Duri Tajam Fidel Castro dan Rakyat Kuba

Di tengah permasalahan kesehatan dan pendidikan yang diperjuangkan di negara industri maju, revolusi Kuba justru menggratiskan layanan sosialnya, menghasilkan harapan hidup di atas rata-rata dan peningkatan literasi.

Di bawah “hidung” Amerika, Castro bersaudara dan Che Guevara bersama rakyat Kuba menentang imperialisme dan kapitalisme melalui revolusi negara sosialis. Menurut John Foran dalam jurnal Theorizing the Cuban Revolution: Latin American Perspectives menganalisis bahwa di antara revolusi besar yang pernah terjadi pada negara “Dunia Ketiga”, hanya Kuba yang masih memiliki masyarakat revolusioner hingga saat ini.

Salah satunya perjuangan Fidel Alejandro Castro Ruz dalam Revolusi Kuba, tak lepas dari sosok Fulgencio Batista yang gemar mengkudeta. Batista dikenal memiliki kekuatan militer dan sokongan Amerika, sukses berpolitik dengan mengkudeta dua kekuasaan.

Pada tahun 1933, Batista yang berumur 32 tahun berhasil menggulingkan Presiden Gerardo Machado melalui gerakan yang bernama Revolt of The Sergeants. Lalu pada tahun 1940-1944, Batista diangkat menjadi presiden. Kudeta kedua pun dilakukan terhadap kekuasaan Carlos Prío Socarrás pada tahun 1952, karena jalan kudeta dianggap lebih mudah ketimbang bersaing pada pemilu.

Di sisi lain, Gerakan 26 Juli Fidel Castro membakar cerutu dan semangat revolusi masyarakat Kuba dengan bergerilya melawan represi militer, rasisme, dan pemerintahan korup. Dikutip dari buku The Cuban Revolution and its extension, kelompok pemberontak dibentuk di Gunung Sierra Maestra untuk mulai mengonsolidasikan posisi militer, sebelum Castro dan timnya mulai mengimplementasikan program agraria radikalnya.

Pada tahun 1953, Fidel bersama 119 kameradnya menyerang barak militer Moncanda yang mengakibatkan terbunuhnya sebagian besar kameradnya, sedangkan Fidel sendiri ditangkap untuk dijatuhi hukuman 15 tahun penjara.

Fidel Castro lalu dibebaskan setelah dua tahun mendekam dipenjara dan kabur ke Meksiko. Di sana dia bertemu seorang dokter bernama Che Guevara. Castro mempercayai pengalaman dan kecerdasan Che yang telah berpengalaman dalam revolusi di Guatemala. Kapal kemudian berlabuh di Kuba, pada 2 Desember 1956, membawa Che sebagai amunisi baru Gerakan 26 Juli.

Pertempuran pertama Gerakan 26 Juli terjadi setelah Fidel kembali ke Kuba, ketika pasukan Che mendadak ditembaki pesawat di Algeria de Pio, Provinsi Niquero. Pertempuran atau yang lebih pantas disebut pembantaian tersebut telah menghilangkan nyawa 62 prajurit revolusi dan hanya menyisakan 20 prajurit.

Kemenangan Gerakan 26 Juli terjadi saat itu ditandai ketika pasukan revolusi menemukan barak militer La Plata yang belum beroperasi sepenuhnya. Barak tersebut memberikan dukungan senjata dan moril bagi pasukan revolusi.

Geram mengetahui markas pasukan revolusi, Batista berusaha menumpas 321 tentara lawan dengan 10.000 tentara miliknya. Dengan strategi gerilya dan penguasaan medan Pegunungan Sierra Maestra, pertempuran dua bulan itu berhasil memukul mundur pasukan Fulgencio Batista. Che juga berhasil menggagalkan pemilu yang rencananya dilaksanakan pada 3 November 1958.

