Dari HIMMAH untuk Negeri : Berkarib dengan Sejarah

Peter (kiri) dan Kindy (kanan) menjadi pembicara di acara berkarib dengan sejarah yang selenggarakan oleh LPM Himmah UII, Senin (18/08) di Warkop Bardiman. (Foto oleh: Revangga Twin T.)

Peter (kiri) dan Kindy (kanan) menjadi pembicara di acara berkarib dengan sejarah yang selenggarakan oleh LPM Himmah UII, Senin (18/08) di Warkop Bardiman. (Foto oleh: Revangga Twin T.)

Oleh : Dian Indriyani

Condong, HIMMAH ONLINE

Sebagai bentuk partisipasi dalam merayakan kemerdekaan Indonesia ke 69, pada tanggal 18 Agustus 2014 Lembaga Pers HIMMAH Universitas Islam Indonesia mengadakan acara diskusi dengan tema “Berkarib dengan Sejarah”. Acara ini berlangsung di Warkop Bardiman dengan menghadirkan 2 pembicara, yaitu Peter Kasenda (Sejarahwan dan Penulis Buku) dan Betriq Kindy Arrazy (Pimpinan Redaksi Manifesto YIPCI) yang membongkar seperti apa dapur penulis professional hingga pers mahasiswa dalam membingkai sejarah.

Dalam bahasannya, Peter memberikan tips menulis sejarah. Bahwa sangat penting mencari bahan yang bersumber dari koran, memoar, narasumber (cerita pelaku atau saksi), catatan harian seseorang, arsip, dan buku sekitar peristiwa tersebut. “Setidaknya, minimal ada 100 buku yang saya baca baik sebagai referensi atau kutipan.” ungkap Peter. Beliau memperingatkan agar kita berhati-hati dalam memilih sumber sejarah yang dapat dipercaya karena baik metode yang digunakan, serta kepentingan kelompok yang satu dengan lainnya dapat berbeda.

Sedangkan Betriq lebih menjelaskan bagaimana cara melawan media mainstream. Menurutnya, terjadi pergeseran kepentingan antara kebijakan media dan publik semakin sedikitnya pluralitas informasi serta kurangnya independensi jurnalis karena munculnya jaringan media pasca reformasi. Selain itu, pasar bebas juga memicu berkurangnya perdebatan yang rasional dan media yang masuk lebih dekat untuk kepentingan politik tertentu. “Sehingga, butuh 3 aktor dari percaturan media massa, yaitu masyarakat yang bertugas memantau media, pasar atau kelompok capital yang mempunyai kuasa membentuk media dan negara sebagai regulator serta fasilitator untuk menengahi masyarakat dan pasar.” lanjut Betriq.

Beberapa pertanyaan dilontarkan dari peserta diskusi. Salah satu perwakilan dari PPMI yaitu Somad yang menanyakan bagaimana metodologi seorang sejarawan dalam menuliskan sejarah. Menanggapi pertanyaan tersebut, Betriq mengatakan bahwa semua penulis kiranya perlu merefleksikan kehidupan sehari-sehari dengan menulis hal-hal sepele seperti diary yang sangat berguna untuk dipublish, berdampak baik dan memberikan perubahan besar beberapa tahun mendatang.

Azmi, mahasiswa Fakultas Ekonomi UII juga bertanya seberapa besar pengaruh media dan berapa persen keabsolutannya. Menjawab hal itu, Peter menilai setiap media punya ideologi yang pada dasarnya tidak selalu sama, dengan sumber dan kepentingan yang berbeda-beda. Maka dari itu cara pandang penulis sangat mempengaruhi pembaca.

Skip to content