Trisuci Waisak Membuka Cakrawala Pengharapan Baru

Setiap umat Buddha harus memiliki sifat kerendahan hati.

Umat Budha dari berbagai umat melakukan ritual dalam rangka perayaan Tri Suci Waisak di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah (25/5). Tri Suci Waisak mempunyai arti memperingati kelahiran, mencapai kesempurnaan dan kematian sang Budha. (Foto oleh: Revangga Twin T.)

Umat Budha dari berbagai umat melakukan ritual dalam rangka perayaan Tri Suci Waisak di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah (25/5). Tri Suci Waisak mempunyai arti memperingati kelahiran, mencapai kesempurnaan dan kematian sang Budha. (Foto oleh: Revangga Twin T.)

Oleh: Yuyun Novia Sari

Magelang, Himmah Online

Peringatan Trisuci Waisak kembali dirayakan oleh umat Buddha di seluruh Indonesia. Bertempat di Candi Mendut, Magelang, Jawa Tengah (25/5), seluruh umat Buddha yang berada dari wilayah Jawa Tengah, luar jawa maupun mancanegara telah memadati area sekitar Candi Mendut. Pukul 09.00 WIB tepat, acara dimulai. Panitia membagikan dupa kepada peserta. Dilanjutkan dengan menyanyikan lagu pendupaan, atau yang biasa disebut puja dupa. Ketua Panitia, Arif Harsono  menyampaikan sambutannya, ia mengatakan tema yang diangkat pada perayaan Waisak 2557 BE adalah  “Dengan Semangat Waisak Kita Tingkatkan Kesadaran Untuk Terus Berbuat Kebajikan” dengan sub tema yaitu “Sucikan Pikiran, Tingkatkan Kebajikan, Kehidupan Menjadi Harmonis”. Disebutkan pula dalam sambutannya bahwa Trisuci Waisak membuka cakrawala pengharapan baru serta menjadikan sang Buddha sebagai teladan bagi umat Buddha.

Pemberian sambutan diakhiri oleh sambutan dari Dirjen Bimas Buddha, Kemenag RI, Joko Wuryanto. Ia menuturkan bahwa sehari sebelum acara peringatan Waisak ini telah dilakukan pengambilan air dan juga api. Air dalam hal ini melambangkan kerendahan hati, sikap yang selalu merendah, dan sikap tepo sliro. Sifat itulah yang juga harus ada pada setiap umat Buddha. Sedangkan api merupakan lambang yang memancarkan cahaya gemerlapan, menghapus keadaan suram menjadi terang, dan memberikan semangat menembus ketidaktahuan dalam kehidupan.

Seusai pemberian sambutan, peserta yang tergabung dalam 9 majelis secara bergantian membacakan doa-doa yang ingin dipanjatkan. Setelah pembacaan doa-doa, prosesi selanjutnya yaitu perjalanan dari Candi Mendut menuju Candi Borodubur. Dalam prosesi tersebut turut dibawa pula sarana puja berupa air, api, benda-benda suci keagamaan, relik sang budha, kitab suci, bendera merah putih, bendera buddhis dan pataka-pataka para majelis . Hal ini dilakukan dengan harapan bangsa dan negara Indonesia mendapat berkah dari tuhan yang maha esa.

Reportase bersama: Hernita Bacing

Skip to content