Regulasi Tidak Pasti, Permasalahan yang Sama Terulang Kembali

HMI masuk ke ranah agenda terbesar mahasiswa baru, pergunjingan antara ekstra dan intra, serta ambigunya regulasi yang ada, membuat pihak rektorat mengambil kebijakan memasukan organisasi ekstra kedalam agenda mahasiswa baru.

HimmahOnline, Yogyakarta – Senin, 13 Agustus 2018, Universitas Islam Indonesia (UII) mengadakan agenda kuliah perdana (kulper) di Auditorium Kahar Muzakkir. Pada saat kulper, terdapat spanduk dan tayangan videotron dari organisasi ekstra yaitu Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (HMI MPO) yang berisi ucapan selamat datang untuk mahasiswa baru.

Upaya yang dilakukan oleh pihak HMI MPO tersebut sempat menuai berbagai anggapan terkait sapnduk dan videotron. Berbagai spekulasi sentimen-pun muncul, entah itu oleh organisasi-organisasi dari pihak intra, ekstra, dan juga mahasiswa UII sendiri tentunya.

Tidak hanya tahun ini saja, bahkan tahun-tahun sebelumnya rangkaian kegiatan mahasiswa baru selalu terikat dengan masuknya organisasi ekstra. Laporan KOBARkobari edisi PESTA 2012 dengan judulnya “Lagi, Atribut Organisasi Eskternal di Pesta KM UII”, pernah menjelaskan bahwa adanya kemunculan atribut organisasi eksternal saat Pesta, yang kemudian dari kejadian tersebut membuktikan bahwa regulasi yang dibentuk tidak sesuai harapan Keluarga Mahasiswa (KM) UII.

Di laporan PESTA edisi 2012 tersebut juga melaporkan bahwa penggunaan atribut golongan dikategorikan dalam kasus pelanggaran berat dalam peraturan yang dibuat oleh panitia PESTA. Regulasi terkait permasalahan kepentingan golongan tertuang sangat jelas, pada poin sembilan dalam regulasi kepanitiaan PESTA 2012. Poin tersebut berbunyi “Menyalahgunakan tugas dan wewenang untuk kepentingan pribadi dan atau golongan selama rangkaian acara PESTA 2012 berlangsung”.

Salah satu contoh fenomena yang benar-benar nampak saat itu adalah, munculnya pemasangan spanduk HMI MPO yang sangat mudahnya ditemukan pada PESTA 2012. Hal itu membuat spanduk yang dipasang HMI MPO dapat terlihat jelas oleh mahasiswa baru dan juga panitia.

Selain itu ada juga laporan KOBARkobari edisi PESTA 2013 dengan judulnya “Organisasi Ekstra Bandel”, pernah melaporkan bahwa agenda penyambutan mahasiswa baru pada tanggal 2 September 2013 telah menyisakan permasalahan. Permasalahan tersebut dilihat melalui masuknya organisasi ekstra dalam lingkungan kampus.

Dewan Permusyawaratan Mahasiswa (DPM UII) dengan suratnya nomor 39/B/SEK/DPM/UII/VII/2013, secara terang-terangan menyebutkan bahwa pihak rektorat telah menyetujui adanya pelarangan atas izin pemasangan spanduk yang bisa disamakan dengan itu. Pelarangan tersebut telah dimulai dari H-7 sampai H+7 Pesta di sekitar kampus terpadu.

Bachnas yang saat itu menjadi Wakil Rektor III mengatakan bahwa acara Pesta memang harus steril dari organisasi ekstra. Hal ini bertujuan untuk menghindari perpecahan antara organisasi intra dan ekstra.

Bahkan di tahun yang sama, masuknya organisasi ekstra tidak hanya di agenda Pesta saja. Lagi-lagi laporan KOBARkobari edisi Pekan Ta’aruf (Pekta) 2013 dengan judulnya “Organisasi Ekstra dan Intra Berkolega” menjelaskan, di hari pertama Semarak Ta’aruf Mahasiswa Penuh Makna (Serumpun) 2013 tampak organisasi dan komunitas ekstra mendirikan stan di lapangan samping gedung Kahar Muzakir.

