LENSA: Jam Penopang Kehidupan

Kios SederhanaPenghidupan Suratno-Revangga Twin T.

Mengecek PutaranMengecek Putaran-Aldino Friga P. S.

Service Tidak DiambilService Tidak Diambil-Revangga Twin T.

Spare PartSpare Part-Aldino Friga P. S.

SuratnoSuratno-Revangga Twin T.

Hari sudah malam. Udara Jalan Kali-urang KM 5,8 makin dingin. Di pinggir jalan, berdiri sebuah kios dengan pe-nerangan yang cukup. Ukuran kios itu sekitar 2 x 1,5 meter. Pada dinding-dinding kios tertem-pel tulisan “Tukang Service Jam”.

Pemilik kios ini adalah Suratno. Pria berusia 36 tahun ini berprofesi sebagai tukang reparasi jam sejak tahun 1999. hidupnya tak banyak berubah sejak ia memulai profesi ini. Meski begitu, Suratno mampu menghidupi istri dan satu anaknya yang berusia 3 tahun.

Suratno mematok tarif untuk sekali reparasi sebesar 10-25 ribu, itu pun ter-gantung kerumitan dan sparepart yang mesti diganti. Rasanya tarif sebesar itu menjadi tidak adil jika melihat resi-ko yang harus ditanggung. Saat ada pelanggan yang tidak mengambil jam yang telah di reparasi, Suratno lah yang harus menanggung kerugian. “Jika hanya mesin, bisa saya ambil lagi. Namun ,jika ganti batu (baterai-red) yah mau gimana lagi, batu yang saya sudah pasang kan sudah tidak bisa dicopot lagi,” tutur Suratno.

Belum lagi maraknya jam tangan impor dari China, membuat resah Su-ratno dan teman-teman se profesi. Pasalnya, hal itu akan mempengaruhi pendapatannya. Dengan harga jam ta-ngan China yang cenderung murah, kon-sumen akan lebih suka membeli jam ta-ngan baru daripada mereparasikan jam tangan mereka yang rusak. Meski begitu, Suratno tetap tidak akan meninggalkan profesinya ini. Baginya, menjadi tukang reparasi jam sudah menjadi jalan hidup.

Narasi oleh: Revangga Twin T.

 

Skip to content