Beranda blog Halaman 122

KIPRAH PEREMPUAN DI PANGGUNG LEGISLATIF

“Perempuan di legislatif adalah mereka yang punya tekad kuat,” tutur Agri, mantan Sekjend DPM U periode 2011-2012

Oleh: Raras Indah F.

Agri Kusumaningrum merupakan salah satu sosok perempuan yang berani terjun ke kancah politik mahasiswa. Mahasiswi Teknik Sipil dan Perencanaan ini menceritakan awalnya ia bisa lolos duduk di kursi legislatif. Visinya sederhana, yaitu mengubah sistem di Keluarga Mahasiswa (KM) UII menjadi lebih baik. Tetapi, siapa sangka hal itu berbuah manis yang sebelumnya tidak ia sangka. “Saya kan masih terbilang baru kalau di lingkungan universitas. Tapi, kemarin kaget juga dapat suara paling banyak. Saya ngga’ tau faktornya apa,” kenangnya.

Kepedulian akan perbaikan sistem lah yang memacu dirinya untuk terus maju tanpa peduli status gender. “Ngga’ ada ingin menunjukkan, wah, wanita bisa juga. Saya mikirnya ngga’ pernah ke sana, sih,” ungkapnya.

KEPEDULIAN PEREMPUAN

Bicara tentang kuota di kursi legislatif, Agri tidak memungkiri bahwa kebanyakan yang duduk di sana adalah laki-laki. Bahkan untuk kursi DPM U periode 2012-2013 sekalipun. Ia memandang hal ini terjadi karena minimnya kepedulian mahasiswi untuk terjun ke organisasi dan lingkungan sosial. “Ah, ngapain sih ikut-ikutan kaya’ gitu. Cape’. Rapatnya nyampe shubuh, terus bolak-balik ke bawah kaya’ gitu,” tutur Agri tentang persepsi legislatif di mata mahasiswi lain. Memang, Agri mengakui ia lebih berminat ke lapangan dibandingkan mahasiswi lain yang menonjol di akademik.

Perempuan di legislatif adalah mereka yang punya tekad kuat. Seperti yang dikatakannya, “Makanya, untuk perempuan, sih, saya lihat lebih ke yang punya fighting, ya. Soalnya di sana banting tulang. Banyak yang dikorbankan, kan.”

KERAS TAPI PUNYA RASA

Dinamika kerja legislatif itu sendiri tidak lepas dari konflik dan tantangan. Ini pun sempat menjadi tekanan untuk Agri. Tapi, dengan karakter kerasnya, ia mampu menghadapi tekanan itu. Ia berani melawan arus argumentasi dari pihak-pihak yang terkadang ingin mendahulukan kepentingannya semata. “Apa yang menurut saya benar, ya harus saya pertahankan. Walaupun saya mesti ngotot di sana,” jawabnya lantang. Menurutnya, perempuan pasti lebih memikirkan pada perasaan dan meyakini kebenaran hati kecilnya. Berbeda dengan laki-laki yang mengandalkan logika.

Ia tidak merasa ada ketimpangan proporsi antara suara laki-laki dan perempuan di legislatif. Meskipun itu pendapat perempuan, selama itu masuk akal pasti akan diterima.

Permasalahan yang terjadi di legislatif pun ia sikapi dengan tenang. “Saya cari dulu penyebabnya kenapa bisa terjadi, terus alasan dari pihak-pihak yang berkonflik. Baru kemudian di-rembugin. Setiap yang dipilih kan ada baik-buruknya. Nanti dipikirkan mana yang baiknya. Jadi, walaupun ada yang dirugikan, tetap bisa mengepentingkan yang banyak,” tutur darah Bengkulu ini.

BUKAN LAGI PATRIARKI

Mahasiswi dengan senyum ramahnya ini mengatakan bahwa di kampus ini tidak ada batasan untuk jumlah keterwakilan perempuan di kursi legislatif. Ia pun menolak jika ada pembatasan politik bagi perempuan. “Disini, siapa saja berhak bersuara. Soalnya kan kita ngga’ di zaman orde lama, ya. Lebih ke demokrasi. Jadi siapa bisa, siapa layak, kenapa ngga’,” tuturnya tegas.

