Kotoran anjing di lorong rumah itu selalu ada lagi dan lagi walaupun sudah dibersihkan. Pelakunya adalah anjing yang menggemaskan sekaligus nakal bernama Borass. Cleo (Yalitza Aparicio) yang selalu setia membersihkan kotorannya ─dan memang itu tugasnya sebagai pembantu rumah tangga. Setelah selesai dengan urusan kotoran anjing, seabrek urusan lain sudah antre menunggu, mulai dari membersihkan kamar empat anak pasangan suami istri majikannya, sampai mencuci pakaian di atap rumah.
Satu pekerjaann dengan pekerjaan lain berantai tanpa putus. Termasuk membangunkan anak-anak bernama Sofi, Paco, Tono dan Pepe (Daniela Demesa, Carlos Peralta, Diego Cortina autrey dan Marco Graf) sampai menidurkannya lagi. Cleo bak anggota keluarga saking akrabnya dengan anak-anak. Cleo berasal dari desa di negara bagian selatan Oaxaca. Dia wanita pribumi yang bekerja untuk majikan kulit putih yang kaya. Sesekali dia juga dimarahi oleh majikannya, Sofia (Marina De Tavira), dalam hal remeh-remeh misal kotoran anjing yang membuat suaminya, Antonio (Fernando Grediaga), tidak nyaman. Semacam rantai eksploitasi.
Cerita dalam film “Roma”, pemenang film terbaik dalam Venice Film Festival dan nominasi Golden Globe kategori film berbahasa asing ini sangat realis. Ceritanya sederhana, tidak ada misteri yang harus dipecahkan, atau kejahatan yang harus ditumpas. Adegan-adegan yang ada murni keseharian banyak orang, realistis. Namun, menurut saya justru di situ kelebihannya. Penonton lebih mudah masuk dalam suasana film karena akrab dengan adegan per adegan.
Permasalahan hidup Cleo dan Sofia pun wajar terjadi dan tidak berlebihan. Cleo yang berpacaran dengan pria miskin dan penggemar bela diri bernama Fermin (Jorge Antonio Guerrero), merasa bahwa dia hamil. Di dalam bioskop mereka berciuman. Jeda antara ciuman, Cleo memberi tahu Fermin bahwa dia hamil. “Itu bagus bukan?” kata Fermin. Mereka melanjutkan ciumannya sampai Fermin izin ke toilet untuk beberapa saat. Sebelum ke toilet, Fermin menawarkan es krim ke Cleo. Namun Cleo menolak. Fermin pergi, dan tidak kembali lagi.
Cleo bercerita kepada Sofia bahwa dia hamil dan pacarnya tidak mau bertanggungjawab. Sofia menenangkan dan membawa Cleo memeriksakan kandungannya ke rumah sakit. Sempat sekali dia mencari Fermin di tempat berlatih bela diri. Bukan tanggungjawab, namun bentakan dan ancaman dipukul yang dia dapatkan. “Jangan pernah menemuiku lagi,” kata Fermin sembari berlari mengejar truk untuk pulang.
Suasana di rumah juga hampir mirip. Antonio harus pergi beberapa minggu untuk urusan kantor. Sofia mengantar kepergian Antonio bersama dengan anaknya. Janji pergi yang hanya beberapa minggu menjadi berbulan-bulan. Tanpa kabar dan kiriman uang. Sofia selalu memberi alasan kepada anaknya bahwa ada urusan yang tertunda yang harus dikerjakan ayahnya. “Ibu sudah membeli kertas, silahkan tulis surat untuk ayah,” kata Sofia. Tidak ada tugas kantor, Antonio pergi bersama wanita lain.
“Kita sendirian. Apapun yang mereka katakan, kita sendirian,” kata Sofia suatu malam kepada Cleo.
Film yang mengambil latar Meksiko tahun 1970 ini beberapa kali memperlihatkan meja makan sebagai ruang diskusi keluarga. Mulai dari perdebatan khas anak kecil tentang film atau mainan, sampai memberi tahu bahwa si Ayah tidak akan kembali lagi ke rumah.
Film “Roma” kali ini dibuat Alfonso Cuarón berbeda dengan film sebelumnya, “Gravity” dan “The Children Men”. Cuarón membuat film ini dengan nuansa hitam putih. Teknik yang membuat suasana sendu dan emosional semakin mendalam. Detail visual memuat informasi sebagai pendukung cerita. Kamera senantiasa bergerak mengikuti gerak pemain, membuat kita bisa melihat permasalahan dari sudut pandang pemain sekaligus dari luar. Cuarón menggunakan keintiman dan monumentalitas untuk mengekspresikan kedalaman kehidupan biasa.
“Roma” adalah film otobiografi ─ini tidak dijelaskan secara eksplisit, Cuaron saat kecil. Dalam reviewnya, The New York Time menuliskan bahwa urutan dalam film ini merupakan hal memukau yang menakutkan secara visual dan secara emosional luar biasa. Dalam adegan tenggelam di laut, memunculkan perasaan besar hati dan pantang menyerah seorang makhluk dengan alam semesta yang cocok sebagai klimaks perjalanan keluarga.
Anda akan merasakan kehadiran Cuarón dan Cleo dalam adegan itu yang dengan tegas mendorong gelombang yang mengancam, gambaran yang dia ambil dari masa lalu dan dihidupkan kembali dalam ingatan. “Roma” didedikasikan untuk Liboria Rodríguez (“untuk Libo”) wanita yang membesarkannya di sebuah rumah seperti yang ada di film ini. Ada beberapa adegan dalam film ini yang memperlihatkan jet melintas di atas, sebuah visi yang mengarah ke kejauhan, masa depan yang bergerak, menunjukkan bahwa Cuarón tidak pernah meninggalkan tempat ini, para wanita, dan cintanya.
Sutrada kenamaan Indonesia, Joko Anwar, dalam akun instagram–nya menuliskan bahwa film ini mengingatkan alasannya menyukai film dan bekerja untuk itu. Roma sangat jujur, terbaik dalam model bercerita, dewasa dan penuh dengan rasa. Setiap adegan menyenangkan. “This is cinema heaven.”
Editor: Hana Maulina Salsabila