Padahal dalam tata tertib Serumpun No. 8 menyebutkan, bahwa panitia Serumpun 2013 tidak diperkenankan untuk menyampaikan informasi, menggunakan atribut, dan juga memberikan cindera mata yang terkait dengan organisasi ekstra yang ada di luar struktur KM UII.

Berawal dari Spanduk dan Videotron, kemudian muncul sentimen

Salah satu akun instagram dengan akun @uii.story memperbincangkan terkait spanduk dan videotron yang ditayangkan saat kulper. Selain itu, mahasiswa dari bermacam-macam latar belakang lembaga intra dan juga ekstra, yang tergabung dalam satu grup aplikasi berbasis obrolan Line memperbincangkan hal tersebut. Mereka mengatakan bahwa tindakan pemasangan spanduk dan penayangan pada videotron sebagai bentuk keberpihakan UII kepada organisasi ekstra, yaitu HMI MPO.

Hal ini menimbulkan pertanyaan tersendiri terkait bagaimana sikap dan keberpihakan dari DPM UII. Menanggapi permasalahan tersebut, Ilham Prakas Karlesta selaku anggota Komisi 1 DPM UII ketika ditemui di Kantor Lembaga Eksekutif Mahasiswa UII memberikan klarifikasinya terhadap permasalahan yang terjadi.

“Saya kira kalau teman-teman DPM sampai saat ini tidak ada yang membawa benderanya, tidak ada di DPM itu, saya kira semuanya netral,” ungkapnya.

Ilham tidak banyak berkomentar terkait spanduk dan tayangan pada videotron, karena yang membuat agenda kulper adalah rektorat, bukan dari KM UII.

Ketika kami meminta penjelasan dari pihak rektorat, Rohidin selaku Wakil Rektor III bidang kemahasiswaan memberikan klarifikasi bahwa pemasangan spanduk dan videotron tersebut telah mendapat izin dari pihak DPM UII. Ia juga mengatakan bahwa ia memiliki hak untuk mengizinkan atau melarang, tapi dengan catatan itu diizinkan dari DPM UII.

Rohidin sebelumnya tidak mengizinkan pemasangan spanduk dan videotron tersebut, namun Rohidin tetap meminta pihak HMI MPO untuk menghubungi DPM UII terlebih dahulu. “Jika nanti DPM mengizinkan, saya bisa timbang-timbang dan saya bisa mengizinkan itu atau tidak mengizinkan itu, nah prosedur itu ditempuhnya, akhirnya kemudian dipasanglah itu di videotron dan di spanduk,” jelasnya.

Terkait dinamika sentimen yang keluar pada saat kulper dan Pesta, kami menghubungi Muhammad Rizqy selaku Imam HMI MPO Koordinator Komisariat UII. Rizqy mengatakan bahwa ia tidak mengetahui akar permasalahan dari sentimen yang keluar di area kampus UII. Jika sentimen tersebut dilatar belakangi dalam memperebutkan kader antara intra maupun ekstra, Rizqy mengatakan jika hal tersebut merupakan hal yang tidak wajar. “Kalau sesama organisasi ekstra rebutan kader, itu wajar. Kalau antara ekstra dan intra rebutan kader kan enggak ada titik temunya,” ucapnya.

Rizqy juga menegaskan jika adanya benturan kegiatan pada saat kulper dan Pesta, maka bisa didahulukan mana yang jauh lebih penting untuk UII. “Kami mendukung kader yang berkegiatan di kampus, jika ada benturan kegiatan, dahulukan mana yang lebih penting terlebih dahulu,” ungkapnya. Selain itu, Rizqy juga menjelaskan bahwa penyambutan mahasiswa baru merupakan sesuatu yang wajar karena hal tersebut selalu dilakukan dari tahun ke tahun.