Keprihatinannya akan keengganan perempuan untuk duduk di legislatif masih tercermin kala mendengar pengakuan mahasiswi-mahasiswi lain, “Ngapain, saya punya tugas sendiri sebagai seorang wanita. Saya ngga’ muluk-muluk. Biarlah mereka aja yang cowok-cowok kaya’ gitu,” ungkapnya menirukan pengakuan rekan-rekannya.

Agri tidak setuju dengan pandangan perempuan yang terkesan acuh tak acuh itu. Menurutnya, apa yang ingin perempuan sampaikan, sebaiknya disampaikan saja tanpa membedakan gender. Ia memaklumi, hal itu bisa terjadi sebagai dampak sulitnya persaingan politik yang terjadi.

Berbeda dengan Agri, Sekjend DPM FPSB, Inneke Sachiko Hening Sangrilla Pinem atau yang biasa dipanggil Inne ini maju ke legislatif atas dorongan rekan-rekannya. Keinginannya untuk mencoba hal baru dan ingin lebih dekat dengan mahasiswa lain semakin membuatnya yakin untuk bersaing duduk di kursi legislatif.

PIONEER TANPA LUPA ESENSI

Inne menyadari bahwa jika dipandang dari sisi islam, perempuan memang tidak ditakdirkan menjadi leader. “Tapi kalau kita lihat sekarang di zaman emansipasi wanita, sudah banyak wanita yang maju menjadi seorang pioneer. Saya rasa perempuan memang harus lebih tap dibandingkan laki-laki,” tandasnya. Seperti pepatah yang ia bilang, hancur tidaknya negara itu berdasarkan perempuannya seperti apa.

Melihat masih banyaknya mahasiswi yang kurang berperan aktif dalam legislatif, ia menganggap kekhawatiran lah yang menjadi alasannya, baik dari ketidaksiapan mereka, malas, atau takut ditekan secara emosional oleh laki-laki.

Satu-satunya perempuan di legislatif DPM FPSB ini menentang paradigma dominasi laki-laki di kancah politik. Baginya, perempuan memiliki kesempatan yang sama. “Jadi cewek sendiri itu ngga’ harus jadi kalah, kok. Tapi, juga tidak melupakan esensinya sebagai perempuan,” ungkapnya.

AKTIF MENDENGAR

Pernah suatu ketika, ia merasa dirinya sebagai perempuan tidak didengar suaranya oleh rekan-rekan DPM lainnya. “Itu juga kenapa aku mengambil langkah banyak mendengar daripada berbicara. Makanya, aku juga lebih suka bergabung dengan mahasiswa lain ketimbang sama lembaga itu sendiri,” cerita mahasiswi psikologi ini.

Menurutnya, suara perempuan bisa didengar karena tiga hal, yaitu cara berbicara, tingkah laku, dan wawasan mereka. Meskipun begitu, seperti yang ia akui, “Kalau saya cerewet di otak, tapi tidak dalam hal orasinya.” Hal itulah yang membuat Inne merasa kesulitan menemukan rekan yang bisa diajak untuk berbicara.

Memotivasi rekan-rekannya adalah kegemarannya. Mempermudah urusan surat-menyurat adalah siasatnya untuk mengayomi kebutuhan mahasiswa.

WIN-WIN SOLUTION

Mahasiswi asal Jakarta ini lebih sering menjadi penengah bagi rekan-rekan legislatifnya saat terjadi konflik. Sistematika dari mendengarkan, menarik kesimpulan, dan menengahi mereka yang adu pendapat adalah taktiknya selama ini.

Selain itu, Inne juga mengaku jarang berkonflik di DPM. Sekalipun terjadi konflik, ia memandang dengan siapa dia berhadapan. “Kalau dia nyampein pesannya ngotot, aku harus lebih rasional. Ngga’ balik ngotot. Tapi, kalau secara halus dan pelan, nah, itu aku harus berpikir keras. Kita harus tahu kondisi lawan bicara kita  siapa,” tuturnya.

Sebagai orang yang sudah dipercaya untuk menjadi wakil mahasiswa, ia tidak berminat untuk mementingkan urusan pribadi. Tidak ada ketimpangan sosial karena kepentingan mahasiswa lah yang utama. “Dalam mengambil keputusan, sebisa mungkin saya mengambil sikap win-win solution,” kata ine meyakinkan.

