Pertunjukan Wayang Kulit

Darnuji girang bukan kepalang. Pasalnya, pria 43 tahun itu berhasil terpilih sebagai anggota DPRD tahun ini. Setelah empat kali nyalon dan selalu gagal, akhirnya pada pencalonan kelima dia berhasil terpilih menjadi salah satu anggota dewan di kota kelahirannya. Dia diusung oleh Partai Gajah Merah yang sebelumnya menjadi partai rivalnya. Itulah dunia politik. Kerap tak terduga. Tak dinyana. Penuh kejutan. Penuh intrik. Sesekali dipoles adegan drama yang bikin penonton merasa melow dan mewek dibuatnya padahal hanya akting belaka. 

Dalam dunia politik, orang yang dulu pernah menjadi musuh bebuyutan, kelak pada suatu saat bisa menjadi sahabat yang sangat erat macam kerabat. Sebaliknya, yang dulu berkarib mesra, pada akhirnya menjadi lawan dan musuh yang tampak nyata di depan mata. Intinya, dalam dunia politik, jangan pernah sekali pun memuja seseorang secara berlebihan. Karena pada suatu hari nanti, terlebih dalam kondisi darurat, watak orang tersebut bisa berbalik ratusan derajat; berubah menjadi sosok menjijikkan. 

Sebagai bentuk tasyakuran, rencananya Darnuji akan menggelar pertunjukan wayang kulit semalam suntuk di halaman rumahnya yang cukup luas. Di daerah kami, pertunjukan wayang kulit memang biasa digelar oleh mereka; orang-orang yang terpilih menjadi anggota dewan, bupati, dan lurah. Bahkan yang baru diangkat jadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) juga tak jarang mengadakan syukuran dengan menggelar seni budaya Jawa yang keberadaannya saat ini masih cukup diminati sebagian masyarakat, khususnya para generasi tua. 

“Mas, pertunjukan wayang kulit itu dananya besar, lho. Apalagi kalau ngundang dalang terkenal. Belum segala tetek bengeknya, nyiapin tarub, prasmanan dan kudapan segala macam, itu butuh biaya yang sangat banyak. Mas tahu kan, uang sisa nyalon kemarin tinggal sedikit,” keluh Murniati, istri kedua Darnuji yang masih muda dan cantik saat Darnuji menyampaikan rencananya.

Darnuji memang memiliki istri dua. Istri pertama, Sutirah–sudah berusia tua tentu saja–tepatnya seumuran dengannya dan tinggal di kampung halaman, sekitar 20 kilometer jaraknya dari kediaman mewah Darnuji saat ini. Sementara Murniati, yang baru dinikahinya tiga bulan lalu secara siri, tinggal bersama Darnuji di rumah megahnya di dekat kota. Mereka berdua memastikan dan sangat yakin bila Sutirah tak tahu menahu tentang hal ini. 

Selama ini, mereka yakin telah sukses bermain drama secara profesional. Ya, karena ketika Sutirah bertandang dan menginap di rumah megah Darnuji, Murniati menyamar sebagai pembantu rumah tangga. Selama ini, Sutirah tak pernah sekalipun menampakkan gelagat mencurigai atau mencemburui keberadaan Murniati. Mungkin, tebak Darnuji dan Murniati, karena dia bukanlah satu-satunya pembantu di rumah tersebut. Ada enam orang pembantu Darnuji, tiga perempuan, tiga laki-laki, dengan tugas yang berbeda-beda. Ada yang khusus menyapu dan mengepel lantai rumah, memasak di dapur, merawat kebun, dan sopir pribadi yang akan siap siaga mengantarkan Darnuji pergi sesuka hati. Murniati sendiri pura-pura berperan sebagai pembantu yang bertugas sebagai tukang bersih-bersih rumah, membantu Bik Asih, perempuan sepuh yang sering terlihat kewalahan mengepel dan menyapu rumah Darnuji yang begitu besar setiap hari.       

“Kamu tenang saja, Mur. Aku masih ada dana suntikan dari Partai Gajah Merah,” ujar Darnuji dengan santai sambil mengisap cerutunya.

Eman, Mas. Mending uangnya buat keperluan lain saja, daripada dibuang sia-sia buat pertunjukan wayang kulit,” Murniati berusaha memberi saran. Tentu saja saran tersebut hanyalah bualan alias sekadar basa-basi. Sebab rencana yang tertata rapi di kepala Murniati saat itu adalah bagaimana caranya agar kucuran dana dari partai tersebut sebagiannya dapat dia kuasai. Sudah lama dia ingin membeli perhiasan dan tas branded seperti yang dimiliki oleh beberapa teman wanita sosialitanya yang kerap memamerkan barang-barang mewahnya melalui akun Instagram. Murniati berharap bisa mengeruk sebanyak mungkin harta miliki suaminya yang lebih cocok dijadikan sebagai bapaknya itu. Asal kalian tahu, kalau Darnuji bukan orang berduit, mana mungkin dia sudi menikah dengannya, secara siri pula.

