Kisah Di Balik #GejayanMemanggilLagi

Himmah Online, Yogyakarta – Jam menunjukan pukul 12.00. Massa aksi tampak bergerak dari Taman Pancasila Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) berjalan ke titik aksi di Persimpangan Gejayan. Sekitar seratusan massa aksi yang sudah sampai langsung membuat lingkaran dan mempersiapkan podium.

Tampak enam orang sedang mempersiapkan podium dengan menurunkan berbagai macam peralatan sound system seperti speaker, kabel, mikrofon, dan peralatan lainnya.

Ndadak, Mba,” ujar Eko, penyedia sound system daerah Godean. Ia mengatakan pihak Parlemen Jalanan baru memesan sound system dalam aksi ini dua hari yang lalu.

Kata Eko, biaya yang harus dikeluarkan dalam menyewa sound system berkisar sampai dua juta. Setelah itu, Eko melanjutkan pekerjaannya dengan mengulurkan kabel bersama tiga temannya dari mobil pikap berwarna biru putih.

Setelah persiapan sound system, jauh dari Bundaran UGM, terdengar riuh bunyi klakson rombongan kendaraan bermotor yang semakin lama makin jelas di telinga.

“UMY datang,” ujar beberapa massa aksi setelah melihat rombongan tersebut mengenakan jas almamater berwarnah merah.

Sontak massa aksi yang sudah menunggu rombongan massa aksi UMY berteriak bernyanyi.

“Datang dari Timur. Datang dari Barat. Mahasiswa …”

Sembari menunggu rombongan massa aksi dari UMY memarkirkan kendaraannya di Parkir Gedung PKK UGM, massa aksi di Titik Kumpul UGM mengheningkan cipta untuk mengenang kawan-kawan seperjuangan yang gugur pada aksi-aksi sebelumnya di beberapa daerah.

Setelah mengheningkan cipta selesai, massa aksi mengangkat tangan kiri sembari menyuarakan sumpah mahasiswa.

Di antara kerumunan massa aksi, ada salah seorang menggunakan kemeja putih, berkacamata hitam, celana hitam yang menarik perhatian karena pada bagian perutnya terdapat tumpukan kain yang menonjolkan perutnya. Ditambah ia mengenakan kalung kardus yang bertuliskan “investor turun aksi”.

Di samping itu, para massa aksi dari UIN kemudian mulai mendekati pertigaan antara Jalan Laksda Adisucipto dan Jalan Affandi.

“Berhenti! Berhenti!” Teriak beberapa bapor, seirama dengan teriakan orasi dari mobil komando aksi yang bersorak, “tolak Omnibus Law!”

Terlihat salah seorang menghantamkan dirinya ke barisan bapor berkali-kali. Kejadian itu mengundang keributan dalam barisan massa aksi, rupanya tindakan tersebut memang disengaja untuk mengetes ketahanan bapor untuk jaga-jaga apabila terjadi bentrok. 

Selanjutnya massa aksi melanjutkan perjalanan ke titik aksi.

“Pak ini menghalangi jalan kami, tolong pinggirin dulu,” ucap salah satu massa aksi setelah melihat mobil patroli polisi menghalangi jalan yang akan dilewati oleh massa aksi dari UIN.

“Tapi ini untuk memblokir jalan dari kendaraan mas,” balas seorang polisi yang menjaga blokade jalan agar tidak dilalui kendaraan.

“Iya, biarkan kami lewat dulu, setelah massa lewat baru ditutup silakan,” tutup salah seorang massa aksi.

Setelah beradu argumen beberapa saat, akhirnya salah seorang memindahkan mobil patroli polisi, sehingga massa aksi dari UIN bisa melanjutkan perjalanan menuju Pertigaan Gejayan.

Massa aksi dari UIN akhirnya tiba di Pertigaan Gejayan pada pukul 12.25. Mereka disambut oleh massa aksi lain yang terlebih dulu tiba di titik aksi, salah satunya massa aksi dari UNY.

Teriakan reformasi lima langkah reformasi mengantarkan semua massa aksi bergabung menjadi satu untuk melakukan aksi bersama di Pertigaan Gejayan.

Riuh Lantang Mewarnai Orasi

Tepat di titik aksi yang berada di pertigaan Gejayan, perwakilan Aliansi Jurnalis Independen Yogyakarta memaparkan alasan mereka menolak Omnimbus Law.

Menurutnya akses untuk mengetahui perancangan ini tidak ada sama sekali.

“Dewan pers lah yang menangani sengketa pers bukan pemerintah,” ujar perwakilan AJI dalam orasinya.