Gerakan 26 Juli kemudian menuju ke Havana untuk melancarkan serangan terakhir pada ibu kota Kuba tersebut. Dengan sabotase jalur transportasi dan menara komunikasi, disiplin pasukan revolusi berhasil menekan pasukan musuh hingga menyisakan benteng terakhir di Kota Havana, Garnisum Leocio Vidal. Di sana lalu didapatkan informasi Fulgencio Batista telah kabur ke Republik Dominika. Masuknya pasukan Gerakan 26 Juli ke Havana pada hari pertama di tahun 1959 menjadikan 1 Januari, sebagai Hari Revolusi Rakyat Kuba.

Keberhasilan Revolusi, tidak serta merta menjadikan Fidel ditunjuk sebagai pejabat pemerintahan kala itu. Justru dua orang dari kalangan borjuis liberal, Manuel Urrutia dan Miro Cardona yang mengisi kursi Presiden dan Perdana Menteri Kuba.

Dikutip dalam The Cuban Revolution and its extension, Fidel Castro menanggapi dengan berkata, “Revolusi bukan lah bersifat sektarian; jika revolusi bersifat sektarian, tidak akan pernah akan dimasukkan dalam jajaran pemerintahan seperti tuan-tuan selayaknya Rufo Lopez Fresquet, Miro Cardona, atau Tuan Justro Carrillo dan beberapa yang lain macam tersebut.”

Dengan hilangnya Fugencio Batista, Amerika lantas terus mengganggu berjalannya pemerintahan Kuba yang baru. Mulai dari embargo, invasi Bay of Pigs, hingga krisis nuklir Kuba pada masa Perang Dingin yang hampir menciptakan kiamat perang nuklir. Sampai setelah 50 tahun sejak revolusi, pada 31 Agustus 2016, pukul 9.45 pagi, pesawat Jet Blue yang terbang dari Bandara John F. Kennedy, Amerika Serikat mendarat ke Santa Clara, sebelah timur Kota Havana.

Lalu, jatuhnya blok sosialis yang dipimpin Uni Soviet pada era 90-an, juga menjadikan Kuba kehilangan 50% produk domestik bruto, walaupun beberapa sumber lainnya menyebutkan 85%. Pada masa tersebut Kuba dihadapi berbagai masalah seperti berkurangnya stok makanan, pemadaman lampu, hilangnya pekerjaan, dan berbagai macam masalah krisis negara yang diperparah dengan embargo Amerika. Meskipun begitu, rakyat Kuba tetap setia dengan revolusi yang dijanjikan Castro dan Che Guevara.

Setelah melewati masa-masa krisis tersebut, pelayanan sosial diperoleh secara gratis sebagai bentuk negara Kuba yang sosialis. Pelayanan kesehatan juga gratis, walaupun beberapa berpendapat peralatan tidak semaju negara lain. Sementara pendidikan menjadi sektor utama yang dikembangkan dengan langkah pertama, pemberangusan buta huruf.

Peneliti Carolyn Davidson Abel dan Charles Frederick Abel dalam penelitiannya Early Literacy in Cuba: Lessons for America bahkan menyatakan bahwa tingkat literasi populasi Kuba sebesar 76% di enam tahun sebelum revolusi, dan pada 2003 literasi penduduk berusia 15-24 tahun meningkat sebesar 99,8%.

Fidel akhirnya menjabat sebagai Presiden Kuba mulai dari 1976 hingga 2008, yang setelahnya digantikan oleh Raul, adiknya. Kuba lalu menjadi duri di tengah sistem imperialis dan kapitalis yang jauh dari induk semang komunis, Uni Soviet. Revolusi rakyat Kuba bukanlah pergerakan sosial satu negara, melainkan revolusi terhadap keadaan dunia yang saat itu perlu diadakannya koreksi.

Peristiwa ini juga dikisahkan dalam sebuah film bejudul Cuban and The Cameraman, karya 45 tahun seorang wartawan Amerika Jon Alpert, yang secara mendalam menyampaikan kehidupan di Kuba. Mulai dari prespektif Fidel Castro sendiri tentang masyarakat pinggiran, sampai dimulainya revolusi hingga meninggalnya Fidel Castro Ruz.

Editor: Armarizki Khoirunnisa D.

 

Skip to content