Melalui inovasi yang mereka lakukan melalui publikasi videotron dan pemasangan banner di depan Auditorium Kahar Muzakir, HMI MPO menilai bahwa pada saat ini adalah generasi milenial, oleh karena itu mereka mengajukan permohonan untuk mempublikasikan ucapan sambutan selamat datang untuk mahasiswa baru, kepada pihak Wakil Rektor III khususnya.

“Kami mengajukan permohonan, sesuai dengan prosedur. Kami juga sudah menyiapkan semuanya dua sampai tiga minggu sebelumnya. Syaratnya, jangan mengganggu kulper, dan jangan bikin onar,” lanjutnya.

Tidak sampai disitu, kami juga menghubungi organisasi ekstra lainnya, seperti Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), dan juga Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Mengingat tidak hanya HMI MPO saja organisasi ekstra yang berkecimpungan di UII.

GMNI sendiri sangat menyayangkan terkait ucapan selamat datang melalui banner dan videotron yang dilakukan HMI MPO, walaupun ada kebijakan dari UII sendiri yang memperbolehkan. Herdis Muhammad Husein selaku Ketua GMNI mengatakan bahwa seharusnya pihak UII-lah yang mengucapkan selamat datang. “Yang disayangkan adalah kenapa bukan pihak UII-nya? Padahal ini mahasiswa baru yang memang seharusnya bisa dikasih sambutan oleh UII, bukan organisasi ekstra-nya,” ungkapnya.

Kemudian Imam Syaiful Wicaksono, Ketua KAMMI Komisariat UII 2017/2018, mengatakan bahwa organisasi ekstra tidak masuk dalam KM UII, namun KAMMI juga berpartisipasi dalam menyambut mahasiswa baru.

Menanggapi spanduk dan videotron, Imam mengatakan bahwa jika dilihat dari sejarah, HMI merupakan komponen UII yang berarti bahwa lahirnya UII disebabkan oleh gerakan-gerakan HMI pada waktu itu.

Imam pun menyatakan bahwasanya para mahasiswa tidak harus kecenderungan dengan hanya melihat sejarahnya saja. “Di mana pun kita berada, kita harus bersikap adil. Artinya bukan berarti dengan melihat kacamata sejarah, terus kita bisa berbuat semena-mena seperti itu,” ujarnya.

Imam menambahkan bahwa KAMMI juga ikut berpartisipasi dalam menyambut mahasiswa baru. Namun, mereka tidak membuka stan karena ia sadar bahwa KAMMI adalah organisasi ekstra. Bahkan ketika KAMMI mengibarkan benderanya di depan auditorium saat kulper, mereka sempat dihalangi oleh beberapa pihak rektorat, pejabat kampus, dan satpam.

“Ketika kita sedang longmarch, kita sempat dihalang-halangi oleh pihak rektorat, pejabat kampus dan satpam. Mereka meminta kita untuk menjaga jarak antara mahasiswa baru dengan organisasi ekstra,” tambahnya.

Aturan Dikti tentang organisasi ekstra, dan regulasi kampus

Pada tahun 2002, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Dikti) mengeluarkan Surat Ketetapan tentang Pelarangan Organisasi Ekstra Kampus atau Partai Politik dalam kehidupan kampus. Adapun SK DIKTI Nomor: 26/DIKTI/KEP/2002 tersebut, menjelaskan tentang larangan segala bentuk organisasi ekstra kampus dan partai politik membuka sekretariat dan juga melakukan aktivitas politik praktis dalam kampus.

Selasa, 21 Agustus 2018, kami sempat mewawancarai Abdul Jamil yang pernah menjabat sebagai Wakil Rektor III Periode 2014/2016, di ruangan barunya yang bertempat di Ruang Dekan Fakultas Hukum UII untuk membicarakan terkait SK DIKTI tersebut.