Masih di tempat yang sama, setelah itu, pukul 12.50, perwakilan Solo Rakyat Bergerak naik ke atas podium.

“Hidup rakyat yang berjuang! Hidup rakyat yang berjuang! Hidup rakyat yang berjuang!” Teriaknya dengan lantang sebagai pembuka orasinya.

Inti dari orasinya berbicara tentang buruh dibayar secara tidak layak, “buruh-buruh hanya dieksploitasi untuk kepentingan oligarki.”

Di tengah-tengah orasi, laki-laki berpeci hitam, berkemeja merah melintas dari belakang podium menuju salah satu massa aksi yang lain kemudian berujar, “UGM (red- massa aksi di Titik Bundaran UGM) belum datang?”

Belum sempat pertanyaanya dijawab oleh massa aksi yang lain, tiba-tiba ambulans melintasi Gejayan, orator pun mengarahkan massa aksi untuk memberi jalan. Alhasil ambulans yang badannya terdapat tulisan “Panti Rapih” tersebut melaju ke arah Barat.

Massa aksi Titik Kumpul UGM pada waktu yang sama saat itu masih menunggu massa aksi lain. Nyanyian lagu Indonesia Raya kemudian bersenandung mengiringi massa aksi dari UMY untuk bergabung dengan massa aksi UGM yang sedari tadi menunggu di Bundaran UGM. 

Setelah mempersiapkan barisan, tepat pada pukul 12.57, massa aksi yang berkumpul di Bundaran UGM Mulai bergerak ke titik aksi di Pertigaan Gejayan.

Massa Aksi Titik Kumpul UGM Akhirnya Datang, Orasi Terus Belanjut

Pengawalan ketat dilakukan oleh petugas keamanan, terlihat ada 17 orang polisi dan seorang sekuriti UGM menemani dan mengawal barisan massa aksi yang bergerak dari bundaran UGM tesebut.

Baru berjalan beberapa saat, dari arah Timur terlihat sebuah ambulans melaju menuju ke arah massa aksi, seketika massa aksi pun membuka jalan untuk dilalui oleh ambulans yang bodinya bertuliskan Panti Rapih tersebut.

Massa aksi bergarak sambil bernyanyi bersama. Terlihat beberapa perangkat aksi membagikan selembaran rilis pers kepada masyarakat dan penjual yang dilewati oleh massa aksi di pinggir jalan.

Terlihat beberapa masyarakat duduk di depan rumah atau toko mereka sambil melihat massa aksi lewat. Terlihat beberapa orang mengambil selfie saat massa aksi lewat di depan toko mereka, juga beberapa masyarakat mengambil gambar menggunakan telepon genggamnya.

Di antara kerumunan massa aksi yang bergerak menuju titik aksi, terdapat orang-orang yang selalu membawa trash bag sebagai tempat untuk membuang sampah. Selain itu, tepat di depan barisan massa aksi, ada dua laki-laki menaiki kendaraan roda dua yang menawarkan minuman gratis kepada massa aksi.

Kedua lelaki itu juga menghampiri salah seorang polisi yang sedang bertugas.

“Pak, minum dulu, tugasnya berat,” ujar lelaki itu dengan raut muka yang memperlihatkan giginya, seketika kejadian ini mengundang tawa ringan bagi orang yang melihatnya.

Di lokasi yang berbeda, tepatnya di titik aksi, perwakilan Gerakan Nasional Pendidikan (GNP) yang mengenakan kemeja hitam putih, memakai topi bermodel flat cap, kaus hitam, dan celana hitam mengawali orasinya dengan berteriak.

“Hidup Buruh! Hidup Tani! Hidup perempuan yang melawan! Hidup laki-laki yang memperjuangkan kesetaraan,” ucapnya lantang.

Menurutnya dalam orasi, kebijakan yang dibuat oleh Kementerian Pendidikan saat ini bertujuan untuk menjadikan mahasiswa dan pelajar sebagai komoditas yang siap dieksploitasi oleh para investor.

“Kebijakan kampus merdeka, kuliah lima semester dan selanjutnya magang tiga semester ditujukan untuk memenuhi kebutuhan industri”, ujar perwakilan GNP dalam orasinya.

Sembari GNP berorasi, terlihat beberapa orang sedang menikmati minuman dan sebatang rokok di angkringan pinggir jalan, juga beberapa yang hanya berdiri dipinngir jalan menunggu massa aksi dari Bundaran UGM lewat. Semakin dekat dengan titik aksi, maka volume massa aksi juga semakin bertambah.