LAYAKNYA IBU

Ine punya cerita sendiri dalam membawakan sikap kesehariannya di kampus. Sapaan akrab ‘Ibu’ yang dikenakan pada dirinya itu secara otomatis menjadi mindset, sehingga dalam kesehariannya di kampus, ia lebih suka mengayomi hal-hal terutama keluhan mahasiswa layaknya seorang ibu.

Ia berani keluar dari zona pekerjaannya sebagai sekjend tanpa harus menyalahi aturan. “Kalau kita bisa melakukan lebih dari itu alangkah lebih baik karena yang dinilai bukanlah janji-janji,” ungkap ine dengan percaya diri.

Sayangnya, tidak banyak mahasiswi yang berminat mengikuti jejak perempuan seperti dirinya untuk masuk ke legislatif. Menurutnya, perempuan sekarang lebih mengikuti lifestyle daripada peka terhadap lingkungan. Ia bilang, “Antara mau ngga’ mau, siap ngga’ siap, atau malas menghadapi konflik.”

 

Reportase Bersama Revangga Twin T.

 

 

 

 

 

Pameran foto Waisak

 

Pameran foto Waisak, di hall tengah Fakultas Ekonimi, Universitas Islam Indonesia. Foto oleh: Revangga Twin T.

Pameran foto Waisak, di hall tengah Fakultas Ekonimi, Universitas Islam Indonesia.
Foto oleh: Revangga Twin T.

Oleh: Revangga Twin T.

Lembaga Pers Mahasiswa Himmah Universitas Islam Indonesia (HIMMAH UII),  menggelar pameran foto Waisak 2557 BE di hall tengah Fakultas Ekonimi Universitas Islam Indonesia,  19 Juni sampai dengan 21 Juni 2013.  Pameran yang mengangkat tentang perayaan hari raya Waisak umat Buddha di Candi mendut dan Candi Borobudur pada Sabtu 25 Mei 2013.

Kali ini kami menghadirkan sebelas foto, Revangga Twin T (tiga foto), Foto oleh Aldino Friga P. S.(dua foto), Yayan Sulthon( satu foto ), dan Taufan Ichtiar Khudi A(lima foto).  Pameran akan dilangsungkan secara road show ke fakultas-fakultas di Universitas Islam Indoesia dalam kurun waktu dua minggu.

Maya Soetoro: Yogyakarta adalah Kota dengan Tingkat Toleransi yang Tinggi

“Saya bukan gurunya mengajari peace, tapi kalian mengajari saya,” aku adik Obama ini dengan bahasa Indonesia yang cukup lancar.

Oleh: Siti Mahdaria

Kampus Terpadu, Himmah Online

Platinum Lecture bertajuk Education for Peace ini terselenggara sebagai salah satu bentuk momentum yang dimanfaatkan oleh rektorat UII untuk mengenalkan kerjasama yang terjalin antara Universitas Islam Indonesia dengan University Hawaii at Manoa. “Awalnya perwakilan-perwakilan dari University Hawaii at Manoa datang ke Universitas Islam Indonesia dalam rangka kunjungan untuk menjalin kerjasama dan berkolarobari bersama antar kedua universitas tersebut,” tutur Ocha, salah satu staf kantor International Program (IP).

Kegiatan yang dilaksanakan di Auditorium KH. A. Kahar Mudzakkir (10 Juni 2013) ini berlangsung dari pukul 09.00-10:30 dengan dihadirit oleh Maya Soetoro yang juga adik presiden Amerika Serikat, Barrack Obama. Ia menceritakan masa-masa indahnya ketika hidup di Indonesia dulu dan bagaimana kecintaan ibundanya akan negara yang berlambang garuda ini. Maya pun masih sangat mengingat tempat-tempat tinggalnya dan makanan-makanan khas Yogyakarta. Padahal ia sendiri sudah 23 tahun tidak menginjakkan kaki di Indonesia.