Ia menjelaskan bahwa, setiap organisasi ekstra tidak ada kaitannya dengan ikatan politik dan sebagainya. “Ketika anda mencari anggota, apakah anda tidak berkampanye? Tentu saja itu jelas dilakukan. Maksud saya disini adalah, jangan disamakan dengan lembaga politik yang ekstra,” ucapnya.

Kami juga sempat menanyakan terkait HMI MPO yang menurut orang-orang sekitar kesannya diistimewakan oleh UII. Menurutnya, HMI MPO diistimewakan karena sejarahnya yang melahirkan orang-orang kritis, implisit, dan juga menciptakan generasi dan meneruskan bangsa sesuai dengan visi UII sendiri.

“Kalau zaman saya dulu itu, HMI-lah yang melahirkan orang-orang yang ada di dalam lembaga. Sekarang kok jadi kayak gini? Saya juga tidak mengerti,” ungkapnya.

Ketika Jamil masih menjabat sebagai Wakil Rektor III, ia membuat SK terkait larangan organisasi non KM UII berkecimpung dalam agenda Kuliah Perdana, Pesta dan Pekta. SK tersebut dilahirkan agar mahasiswa baru tetap netral, menghindari adanya sentimen iri terhadap organisasi intra, dan juga menjaga suasana kampus agar tetap kondusif.

“Memang saya yang membuat aturan organisasi non KM UII memang enggak boleh ikut campur, supaya mahasiswa baru tetap steril. Setelah dia murni menjadi mahasiswa UII, silakan dia memilih,” lanjutnya.

Selain SK tersebut, Jamil juga pernah membuat SK tentang larangan organisasi non KM UII disediakan fasilitas untuk memamerkan organisasi tersebut saat kulper dan Pesta. Jamil mengatakan bahwa jika organisasi ekstra disediakan dan difasilitasi tempat oleh panitia ataupun pihak kampus, ia sangat tidak setuju dan menurutnya itu adalah tindakan yang tidak benar. “Tapi kalau dia bawa spanduk sendiri, meja sendiri, itu boleh-boleh saja,” tambahnya.

Jika hal itu benar-benar terjadi pada saat zaman Jamil menjabat sebagai WR III, ia akan memberi sanksi terhadap panitia kulper dan juga panitia penyelenggara Pesta.“Kalau saya sih langsung saya panggil semuanya, karena melanggar peraturan. Saya kasih sanksi, entah itu sanksi ringan, sedang, dan berat,” tutupnya.

Hingga pada akhirnya kami berupaya untuk menemukan SK tentang larangan organisasi non KM UII seperti yang dikatakan oleh Jamil. Dalam hasil reportase kami yang berupaya mencari SK tersebut, kami sama sekali tidak menemukan adanya SK tertulis yang dimaksud oleh Jamil. Di dalam SK tersebut, sama sekali tidak ada yang menyinggung terkait tentang larangan organisasi ekstra di UII.

Kami hanya menemukan SK Rektor No. 395 /Rek/10/BEH/II/206, yang berisikan tentang larangan penggunaan nama Universitas Islam Indonesia pada identitas organisasi sosial-kemasyarakatan dan partai politik. Surat itu diedarkan dalam rangka menjaga reputasi dan nama UII sebagai institusi pendidikan netral yang tidak terafiliasi dengan organisasi apapun.

Setelah itu, kami kembali menemui Rohidin yang sedang ditemani oleh Beni Suranto selaku Direktur Kemahasiswaan UII. Di ruangannya, kami kembali membicarakan tentang SK DIKTI Nomor: 26/DIKTI/KEP/2002 dan juga regulasi untuk organisasi-organisasi ekstra yang ada di UII.

