The Great Hack, Otak Kemenangan Trump dan Brexit

Judul Film: The Great Hack

Genre: Dokumenter

Sutradara: Karim Amer, Jehane Noujaim

Durasi: 113 Menit

Kita kembali ke masa kampanye Donald Trump pada pemilihan presiden tahun 2016. Ada sebuah ruangan khusus untuk Facebook, Google, beserta media sosial lainnya dalam tim kampanye Trump. Namun bukan mereka tumpuan utama kampanye. Otak dari kampanye adalah Cambridge Analytica, sebuah perusahaan analisis data.

Dalam masa kampanye itu, untuk mengiklankan materi kampanye, tim Trump menghabiskan satu juta dolar Amerika Serikat setiap hari. Bisa jadi itu wajar. Sampai sebuah laporan dari The Guardian dan The Obserser muncul. Dalam laporan kedua media tersebut mengatakan bahwa Cambridge Analytica diduga telah menyedot sekitar 50 juta akun Facebook pemilih Amerika secara ilegal pada 2014.

Pada penelusuran selanjutnya, data-data yang diperoleh dijadikan “senjata” untuk menentukan perilaku pemilih presiden, terutama bagi mereka yang masih berpotensi pindah pilihan (bukan pendukung fanatik atau semacamnya). 

Alurnya, Cambridge Analytica mengambil data secara real time, mulai dari nama, lokasi, jenis kelamin, penulisan komentar dan hal-hal yang “di sukai” pengguna. Setelah data masuk, analisis dilakukan agar bisa mengembalikan konten yang sesuai dengan target individu.

Konten-konten tepat sasaran inilah yang akan mengubah perilaku pengguna sesuai arahan tim kampanye. Bisa jadi saat kita bermain Facebook, kemudian ada saran situs, grup atau lainnya, itu salah satu bagian dari proses kampanye.

Cambridge Analytica mengklain bahwa mereka memiliki lima ribu data dari setiap individu di Amerika. Seperti diwartakan Time, awalnya Cambridge Analytica meminta informasi pengguna Facebook untuk kebutuhan penelitian akademik. Dari data itu, mereka bisa mengeksploitasi “kerentanan mental orang” dengan pesan politik yang ditargetkan.

Sasaran yang sering digunakan dalam mengubah perilaku pengguna lebih kepada kebencian dan ketakutan. Konten-konten untuk kampanye, yang juga tidak jarang palsu, paling banyak menyebar melalui aplikasi percakapan WhatsApp. Sementara kita tahu, WhatsApp juga bagian dari Facebook.

Selain menyeret Cambridge Analytica dalam perkara hukum, Facebook juga tidak luput dari masalah. Bos Facebook, Mark Zuckerberg dipanggil ke kongres Amerika untuk menjelaskan perkara ini. Sayangnya, penjelasannya dalam kongres juga tidak cukup memuaskan. Misal dia tidak tahu saat ditanya “Apakah Facebook terlibat dalam tim kampanye Trump?” Zuckerberg hanya mengatakan bahwa dia bisa memberikan hal yang lebih mendetail setelah dai bertemu dengan timnya.

Gambaran besar dalam film The Great Hack kurang lebih tentang keamanan data kita, khususnya sebagai pengguna media sosial. David Caroll, sebagai orang yang menjadi pengikat cerita film dokumenter ini menggugat Cambridge Analytica. Dia meminta pengembalian data diri yang ada di Cambridge Analytica. Caroll mempertanyakan hal mendasar, “Apa saja data yang diambil? Dari mana data itu didapatkan? Bagaimana data itu diproses? Dan untuk siapa data itu diberikan? Apakah bisa untuk tidak berkontribusi dalam penyerahan data ini?”

Sampai batas waktu yang dilakukan, Cambridge Analytica tidak menanggapi permintaan Caroll. Hal ini berarti Cambridge Analytica mengaku bersalah dan masuk ranah pidana.

Sayangnya, kabar buruk ini belum berhenti. Tidak hanya pada kampanye pemilihan presiden Trump di Amerika, Cambridge Analytica juga diduga punya andil besar di kampanye Brexit, atau keluarnya Inggis dari Uni Eropa. Apakah seudah selesai? Ternyata belum. Mereka diduga menjamah ke kampanye pemimpin banyak negara, di antaranya Malaysia, Ghana, Argentina, India, Kenya dan juga Indonesia.

Pemerintah Indonesia membantah apabila Cambridge Analytica juga berperan di Indonesia. Tapi setidaknya dalam film ini, Indonesia masuk dalam daftar rekam jejak Cambridge Analytica. ()

The Great Hack, film arahan sutradara Jehane Noujaim dan Karim Amer ini perlu kita tonton. Susah untuk bisa menghindari pencurian data macam ini. Setidaknya dengan menonton dan mengetahui polanya, ada semacam pertahanan diri dalam melihat dan menilai sebuah konten yang kita dapatkan.

Apabila kita masih pesimis dengan peran pemerintah Indonesia yang tidak setanggap Amerika atau Inggis, dengan langsung membahasnya dalam tataran legislatif, pertahanan dari diri sendiri menjadi hal paling memungkinkan.

Film naungan studio produksi Netflix ini juga berhasil menampilkan sumber dari kedua belah pihak. Terlepas dari ketidakberhasilan mereka mewawancarai orang penting Cambridge Analytica, proporsi dokumenter ini cukup baik. Beberapa kekurangan dalam informasi juga mereka sebutkan dalam akhir film.

Skip to content