Hahaha. Kenapa harus eman, toh uang tersebut dari partai. Bukan uang milikku. Besok, kalau aku sudah dilantik dan bekerja sebagai anggota dewan, uang puluhan juta itu ndak ada artinya, Mur. Banyak banget proyek yang persenannya bernilai ratusan juta bahkan miliaran dan bisa aku peroleh dengan sangat mudah,” lanjut Darnuji dengan raut meremehkan, sambil menjentikkan jari kelingkingnya.   

“Iya kah, Mas? Wah, baguslah kalau begitu,” kecemasan di wajah Murniati pun berangsur menghilang. Berganti dengan senyum dan raut semringah. Sementara kepalanya semakin disesaki rencana-rencana yang sama busuknya dengan Darnuji. 

***

Singkat cerita, pertunjukan wayang kulit dengan mengundang salah satu dalang andalan dari kota sebelah itu benar-benar digelar. Selepas Magrib, rencananya pagelaran wayang kulit tersebut akan dimulai. Sebelum dimulai, tentu saja ada acara sambutan-sambutan dari wakil tuan rumah dan orang-orang penting yang ada di daerahnya. Seperti sambutan dari bapak kepala desa, pihak aparat, dan juga ketua umum Partai Gajah Merah. 

Tengah malam, ketika pertunjukan wayang kulit sedang seru-serunya, tiba-tiba Darnuji merasakan perutnya sangat melilit. Merasa tak kuat dengan sakit di perutnya, buru-buru dia bangkit dari kursi bagian depan. Sambil memegangi perutnya dan tetap berusaha tersenyum kepada para tamu, dia membelah keramaian menuju salah satu kamar mandi di rumahnya. 

Tanpa Darnuji sadari, di ujung panggung dengan dada berdebar Sutirah memerhatikan setiap gerik suaminya. Senyum samar tersungging di kedua celah bibirnya. Ada kepuasan terpancar dari raut wajahnya yang kini mulai banyak dihiasi keriput. Dia bergumam dalam hati, semoga rencananya malam ini berhasil. Rencana yang telah disiapkan jauh-jauh hari untuk membalaskan rasa sakit hatinya karena telah dikhianati oleh lelaki yang selama ini dia kira akan setia sehidup semati. 

Darnuji dan Murniati rupanya lengah. Mereka berdua terlalu percaya dan yakin dengan kepolosan Sutirah. Mereka menganggap Sutirah adalah perempuan kampung yang begitu mudah untuk dikelabui. Mereka sama sekali tak mengira bila selama ini Sutirah sudah menaruh curiga dengan hubungan terlarang mereka. Justru Sutirah lebih cerdik. Sejak kali pertama melihat keberadaan Murniati di rumah suaminya, Sutirah langsung berpikir, “Mana mungkin ada perempuan secantik Murniati sudi jadi babu, bodoh sekali aku jika sampai percaya begitu saja dengan alasan perempuan sundal itu”.

Di tengah gema talu gamelan dan para sinden yang sedang khusyuk menembang, Sutirah mendengar suara-suara gaduh di dalam rumah. Gaduh yang berasal dari kepanikan orang-orang yang sedang berusaha menolong Darnuji yang tiba-tiba pingsan sebelum masuk kamar mandi. 

“Racun di cangkir kopi bajingan itu rupanya bekerja dengan baik,” Sutirah bergumam lirih seiring lengkung samar dari kedua sudut bibirnya yang sengaja dipolesi lipstik warna merah darah. 

Sutirah buru-buru menelan senyumnya dan berusaha menampakkan wajah panik. Malam ini, dia harus sukses berakting; memerankan dua tokoh sekaligus; antagonis dan protagonis di depan orang-orang dan suaminya yang bajingan itu. Sambil menaikkan kain jariknya agar bisa leluasa melangkah, dengan raut panik Sutirah berjalan tergesa membelah kerumunan. Memasuki rumah megah itu dan berakting selayaknya istri yang nyaris ditinggal mati oleh suami. Sutirah menjerit histeris sementara hatinya tertawa-tawa saat melihat kondisi tubuh suaminya kejang-kejang dengan mulut bersimbah busa.  

***

Puring Kebumen, 11 September 2019.

Skip to content