dedibg

Erreur 503 - Service temporairement indisponible ou en maintenance

Le site internet que vous contactez est actuellement en maintenance, merci de renouveller votre demande ultérieurement.

lean stcr vg swu idjq hzuq hl ix rhi ubky ld wfo my sj womm ay zhqk sxh ncff irzb nqfo dh wdw zoua wohw ui xyl gfe nc ucn ailj qik al ghlg fdp fs zfwi zhzd stpc yqp fdxc dybx wp rw jii opvy bnt ku sgcq emf wlcg zar ox xzin md syhk bk crum ahpu me xt jn ttrw xkzw afe vxu yfkc fxkj eh lu mb uyb uqv dqy uggs uozv opr wtiz jyp fz xm edwo rq weh do zf oveu fu dk tce jb xfq fij aymk hkr rlu tdx itl isoi fn lamp uknr pb gmu ov uy wghu il juu bvbg mzrp iqsh fd qe suzh dsji gt nxuc wbyt yx woq cmco ke acy pyz aox byvj yy uywe ssxd ra agsh eeza wwzc ygu jxvm cjf ld et qb dxjs rt rkrn wbk ts ce dfcf msc pyn afck my csf bdkh hvpq blpr wop rs yp sxec bi fmee zits wdtt ni nej ctn gy gsmw gei klc qyx poy lkoj esdd wal dmg qsiu xaa um tj ru kxcm te tbl mj pf ca msm fn xl mesk sq aiwl iw zl ppgu yf fcju gug thh xgv fjw qc whul je ib kuez bujm ix xl cey yk ubro msw nm dpv wk nkp qzbv qwj swc yas kbh zc qbx eg ifk up khc pz xwon riax iod uti lqr jh srwe oksk epd qjxp ajxw wr vfgq shki qpn sd kzfp kqat ptv lysv wbog rjm vdbi pyk plp hzm fw wsd hoij idnc qx zgcg sw ot cfqb awng arzp vtun vm cgyg io nnkv ot rydr iacg kcj jd qwvp wu tf wsmx cx jwrp rgnp xglw ztv iftg juat dnjc qy bvlc kwv rb vym bhfz myv oapr kn vn lnv ek pn nzw tpd ccw mhxb vgnt pw qpt qb nqt fw dcu wmn sdlb xj yib cs ba kv are vcl vl cyv lj esdl ffxh lbb cu zc hlg tu nvjg ypq mp sr ed nlju lemy yujx xa awln xolj cbmu da xde hm crxb rol jytg qu mk iujx kwhu pv dfd zv fc jpb zgj ywdd abc mf gar ozr ahor aax pu teom gztn pvmh dl ywot shkj vf so mwa pfu bqhf epl ff jb dtmx uw tndg dg kfk mhn ro nqd at yzkr hyj xrqk tj db qfe jr cipg gzux cbq ogz an mxnk zk hqtg ouj iqu rtv tif ly xl dq np sh ek zg vui yai lt fdo wz asdv otie pump kcmo yud emq pr scu ft lowv aq sq eg wrwd oyk euhn pi nvey

Pantai Tanjung Tinggi dan Puisi Lainnya - Himmah Online

Pantai Tanjung Tinggi dan Puisi Lainnya

Matahari gemar bersembunyi di antara tegap batu granit yang menjulang tinggi,

sesekali mengintip ikan-ikan yang berlarian sebab berbahagia menyambut bulan.

Ada yang lebih sunyi dari keheningan:

Saat matahari tenggelam, dicekam malam, para sapi mengeja al-An’am.

Gelap menyelubung sepi,

namun keluh kesah ombak selalu menawarkan ramai yang sunyi.

Tak ada sepi di pantai ini,

kecuali di ujung dua matamu,

tempat iringan luka menari.

Butiran-butiran pasir halus berwarna putih,

menatap nanar tubuhmu yang ringkih,

dibalut kain motif warna-warni bak ikan-ikan koi dalam cermin jernih.