“Saya bukan gurunya mengajari peace, tapi kalian mengajari Saya,” tutur Maya dalam sambutannya. Meski panitia sudah menyuruhnya untuk menggunakan bahasa Inggris, Maya tetap memilih berbicara bahasa Indonesia demi menghargai audiens yang datang. Maya menyampaikan bahwa Yogyakarta adalah kota dengan tingkat toleransi yang tinggi. Menurutnya di Yogyakarta terdapat keseimbangan dan kesinambungan antar umat beragama yang saling menghargai satu sama lain. Dirinya percaya bahwa “Lakum dinukum waliyadin; bagimu  agamamu, dan bagiku agamaku” menjadi mantra yang sempurna untuk membentuk terciptanya kedamaian antar umat beragama di Yogyakarta.

 

 

Pertunjukan Teater KOIN FE UII: Pelacur dan Sang Presiden

“Kalian senang kan, aku akan dihukum mati!,” teriak Jamila, salah satu tokoh utama dalam teater.

Oleh: Siti Mahdaria

Yogyakarta, Himmah Online

Jumat dan Sabtu (7-8/6) Teater KOIN FE UII menampilkan pertunjukan teater di Gedung Societ Military, Taman Budaya, Yogyakarta. Pertunjukkan yang berjudul “Pelacur dan Sang Presiden” ini dimainkan oleh 11 orang aktor dan 11 orang aktris dengan Ratna Sarum Paet sebagai penulis dari skenarionya. Dikisahkan dalam teater tersebut lika-liku kehidupan seorang anak yang harus tumbuh sebagai seorang pelacur karena suatu keadaan terpaksa. Jamila, yang merupakan salah satu tokoh utama dalam teater ini pun mesti membunuh berkali-kali karena menolak pemerkosaan dan pelecehan yang mengancam dirinya.

Meski pertunjukannya cukup vulgar, tapi pesan yang ingin disampaikan dalam teater ini sangat bermakna. “Pesan dari film ini ialah dimana Indonesia sebagai lubang pelacuran dan perdagangan anak yang terus meningkat, namun tidak ada tindakan serius dari pemerintah untuk mengatasi hal tersebut, kami (Teater KOIN-red) hanya berniat untuk mengingatkan generasi muda untuk lebih aktif dan kritis. Pesan keduanya, yaitu setiap manusia punya takdirnya masing-masing, maka nikmatilah takdir itu meski gak enak,” tutur Tegas Imam Ramadhan selaku sutradara dari pertunjukan ini.

SU Hari Kedua Membahas Pembentukan LPM Baru di FMIPA

Oleh: Moch. Ari Nasichuddin

Kaliurang, Himmah Online

Lanjutan Sidang Umum (SU) XXXIV KM UII hari kedua (4/6) membahas soal Peraturan Dasar Keluarga Mahasiswa (PDKM). Semula sidang dijadwalkan akan dimulai pada pukul 08.00. Namun, karena peserta sidang tidak memenuhi batas quorum maka sidang baru dimulai pada pukul 16.00

SU hari kedua kali ini juga membahas soal pembentukan Lembaga Khusus (LK) baru di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). LK baru ini bernama Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Linier. Menurut Mukhamad Dziyatulkhaq, selaku Pemimpin Umum Perintis LPM Linier, alasan dibentuknya LPM Linier karena saat ini di FMIPA sendiri perlu dibentuk lembaga yang berfungsi sebagai kontrol sosial.

Pada akhirnya sidang dipending pukul 03.00 dan dilanjutkan lagi pada pukul 09.00.

SCTV Goes to Campus Hadir di UII

Kehadiran presenter Liputan 6 Senandung Nacita dan Jeremy Teti turut memeriahkan acara ini.

Menunjukan kemampuan-Salah satu peserta menunjukan kemampuannya membawakan berita saat mengikuti workshop dan kompetisi SCTV Goes To Campus yang berlangsung di Gedung Kahar Muzakkkir, UII pada senin, 3/6. Acara ini juga menjadi ajang pencarian bakat untuk para mahasiswa di kompetisi News Presenter dan Citizen Journalism. (Foto oleh: Aldino Friga P. S.)

Menunjukan kemampuan-Salah satu peserta menunjukan kemampuannya membawakan berita saat mengikuti workshop dan kompetisi SCTV Goes To Campus yang berlangsung di Gedung Kahar Muzakkkir, UII pada senin, 3/6. Acara ini juga menjadi ajang pencarian bakat untuk para mahasiswa di kompetisi News Presenter dan Citizen Journalism. (Foto oleh: Aldino Friga P. S.)

