International Women’s Day, UU TPKS yang Diabaikan

Himmah Online – Komite International Women’s Day (KIWD) bersama sejumlah elemen masyarakat menggelar aksi bertajuk “Mari kak kita rebut kembali”. Acara ini digelar dalam rangka Hari Perempuan Internasional. Massa aksi berkumpul di sekitar bundaran Universitas Gadjah Mada (UGM) mulai pukul 11 siang hingga pukul 14 siang pada Jumat (8/3).

Dalam acara ini, massa aksi menuntut lima hak perempuan yang selama ini tak kunjung didapatkan. Salah satu poin yang disorot adalah implementasi Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) no. 30 terkait pencegahan dan penanganan kekerasan seksual khususnya di lingkungan perguruan tinggi.

Ika, koordinator media Komite International Women’s Day menjelaskan bahwa UU TPKS yang sudah ditetapkan sejak 9 Mei 2022 belum sepenuhnya sesuai untuk menyelesaikan masalah yang ada di tengah masyarakat. “Tapi sampai hari ini sebetulnya belum ada aturan turunan yang betul-betul sesuai dengan mandatnya Undang-undang TPKS,” jelas Ika.

Agar menjadi Undang-undang yang dapat diimplementasikan secara utuh, perlu ditetapkan beberapa mandat atau aturan turunan sebagai penjelas dan rincian dari Undang-undang tersebut. Namun, hingga saat ini belum ditemukan kejelasan mengenai proses penyelesaian akan aturan-aturan turunan yang melengkapi UU TPKS.

“UU TPKS karena dia sifatnya Undang-undang, dia itu kan hanya bisa jalan kalau ada aturan turunannya. Aturan implementasinya itu kan payungnya. Cuman sampai hari ini betul-betul belum dibuatkan,” tambah Ika.

UU TPKS sendiri terdiri dari tujuh turunan, salah satu turunan UU TPKS yang menjadi sorotan dan tak kunjung direalisasikan adalah turunan UU TPKS yang pertama, yaitu Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Dana Bantuan Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual. RPP ini menjadi sangat penting karena menjadi jaminan atas hak-hak, perlindungan, dan pemulihan atas korban.

“Peraturan pemerintah tentang pembiayaan pemulihan korban, terus tentang jaminan yang ada hubungannya, misalnya itu ke siapa, entah itu LPS (red-Lembaga Penjamin Simpanan) atau BPJS yang menjamin. Nah  itu sampai hari ini, sebelumnya betul-betul belum dibuatkan,” tambah Ika.

Efektifitas UU TPKS

Implementasi UU TPKS di lingkungan kampus, belum sepenuhnya terealisasi dengan baik. Albert (19), massa aksi, menyatakan bahwa hal tersebut juga terjadi di UGM.

“Terutama di UGM sendiri ada celah-celah dalam beberapa hal begitu, yang membuat teman-teman perempuan merasa tidak aman dan merasa tidak nyaman untuk belajar dan mengajar di lingkungan kampus,” ujar Albert.

Banyak faktor yang menyebabkan UU TPKS, khususnya di lingkungan kampus, tidak dapat diimplementasikan dengan baik. Salah satu faktor terbesar yang menyebabkan hal ini terjadi adalah relasi kuasa antara Satuan Tugas dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) dengan orang-orang yang memiliki wewenang besar kampus yang tidak baik.

“Masih ada faktor relasi kuasa karena, gimanapun, satgas PPKS kan institusi. Kalau misalnya dia kemudian berhubungan dengan orang-orang yang secara wilayah kewenangannya besar, misalnya kayak Rektor, Dekan, gitu kalau dari pengamatan (red-masyarakat), ada banyak yang belum terselesaikan,” jelas Ika.

Selain relasi kuasa antar Satgas PPKS dengan pemegang wewenang besar kampus, pengawasan yang ketat terhadap diskriminasi, bullying, dan perhatian kepada kaum minoritas kampus menjadi penentu efektifitas UU TKPS. Hal tersebut turut mendukung terwujudnya lingkungan yang aman di dalam kampus. 

“Harus memastikan bahwa gak boleh ada lagi yang namanya diskriminasi. Gak boleh lagi ada peminggiran, ada bullying, dan lain lain,” tambah Ika.

Ika berharap, dengan adanya aksi ini UU TPKS beserta aturan-aturan turunannya dapat diselesaikan dan segera diselenggarakan sehingga dapat membantu pihak-pihak yang membutuhkan. “Aksi ini bisa jadi desakan publik kepada penyelenggara negara,” pungkas Ika.

Reporter: Himmah/ M. Fazil Habibi Ardiansyah, Tazkiyani Himatussoba, Agil Hafiz, Ayu Salma

Editor: Ayu Salma Zoraida Kalman

Skip to content