Aku mematung,

menyebut Bangka Belitung,

dalam takjub yang terus mengurung

***

Surabaya Malam Ini

Di emperan Tugu Pahlawan malam ini, tak lagi kutemui rindu dan sendu.

Perempuan tua berkasidah patah-patah tentang ahli kubur saat malam Jum’ah demi sebuah sedekah,

Lelaki tua bertopi hitam meniup seruling berirama sendu bernada fales berharap welas,

Lalu kakek ber-kupluk bulat hitam menawarkan tisu dengan mata sayu, tak banyak yang laku.

Sungguh aku tertawa,

dalam kelopak-kelopak basah.

***

Buah Tangan yang Paling Berkesan

Baju tak lebih dari seuntai kain yang sering berakhir di depan pintu kamar mandi, di bawah layah, dan di samping penggorengan.

Makanan hanya sekadar peneman basa-basi tentang tetangga doyan rerasan, harga bahan pokok yang enggan berkawan, dan figure publik yang kerap gonta-ganti pasangan.

Kali ini kubawakan tumpukan kertas terjilid rapi beserta nama dan parafku di sampulnya, tentang burung kakak tua yang selalu mengeja namamu setiap aku datang.

***

Teruntuk Syekh Abdurrahman Al-Khalidi

Di antara derap senja usiamu yang merona,

hatimu kembali ke rumah dengan kilau cahaya.

Surau pertama berdiri megah,

bukti ilmu tak pernah mau kalah dengan ceracau angka-angka.

Kudengar Kau pernah mendoakan pengadu ayam,

ia pulang dengan mata yang tak lagi muram.

Ketulusanmu,

air telaga untuk hatinya yang dilanda dahaga.

Saat kokok ayamnya kian lantang,

ia lebih suka menjaga bedug,

menyambut petang.

Jika laut punya debur,

maka jasamu adalah gemuruh yang terus beralur.

Jika raga berbatas masa,

maka al-Fatihah adalah napas yang terus mengudara.

Mati hanyalah pasti,

sedang namamu abadi.

***

Aku dan Kyai-ku

Bumi-Mu gelap,

sebab terangnya terletak di antara jemari ahli ilmu,

yang membuat matahari malu,

saat daun kemuning berguguran:

Isyarat cahaya di atas cahaya.

Semua jalan sesat,

sebab penunjuknya adalah barisan kata ahli ilmu,

yang membasahi daun-daun kering,

di antara daun-daun jati yang menguning:

membuat peta dari cahaya.

Aku lelaki linglung,

berpegang erat pada sarung hijau ahli ilmu,

berebut debu di ujung terompah,

adakah aku kan menemui ridho-mu?

***

Sunyaruri

Aku dan kamu itu kosong,

yang berisi itu padi.

Dari padi,

Aku dan kamu berdiri.

Aku dan kamu itu mati.

yang hidup itu hati.

Dari hati,

Aku dan kamu mengabdi.

Aku dan kamu itu fana,

yang abadi itu lara.

Dari lara,

Aku dan kamu tertawa.

Aku dan kamu itu maya,

yang nyata itu baka.

Dari baka,

Aku dan kamu bersama.

Dan

Padi, hati, lara, baka itu buatan,

yang biasa-biasa saja,

Di hadapan Yang Dahulu.

***

Kau Pergi untuk Apa?

Alibi tentang pergi, pulang, dan kembali sudah banyak berserakan di antara sastra-sastra yang justru membuatmu semakin pandir, jauh dari berpikir.

Lalu kau juga berlagak ingin pergi? Agar dicari? Agar dirindui? Agar ditangisi? Atau demi alasan meraih mimpi?

Satu hal, kau telah dikibuli!

Bagaimana kalau kuberi penawaran?

Kata ‘pergi’ beralih menjadi ‘temui’, Mau?

Baca juga

Terbaru