Oleh: Laras Haqkohati

Kampus Terpadu, Himmah Online

Acara Workshop SCTV Goes to Campus (SGTC) sukses diselenggarakan di UII pada Senin, 3 Juni 2013. Acara yang bertempat di Auditorium Kahar Muzakir ini bertemakan “Konvergensi Media Menuju Era Digital”. Peserta yang datang dalam acara ini berkisar 500 orang. Tidak hanya dari kalangan mahasiswa UII, melainkan juga universitas lain yang berada di Jogja.

Sesi pertama dari acara ini adalah workshop mengenai konvergensi media dengan menghadirkan pembicara seperti Iwan Awaluddin Yusuf (Dosen Ilmu Komunikasi UII) dan Putut Trihusodo (Wakil Pemimpin Redaksi Liputan 6). Dalam kesempatan ini Iwan menyampaikan tentang kekuatan media sosial, konvergensi dan digitalisasi media, serta fenomena ‘kematian’ media konvensional. Ia juga memaparkan keunggulan konvergensi media dan kelemahannya.

Sedangkan Putut Trihusodo menuturkan semua media mempunyai portal masing-masing begitu juga Liputan 6. Ia juga menambahkan, menurutnya selama ini pemberitaan Liputan 6 masih netral, tidak terpengaruh kepentingan politis. Karena setiap berita yang akan diangkat terlebih dahulu diolah secara matang.

Manfaat Workshop SCTV Goes To Campus Bagi Mahasiswa UII

Audisi presenter dapat mendatangkan manfaat bagi mahasiswa ketika berkarir dalam dunia News Presenter nanti.

Menunjukan kemampuan-Salah satu peserta menunjukan kemampuannya membawakan berita saat mengikuti workshop dan kompetisi SCTV Goes To Campus yang berlangsung di Gedung Kahar Muzakkkir, UII pada senin, 3/6. Acara ini juga menjadi ajang pencarian bakat untuk para mahasiswa di kompetisi News Presenter dan Citizen Journalism. (Foto oleh: Aldino Friga P. S.)

Menunjukan kemampuan-Salah satu peserta menunjukan kemampuannya membawakan berita saat mengikuti workshop dan kompetisi SCTV Goes To Campus yang berlangsung di Gedung Kahar Muzakkkir, UII pada senin, 3/6. Acara ini juga menjadi ajang pencarian bakat untuk para mahasiswa di kompetisi News Presenter dan Citizen Journalism. (Foto oleh: Aldino Friga P. S.)

Oleh: Fajar Noverdian

Kampus Terpadu, Himmah Online

Ketua Tim SCTV Goes To Campus (SGTC), Bambang Sulistyo, mengatakan dari pihak penyelenggara dan yang menyelenggarakan acara ini sama-sama saling menguntungkan. Pada workshop ini baik SCTV maupun Universitas Islam Indonesia (UII) menyediakan tempat bagi mahasiswa UII, khususnya prodi Ilmu Komunikasi dan prodi lainnya untuk diberikan bekal sebelum terjun ke dunia News Reporter dan Presenter. Acara ini, menurut Bambang, berjalan lancar dan tidak ada kendala. SGTC tidak hanya diikuti oleh mahasiswa UII, tapi juga perguruan tinggi lain seperti Universitas Gajah Mada (UGM), Atmajaya, Universitas Negri Yogyakarta (UNY). Dan untuk pendaftaran mereka tidak membayar.

Untuk publikasi sendiri menurut Bambang, melalui periklanan dari SCTV dan dari undangan tim universitas. Manfaat yang didapat dari peserta maupun peserta audisi yaitu bisa mendapatkan seminar, audisi dalam Workshop News Reporter dan Presenter, serta perlombaan bagaimana menjadi seorang presenter.

 

Apa Kata Jeremi Tetti dan Senandung Nacita?

Sebuah profesi itu harus dicintai agar tidak tampak menjadi kesulitan.

