Merayakan 42 Tahun Semangat Perlawanan LBH Yogyakarta

Himmah Online, Yogyakarta – Dalam rangka hari lahir yang ke-42, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta menyelenggarakan diskusi bertajuk “Tantangan Gerakan Bantuan Hukum Struktural di Tengah Gerakan Oligarki dan Feodalisme” pada Jum’at (22/9). Diskusi publik ini bertempat di kantor LBH Yogyakarta, Jl. Benowo, Prenggan, Kec. Kotagede, Kota Yogyakarta.

Julian, Direktur LBH Yogyakarta, mengawali acara tersebut dengan merefleksikan 42 tahun perjalanan LBH Yogyakarta. Ia menuturkan bahwa semua masyarakat yang datang ke LBH Yogyakarta berharap kasusnya dapat selesai dan mendapatkan keadilan. Namun faktanya beberapa kasus tidak terselesaikan.

“Dengan segala keterbatasan, kami memohon maaf apabila belum memenuhi ekspektasi itu,” ucap Julian.

Selama melakukan kegiatan advokasi, LBH Yogyakarta menemui berbagai tantangan. Salah satunya adalah meyakinkan masyarakat akan efektivitas upaya hukum, terutama ketika berhadapan dengan negara. LBH Yogyakarta mengakui bahwa proses tersebut sulit. Akan tetapi mereka percaya bahwa bantuan hukum tidak hanya terbatas pada upaya litigasi, namun juga melibatkan upaya meta legal di luar pengadilan.

“Kita lihat contohnya sangat banyak, ya. Teman-teman seperti dari PPLP, Wadas, dan Jomboran, mereka itu mempertahankan lahannya nggak melulu dengan jalur upaya litigasi. Tetapi (juga melalui) konsolidasi masyarakat yang kuat,” jelas Julian.

Ia juga menilai, sistem politik oligarki dan feodalisme telah mengakar kuat di Yogyakarta sehingga menciptakan kemiskinan, ketimpangan, dan penindasan. Pembangunan-pembangunan proyek strategis nasional juga menjadi sebab perampasan-perampasan ruang hidup para petani.

Julian percaya bahwa segala kemiskinan dan ketertindasan tidak terlepas dari pengaruh sistem. Bantuan hukum struktural merupakan salah satu cara LBH Yogyakarta untuk melakukan upaya advokasi. “Sehingga gerakan bantuan hukum struktural itu adalah salah satu cara kami untuk melakukan advokasi-advokasi yang selama ini dilakukan oleh LBH,” ungkapnya.

Tak hanya itu, Ia berharap warga dapat memberikan bantuan berupa kritik dan saran sebagai tambahan evaluasi bagi LBH Yogyakarta. Dengan keterlibatan seluruh elemen masyarakat, Julian yakin perubahan perubahan menuju ke arah yang lebih baik pasti terjadi. “Butuh dukungan bapak/ibu sekalian, masyarakat, jaringan, dan lain-lain untuk kita berkonsolidasi dan menyatukan pikiran,” ujarnya

Yunisara, perwakilan dari Ponpes Waria Al-Fatah, menceritakan usaha LBH Yogyakarta dalam mengadvokasi Ponpes Waria Al Fattah. Pada tahun 2016, Ponpes Al-Fatah pernah digeruduk oleh salah satu organisasi masyarakat yang ada di Jogja. Lantas mereka mendatangi kantor LBH Yogyakarta untuk meminta pendampingan. Yunisara dan kawan-kawannya diberikan pelatihan-pelatihan oleh LBH Yogyakarta. “Dalam arti, didorong untuk memiliki kesadaran akan hukum.” terangnya. 

Eko Prasetio, pendiri Social Movement Institute menerangkan bahwa di samping memberikan pendampingan hukum, LBH Yogyakarta telah menjadi rumah aktivis oposisi bagi mereka yang ingin melawan ketidakadilan dan kekuasaan. LBH Yogyakarta juga menjadi rumah belajar bagi mereka yang ingin belajar mengenai pergerakan, dan rumah perlindungan bagi mereka yang berhadapan dengan tekanan dari penguasa.

“Rumah di mana kita nggak percaya bahwa negara ini diisi oleh orang yang benar, kira-kira,” ujarnya.

Eko menekankan pentingnya melawan ketidakadilan, meskipun menang dan kalah dalam melawan ketidakadilan itu adalah hal yang biasa. “Keadilan itu bukan (hanya) ada di pengadilan. Keadilan itu ada di sini (LBH Yogyakarta). Dan mari kita (untuk) melawan semua ketidakadilan itu,” tegas Eko.

Menurut Eko, memenangkan pertarungan melawan oligarki bukan hal yang mudah. Akan tetapi kita harus meyakinkan oligarki bahwa kita akan tetap menjadi musuh permanen mereka. “Jadi kita di LBH itu bukan sekedar merayakan 42 tahun, tapi (juga) merayakan perlawanan yang masih ingin kita rayakan,” jelasnya.

Acara dipungkasi dengan doa bersama dan pemotongan tumpeng oleh Busyro Muqoddas, ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Ia menekankan bahwa perlawanan ini adalah rezeki dari Allah yang patut dan harus terus disyukuri. “(Kita) Merawat perjuangan yang selama ini kita lakukan supaya mendapatkan berkah dari Allah,” pungkas Busyro.

Reporter: Himmah/Nawang Wulan, Aqila Nuruttazkia Ahsan

Editor: R. Aria Chandra Prakosa

Skip to content