Himmah Online – Generasi sandwich adalah generasi usia produktif yang menanggung beban dua generasi, yakni generasi di atasnya dan generasi di bawahnya. Posisinya tersebut dapat menghalangi produktivitas di usianya, terlebih lagi di Indonesia jumlahnya cukup banyak. Hal tersebut dapat menjadi penghambat dalam optimalisasi peluang bonus demografi.
Istilah generasi sandwich pertama kali diperkenalkan pada tahun 1981 oleh Dorothy A. Miller, seorang profesor sekaligus direktur praktikum Universitas Kentucky, Lexington, Amerika Serikat.
Generasi sandwich merupakan sebutan untuk orang-orang produktif yang memiliki peran ganda. Mereka harus memenuhi kebutuhan hidup orang tua yang lanjut usia, keluarga inti, dan dirinya sendiri secara bersamaan. Kondisi tersebut diumpamakan, seperti isian sandwich yang terhimpit di antara dua lapisan roti.
Roti lapisan atas diibaratkan sebagai orang tua (generasi atas), sedangkan lapisan bawah sebagai anak (generasi bawah). Kemudian, isian sandwich berupa daging dan sayur yang terhimpit diantara lapisan roti tersebut merupakan orang dewasa (generasi tengah).
Carol Abaya, seorang pakar dalam masalah penuaan dan perawatan lansia, mengidentifikasi generasi sandwich berada pada rentan usia 40 tahun ke atas dan berada pada usia produktif. Kemudian, Carol membagi generasi sandwich berdasarkan perannya menjadi tiga kategori.
Pertama, traditional sandwich generation, yakni orang dewasa berusia 40 hingga 50 tahun yang terhimpit di antara orang tua dan anak. Generasi ini harus memikul beban orang tua berusia lanjut dan memenuhi kebutuhan finansial pasangan serta anak-anaknya.
Kedua, club sandwich generation, yaitu orang dewasa berusia 30 hingga 60 tahun. Generasi ini harus menanggung beban orang tua, anak, cucu (jika telah memiliki), dan generasi di atas orang tuanya, yaitu kakek atau neneknya (apabila masih hidup).
Ketiga, open faced sandwich generation, yaitu siapapun yang telah berkeluarga, tetapi belum memiliki anak terlibat dalam pengurusan orang tua yang telah lanjut usia secara tidak profesional.
Hubungan Sandwich Generation dan Bonus Demografi
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2022 mencapai 275,77 juta jiwa. Dari total tersebut, di antaranya penduduk usia produktif (15-64 tahun) mencapai 69,25% dan penduduk usia non produktif, yakni penduduk usia belum produktif (0-14 tahun) mencapai 24% serta penduduk usia tidak produktif (65 tahun ke atas) mencapai 6,74%.
Adapun persentase generasi sandwich di Indonesia berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan Kompas pada 9-11 Agustus 2022 terhadap 504 responden dari 34 provinsi di Indonesia, menunjukkan bahwa 67% responden termasuk kelompok generasi sandwich. Kelompok ini terdiri dari berbagai kelompok usia, mulai dari generasi Z hingga baby boomers.
Data generasi sandwich tersebut kemudian tersebar pada berbagai tingkatan kelompok ekonomi, dari yang teratas hingga terbawah. Generasi sandwich tersebut berasal dari keluarga ekonomi atas sebanyak 2,7%, ekonomi menengah atas sebanyak 16,3%, ekonomi menengah bawah sebanyak 44,8%, dan ekonomi bawah sebanyak 36,2%.
Menurut Anggorowati, dalam penelitian yang dilakukan Suharyono dan Hadiningrat (2023), posisi generasi sandwich di satu sisi mereka termasuk kelompok usia produktif, tetapi disisi lain produktivitas mereka terhambat karena beban yang harus ditanggungnya. Beban itulah yang dapat menjadi penghambat optimalisasi peluang bonus demografi.
Peningkatan penduduk usia produktif akibat bonus demografi dapat berdampak positif bagi perekonomian dan kesejahteraan negara, jika dikelola dengan baik dan berakhir dengan pendapatan per kapita yang tinggi. Penduduk lansia akan mampu memenuhi kebutuhan finansial dari tabungannya, sehingga tidak bergantung kepada generasi di bawahnya.
Namun, penduduk usia produktif akan menjadi bencana atau beban negara apabila terdapat banyak penduduk usia produktif tidak berkualitas dan menganggur. Hal tersebut disebabkan oleh terbatasnya keterampilan maupun lapangan pekerjaan sehingga akan menimbulkan masalah sosial, seperti kesenjangan sosial-ekonomi, kemiskinan, dan kriminal.
Lalu, setelah bonus demografi berakhir, penduduk non-produktif akan mengalami peningkatan dan menjadi tanggungan kelompok usia produktif. Artinya, kelompok generasi sandwich bisa saja mengalami peningkatan pesat. Hal tersebut lantaran Indonesia memasuki periode aging society, yaitu proporsi penduduk lansia terus meningkat, tetapi proporsi penduduk muda mengecil.
Sebaliknya, di era tersebut, Indonesia akan kesulitan mengatasi perekonomian negara apabila kualitas sumber daya manusianya tidak disiapkan dengan baik. Akibatnya, setelah 2040, akan terjadi ledakan generasi sandwich.
Dari hal tersebut, pemerintah dan masyarakat harus bekerjasama untuk keluar dari kondisi peran ganda. Pemerintah perlu memberikan program pelatihan dan pendidikan kepada generasi sandwich, memberikan jaminan sosial, layanan finansial, kesehatan kepada lansia, serta memberikan akses pendidikan dan kesehatan kepada anak-anak maupun remaja yang menjadi tanggungan generasi sandwich.
Dengan adanya bantuan tersebut, harapannya beban generasi sandwich akan berkurang, sehingga mereka dapat semakin produktif dan berdaya saing tinggi dalam era bonus demografi. Strategi tersebut akan membantu untuk mewujudkan Indonesia emas 2045, bertepatan dengan 100 tahun kemerdekaan Republik Indonesia.
Dimana pada tahun tersebut, The Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), memperkirakan ekonomi Indonesia akan mencapai US$ 8,89 triliun dan menempati posisi keempat sebagai ekonomi terbesar di dunia.
Reporter: Himmah/Nurhayati
Visualisasi Data: Himmah/Nurhayati
Editor: Jihan Nabilah