga tema halaqah yang turut diisi pembicara dari instansi pemerintahan seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Kementerian Ketenagakerjaan sebelum pembukaan KUPI II.

Menurutnya, penting untuk mendengar pandangan-pandangan pemerintah terkait dengan isu-isu yang dibawa dalam KUPI II. Hal ini krusial untuk dilakukan mengingat beberapa rekomendasi pada KUPI I dijadikan pijakan pemerintah dalam membuat regulasi.

Reporter: Himmah/Qothrunnada Anindya Perwitasari dan Magang Himmah/Nurhayati

Editor: Pranoto

Skip to content