Konflik Kepentingan Tahap Awal Terjadinya Korupsi

Himmah Online – Konflik kepentingan disinyalir menjadi tangga awal dari munculnya kasus korupsi. Oleh karenanya, Indonesia Corruption Watch (ICW) menyelenggarakan acara peluncuran modul akademik antikorupsi, berjudul “Korupsi & Konflik Kepentingan” dan diskusi publik bertajuk “Konflik Kepentingan Sebagai Pintu Masuk Korupsi” melalui Zoom Meeting pada pukul 9 pagi, Selasa (24/09).

Diskusi tersebut menghadirkan Almas Sjafrina, Peneliti ICW, Zainal Arifin Mochtar, Pakar Hukum Tata Negara UGM, Rivana Pratiwi, News Anchor CNN TV, Nawawi Pamolango, Komisioner KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), dan Agus Uji Hantara, Asisten Deputi I Kemenpan RB (Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi).

Dalam sambutannya, Nina Rizkia, Koordinator ICW, mengutarakan bahwa konflik kepentingan sering dianggap bukan bagian dari korupsi. Padahal, konflik kepentingan merupakan tahap awal dari terjadinya praktik korupsi. Mencegah konflik kepentingan terjadi sama dengan mencegah korupsi.

“Kita harus bersama-sama bergerak untuk mencegah dan melawan korupsi, termasuk mencegah konflik kepentingan,” ujar Nina.

Zainal Arifin Mochtar menjelaskan konflik kepentingan berangkat dari kesadaran diri. Masyarakat harus menyatakan untuk tidak terlibat dalam konflik kepentingan. Karena peemasalahan saat ini adalah ketidakmauan dan ketidakmampuan diri dalam membangun sistem konflik kepentingan.

“Kita harus declare bahwa kita mengalami konflik kepentingan, karena tidak mungkin bisa diteropong terus menerus ini konflik kepentingan ga

Ilustrasi konflik kepentingan yang terjadi di Indonesia dapat dilihat dalam konteks pembuatan surat izin mengemudi (SIM). Ia mempertanyakan oleh siapa kartu SIM milik Kapolres ditandatangani. Ia menyampaikan bahwa penandatanganan SIM Kapolres oleh Kapolres merupakan celah untuk melihat bagaimana regulasi konflik kepentingan.

“Sesederhana itu. Sebenarnya untuk melihat betapa kita ga pernah membangun prinsip-prinsip konflik kepentingan,” ucapnya.

Nawawi Pamolango menjelaskan, tugas KPK pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 Pasal 8 memuat kewenangan KPK dalam pencegahan korupsi. “Ada di dalam ketentuan UU KPK, tugas KPK dalam kaitannya pencegahan korupsi,” ujar Nawawi.

Ia menyebut bahwa KPK memiliki instrumen-instrumen untuk pencegahan korupsi, salah satunya dengan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN). LHKPN berfungsi untuk mengawasi sekaligus menjaga akuntabilitas kepemilikan harta pejabat negara.

Nawawi menambahkan, KPK memiliki keinginan untuk menambah instrumen mengenai pengelolaan konflik kepentingan yang diberikan oleh DPR kepada KPK. 

“Jadi KPK lah yang menjadi sentral induk dalam regulator pengaturan mengenai konflik kepentingan,” jelas Nawawi.

Sementara itu, Almas Sjafrina menyebut bahwa konflik kepentingan tidak muncul begitu saja. Hal tersebut bisa dilandasi oleh gratifikasi serta rangkap jabatan. 

“Misalnya Rektor, terus ditunjuk sebagai komisaris BUMN. Wah, rentan sekali dia punya konflik kepentingan,” ujar Almas.

Ia menambahkan, sulitnya pencegahan konflik kepentingan dikarenakan regulasi yang sudah tidak relevan. Selain dari itu, tidak adanya role model dari pemimpin juga menjadi penyebab sulitnya pencegahan konflik kepentingan.

“Kepala Dinas, Bupati, Gubernur, bahkan Presiden tidak menunjukkan sikap ‘hitam-putih’ terhadap konflik kepentingan,” pungkas Almas.

Reporter: Himmah/Queena Chandra, Abraham Kindi, R. Aria Chandra Prakosa, Septi Afifah 

Editor: Ayu Salma Zoraida Kalman

Skip to content