Menunjukan kemampuan-Salah satu peserta menunjukan kemampuannya membawakan berita saat mengikuti workshop dan kompetisi SCTV Goes To Campus yang berlangsung di Gedung Kahar Muzakkkir, UII pada senin, 3/6. Acara ini juga menjadi ajang pencarian bakat untuk para mahasiswa di kompetisi News Presenter dan Citizen Journalism. (Foto oleh: Aldino Friga P. S.)

Menunjukan kemampuan-Salah satu peserta menunjukan kemampuannya membawakan berita saat mengikuti workshop dan kompetisi SCTV Goes To Campus yang berlangsung di Gedung Kahar Muzakkkir, UII pada senin, 3/6. Acara ini juga menjadi ajang pencarian bakat untuk para mahasiswa di kompetisi News Presenter dan Citizen Journalism. (Foto oleh: Aldino Friga P. S.)

Oleh: Fajar Noverdian 

Kampus Terpadu, Himmah Online 

Acara SCTV Goes To Campus (SGTC) ini bertujuan untuk mendekatkan industri televisi dengan mahasiswa-mahasiswi sebagai salah satu pemirsa yang terus memantau perkembangan berita di televisi, “ya, kami usahakan datang dekat dengan mahasiswa, biar mahasiswa tau bagaimana cara proses bekerjanya crew televisi,” tutur Jeremi Tetti ketika diwawancara saat hendak istirahat (3/6) kemarin. 

Secara garis besar karena ketatnya persaingan industri televisi, persaingan semakin ketat di mana-mana, aspek penilaian yang paling penting adalah kualitas look di televisi, penampilan di televisi itu yang pertama. Ia menambahkan kualitas vokal dan kemampuan delivery di depan kamera. “Karena masalah look kita bisa melakukan perombakan melalui operasi plastik, kalo kualitas vokal dan kemampuan di depan kamera itu bisa dilatih” ujarnya. 

Ketika audisi pertama saat kompetisi di Universitas Mercu Buana, Jakarta, Jeremi mengatakan hanya dalam tempo 3-4 jam setelah menang mengikuti audisi, dia langsung diterima di salah satu stasiun televisi. Dan record di UIN Jakarta, hanya sekitar 1 jam setelah dinobatkan sebagai pemenang, dia langsung diterima di salah satu televisi berbayar. Menurut Jeremi, kiat-kiat agar mampu berkompetisi secara profesional, seseorang itu harus sadar kamera. “Mengikuti acara televisi, audisi, dia harus prepare penampilannya dan bagaimana ia harus tau cara tampil di depan kamera” ungkap Jeremi. 

Pada tahun 1994, Jeremi memenangkan sebuah kompetisi sekitar 500 peserta audisi hingga ia bisa sampai seperti sekarang ini dan dulu juga sempat bekerja satu tahun di Yogyakarta. Presenter Senandung Nacita pun berpendapat sama, SGTC diadakan memang untuk mencari bibit reporter dan juga calon presenter yang ada di kampus-kampus. Kemudian juga memberi pemahaman seperti apa bekerja di dunia pertelevisian, khususnya di Liputan 6. Untuk menjuri itu ada faktor penilaiannya, “Ada dari segi look, voice, dan dari bagaimana cara dia menyampaikan berita delivery-nya seperti apa” tukas Nacita. 

Dan dari poin-poin itulah nanti ditentukan siapa yang paling baik untuk menjadi News Reporter dan Presenter, dan terutama yang harus di bawahi juga, ia harus memiliki minat yang tinggi di bidang jurnalistik. Menurut Nacita, dalam menggeluti dunia News Reporter dan Presenter, haruslah mempunyai semangat tinggi untuk belajar. “Banyak ya, kita harus mau belajar, selalu perbanyak ilmu pengetahuan, banyak baca dan untuk calon presenter sendiri mungkin bisa latihan suaranya digali lagi. Bagaimana sih bicara yang baik dan artikulasi yang baik,” kata puteri aktor senior Deddy Mizwar itu. 

Ia menambahkan di bidang jurnalis itu jangan dijadikan sebuah pekerjaan, “memang sebuah profesi, tapi dijadikan dicintai ya, karena kalau misalnya dicintai, justru itu menjadi tidak tampak menjadi sebuah kesulitan, tapi menjadi tantangan baru” tambahnya lagi. 

Reportase bersama: Metri Niken L.

Skip to content