Rohidin mengatakan bahwa tidak ada yang salah terkait SK DIKTI yang berisi larangan tentang adanya pendirian sekretariat dan juga agenda politik praktis di dalam kampus. SK DIKTI tersebut dijadikan acuan untuk kampus dalam membuat regulasi. Rohidin juga menjelaskan bahwa perlu ada pertimbangan nilai-nilai dalam melaksanakan regulasi tersebut.

“Kita paham betul tentang regulasi seperti itu, tapi dalam pelaksanaannya, kita butuh kebijakan yang mempertimbangkan nilai-nilai yang ada, seperti sejarah dan yang lainnya,” ungkap Rohidin.

Beni ikut menjelaskan seputar problematika yang dihadapi oleh organisasi intra dan ekstra, yaitu ketidakjelasan terkait regulasi yang ada. Ketika regulasi tersebut tidak ada atau tidak tertulis, maka langkah paling taktis digunakan, seperti kebijakan yang diambil oleh orang-orang terkait. “Ketika nanti ada regulasi, meskipun tidak cocok, tapi semua setuju. Setidaknya, ada kepastian,” lanjut Beni.

Rohidin menambahkan bahwa regulasi hal terkait, sudah disediakan pihak rektorat. Gunanya untuk menghadapi hal-hal terkait yang nantinya tidak lagi membutuhkan suatu kebijakan yang akan menimbulkan sentimen seperti saat ini.

“Yang jelas kita harus punya regulasi terkait organisasi kemahasiswaan, intinya sudah kita buatkan, tinggal menunggu senat,” tuturnya.

Beni juga menambahkan bahwa kuliah perdana sama sekali tidak ada kaitannya dengan spanduk dan videotron yang di pasang oleh HMI MPO. Menurut Beni, posisi baliho yang berada persis di depan Auditorium Kahar Muzakkir membuat asumsi sentimen muncul seakan-akan spanduk yang dipasang oleh HMI MPO sangat berhubungan erat dengan kuliah perdana.

Berbeda dengan Jamil yang tidak menyetujui ketika organisasi ekstra diberi fasilitas stan saat kulper. Beni sempat menawarkan kepada 11 organisasi non KM UII, dengan syarat harus memenuhi izin dan juga administrasi yang sesuai diberikan oleh pihak rektorat.

“Waktu itu, kalau enggak salah hanya ada sembilan organisasi yang bisa mengisi. Menwa, mobil listrik, CLI, UII MUN, korp dakwah, PIK-M AUSHAF, HMI, dan sisanya saya lupa,” tuturnya.

Menurut Rohidin, HMI MPO sudah melewati ketentuan kebijakan yang ada ketika mendirikan stan, videotron, dan poster. Beni pun turut menjelaskan mekanisme inti dari perizinan tersebut.

“Intinya filter awal itu di DPM. Ketika DPM setuju, baru dipertimbangkan oleh wakil rektor,” timpalnya. Setelah mendapat izin dari DPM UII maupun Wakil Rektor III, HMI MPO pun memberikan surat permohonan izin pendirian stan ke Pengelola Fasilitas Kampus (PFK), dan permohonan izin ke Humas UII terkait videotron. Baik PFK maupun Humas nantinya akan meminta pertimbangan kepada Wakil Rektor III.

Kami juga turut mempertanyakan tentang SK larangan organisasi ekstra yang masuk ke dalam kampus seperti yang dikatakan Jamil. Beni menerangkan bahwa pada saat itu, hanyalah pada tahap taraf kebijakan rektorat saat itu, belum ada aturan tertulisnya.

“Sepengetahuan saya selama di kemahasiswaan WR III Pak Jamil, itu masih level kebijakan, belum ada aturan tertulisnya,” ungkapnya.

Reporter: M. Rizqy Rosi M, Nurcholis Ma’arif, Ika Indah Pratiwi, Hana Maulina Salsabila, Audy M. Lanta, Armarizki Khoirunnisa D.

Editor: Hana Maulina Salsabila

Skip to content