Tepat pada pukul 13.39, massa aksi dari Bundaran UGM tiba di titik aksi. Bergabungnya massa aksi dari bundaran UGM menambah volume massa aksi yang hadir pada aksi Parlemen Jalanan kali ini. Sekitar 1.200-an orang memenuhi Pertigaan Gejayan yang terdiri dari massa aksi, media, medis dan keamanan.

“Omnibusuk! Tolak! Tolak! Dan gagalkan!” Teriak perwakilan LBH Yogyakarta dalam orasinya. Menurutnya, Omnibus Law hanyalah merupakan titipan dari kaum imperialisme untuk memudahkan jalan mereka.

“Jika Omnibus Law disahkan, maka hak istimewa bagi investor akan diberikan,” ujar salah satu perwakilan Walhi Yogyakarta dalam orasinya. Menurutnya, Indonesia akan kembali lagi ke masa penjajahan VOC di mana kolonialisme kembali dihidupkan, selain itu penghapusan perizinan lingkungan juga tidak lebih akan membuat rakyat semakin menderita.

Dialog Musisi Pada Parlemen Jalanan

Tak berselang lama dengan kedatangan massa aksi dari Bundaran UGM, hujan rintik-rintik mulai membasahi titik aksi, salah satu inisiator yang memakai kemeja biru dan tas sandang hitam menanyakan komitmen massa aksi melihat kondisi Gejayan semakin hujan.

“Jika hujan, apakah teman-teman akan bubar?”

“Tidak!”

“Baik, saya pegang omongan teman-teman.”

Selanjutnya suasana semakin hening ketika Fafa Agoni melantunkan beberapa lagu miliknya disertai rintik hujan yang semakin membasahi permukaan Pertigaan Gejayan. Terlihat ada beberapa orang yang yang menjajakkan es teh dan air mineral, sejenak berhenti menaruh nampan di kepalanya sambil menonton Fafa Agoni bersenandung dari balik panggung orasi.

Suasana semakin khidmat saat Fafa Agoni mulai menyanyikan lagu keduanya yang ditulis sendiri olehnya untuk para petani yang berjuang melawan oligarki.

“Kupu-kupu kecil terbanglah… kepakkan sayapmu…” begitulah salah satu bagian lirik lagu Merajut Badai yang dibawakan Fafa Agoni.

Hujan rintik-rintik semakin lama berubah menjadi deras, beberapa massa aksi terlihat sibuk menutup Sound System dengan terpal biru. Massa aksi juga terlihat mengeluarkan payung dan memakai jas hujan.

Di antara kerumunan massa aksi, terlihat beberapa orang menawarkan jas hujan yang dijualnya, selain itu tak sedikit juga massa aksi memilih untuk berlari mencari perteduhan di teras-teras toko.

Suasana seketika menjadi riuh ketika Jessica Amoeba mengisi panggung orasi dengan menari. Massa aksi yang semula duduk pun berdiri kemudian ikut berjoget dan melompat-lompat.

Terlihat beberapa massa aksi yang berteduh memilih untuk ikut berjoget di bawah hujan yang kian deras. Setelah Amoeba tampil, inisiator kembali mengisi dengan mengajak massa aksi bernyanyi.

“Di sini ditindas, di sana ditindas, ke mana-mana kita ditindas.”

Setelah Amoeba, Rebellion Rose yang tampil dengan musik khasnya, seketika mengundang massa aksi untuk kembali berkumpul dan ikut bergoyang. Terlihat di depan podium beberapa massa aksi bergoyang sambil saling membenturkan badan satu sama lain.

Tak lama kemudian terlihat keributan saat beberapa orang menggiring salah satu massa aksi, rupanya massa aksi tersebut mengalami cidera pada pergelangan kakinya, sehingga harus dibawa ke mobil ambulans dan langsung ditangani oleh tim medis.

Berbeda dengan aliran musik rock yang dibawakan oleh Rebellion Rose, Kepal SPI dengan aliran musik Country membuat massa aksi bergoyang santai, sambil sesekali melepaskan lirik lagu yang menindas ketidakadilan di negeri ini.

Tepat pada pukul 17.18, massa aksi sudah berangsung membubarkan diri secara berkala. Sesekali inisiator memberikan imbauan kepada massa aksi untuk menyampaikan kesan pada Aksi Parlemen Jalanan kali ini kepada masyarakat yang ditemui.

Dibukanya blokade jalan menuju Pertigaan Gejayan, menandakan Aksi Parlemen Jalanan yang dilaksanakan pada Senin, 9 Januari 2020 berakhir dengan dengan aman.

Penulis: Ahmad Sarjun

Reporter: Armarizki Khoirunnisa D., Ahmad Sarjun, Isnanda Muhamad Ismulia, Hilmi Fahrul

Editor: Armarizki Khoirunnisa D.

Skip to content