UII Bergerak Menuntut Penggratisan SPP Selama Masa Pandemi

Aliansi UII Bergerak menuntut penggratisan SPP selama masa pandemi kepada pihak rektorat dalam aksi bertajuk #GRUDUKKAMPUS pada hari Jumat 26 Juni 2020 di depan Kampus Pusat Universitas Islam Indonesia (UII).

Tidak hanya dari UII Bergerak, aksi tersebut juga diikuti oleh solidaritas beberapa kampus lain, di antaranya Universitas Sanata Dharma, Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa APMD, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Negeri Yogyakarta.

Selain penggratisan SPP terdapat empat poin lain yang menjadi tuntutan aliansi tersebut, di antaranya. Pertama, memberikan transparansi dan pengalokasian dana kuliah, dana catur dharma, tuiton fee, dana pengembangan, uang praktikum/laboratorium. 

Kedua, evaluasi standar operasional prosedur sistem dan efektifitas perkuliahan daring selama pandemi yang meliputi sistem pembelajaran, CPMK, dan ujian. 

Ketiga, evaluasi standar operasional prosedur sistem dan efektivitas praktikum, PPL, KKN, dan pemagangan selama masa pandemi. Keempat, menolak pemotongan upah dan/atau PHK terhadap dosen dan karyawan kampus UII.

Clara selaku humas aksi tersebut, mengatakan tujuan dari aksi tersebut adalah untuk merespon isu pendidikan, khususnya SPP yang menimbulkan keresahan bagi mahasiswa menimbang kampus masih menarik SPP selama pandemi.

“Selama pandemi banyak kampus menerapkan kuliah daring, tapi mahasiswa masih ditarik uang SPP, itu bagi kita suatu hal yang tidak rasional karena kita sama sekali tidak menggunakan fasilitas pendidikan,” ujar Clara.

Pada hari yang sama, pihak rektorat mengeluarkan Surat Keterangan Rektor Nomor 363/SK-REK/SP/VI/2020 yang menjelaskan pemberian keringanan SPP kepada mahasiswa yang terdampak pandemi sebesar 25% untuk terdampak berat, 20% untuk terdampak sedang, 15% untuk terdampak ringan, 10% untuk yang tidak terdampak, serta 0% untuk yang ingin membayar penuh.

Menanggapi hal tersebut, massa aksi menilai bahwa kebijakan tersebut tidak terlalu berpengaruh karena potongan yang diberikan masih sedikit. 

“Ketika dihitung-hitung, 25% itu hanya dapat potongan Rp 700 ribu, sama saja dengan kebijakan awal. Hanya yang berbeda terdapat potongan 10% yang dikenakan ke seluruh mahasiswa. Itu pun tidak terlalu signifikan,” ujar Latifah Oktafiani selaku humas dari aksi yang juga seorang mahasiswi pascasarjana di UII.

Ketika hendak ditemui, respon pihak kampus sendiri sebelumnya enggan untuk bertemu dengan alasan hanya ingin berbicara dengan mahasiswanya. Setelah disepakati bahwa mahasiswa UII dari massa aksi yang akan bertemu, pihak kampus masih belum juga menemui massa aksi.

Baru sekitar pukul 20.00 WIB, Fathul Wahid selaku Rektor UII, menemui massa aksi di Boulevard UII untuk audiensi terbuka. Dalam audiensi tersebut, Fathul mengatakan pihaknya sebisa mungkin berusaha untuk mengambil kebijakan yang paling memungkinkan di masa pandemi ini. 

Karena ia mempertimbangkan juga beberapa hal seperti gaji dosen dan karyawan serta pemberian beasiswa kepada mahasiswa. 

“Kita ini swasta, mungkin kalau negeri beda lagi. Kita menggaji pakai uang sendiri,” ujar Fathul.

Ada beberapa dasar dalam pengambilan kebijakan SPP, seperti menggerakan organisasi, aspek keterdampakan, keberlangsungan akademis, serta peningkatan kualitas pembelajaran. Ia pun tak memungkiri apabila kebijakan baru tersebut dapat memuaskan semua pihak.

Massa aksi kemudian meminta transparansi terkait data dana kemahasiswaan, untuk mengetahui bagaimana pengelolaan dan pengalokasian dana tersebut. 

Namun, Fathul enggan untuk membuka datanya dengan alasan data tersebut bukan konsumsi publik serta untuk mengantisipasi adanya penyalahgunaan data.

“Laporan keuangan, di mana pun, karena audit sudah jalan, tidak untuk konsumsi publik. Kita tidak tahu data tersebut akan digunakan untuk apa,” kata Fathul.

Maka dari itu, Fathul berjanji akan terus berikhtiar untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di UII. 

“Beri saya waktu, saya akan mencari banyak cara sebisa mungkin untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, dan untuk meningkatkannya tidak selalu gratis. Ada investasi di sana, seperti uang, energi, dan lain-lain. Itu dilakukan untuk menyelamatkan mahasiswa,” ujar Fathul. 

Reporter: Yustisia Andhini Lintang A.R.T, Ananda Muhammad Ismulia

Penulis: M Rizqy Rosi M

Editor: Muhammad Prasetyo

Skip to content