Beranda blog Halaman 14

Waktu Persiapan Mepet, Panitia Kepepet

Tahun ini panitia PESTA tidak membuka tender bagi vendor catering yang ingin memasarkan produknya. Hal ini diakui oleh Ketua Steering Committee (SC), Marcel Dewa. Ia mengaku tak sempat melakukannya karena keterbatasan waktu yang dimiliki panitia dalam mengurus acara PESTA. “Mepet banget soalnya,” ujarnya.


Pelaksanaan Pesona Ta’aruf (PESTA) yang digelar pada 10-12 Agustus 2023 mendapat sorotan tajam dari publik. Sebab, beredar kabar bahwa panitia terlambat menyediakan makanan bagi mahasiswa baru (maba) dan mahasiswi baru (miba) di hari pertama pelaksanaan. 

Selain terlambat, makanan yang diberikan pun dinilai tak layak. Ketidaklayakan tersebut berupa ayam goreng basi, nasi bertekstur keras, dan adanya ulat sayur pada makanan.

Hindun (bukan nama sebenarnya) adalah salah seorang miba peserta PESTA 2023. Kepada awak Himmah, ia mengaku jatah makannya datang terlambat di hari pertama itu. Ia baru dapat makanan setelah sesi Talkshow Keislaman di kisaran pukul 2 siang.  “Aku dan teman-teman capek, terus lapar, belum datang-datang makanannya, gitu,” jelas Hindun pada Minggu (13/08).

Setelah Hindun mendapatkan jatahnya, dia mencuil ayam goreng. Ia merasa ayam itu tak sedap. Teman di sampingnya juga mengatakan hal serupa. Makanan itu lalu diganti oleh wali jamaah (Waljam). Namun, tekstur nasi di makanan pengganti ini agak keras, seperti belum matang sempurna. “Udah datang, kayak, udah seneng, gitu. Tapi pas jadi makan, oh, ya gitu deh!” ujarnya.

Seperti Hindun, Jamaah (red- kelompok) Ahmad (bukan nama sebenarnya) pun sama menahan lapar di sesi yang sama dengan Hindun. Menu yang ia dapatkan juga serupa, satu kotak kardus berisi nasi, ayam goreng, sayur, dan pisang. Namun, Ahmad baru menyadari bahwa lauknya bermasalah ketika makanan di kotak itu hampir habis. 

“Kalau misalnya saya udah lapar, ya, apa saja (yang) dimakan, itu, nggak ngerasain (red-tidak terasa),” jelas Ahmad kepada awak Himmah pada Sabtu (12/08).

Kejadian di atas memunculkan berbagai komentar negatif yang mengarah pada panitia acara, khususnya Divisi Konsumsi PESTA 2023.

Apa yang Terjadi?

Berbekal informasi tersebut, awak Himmah mencoba mencari benang merah dari permasalahan ini. Awak Himmah menemui Sabil (bukan nama sebenarnya), salah satu anggota Staf Konsumsi, pada Selasa (15/08) untuk menanyakan bagaimana peristiwa keterlambatan dan makanan tak layak itu bisa terjadi. 

Sabil bercerita, di hari pertama, pihak vendor adalah Alanis Catering. Pukul 10 pagi ia dan teman-temannya mulai memeriksa makanan. Ia menemukan satu kotak berisi ayam goreng berbau menyengat, tanda tak layak makan. Kotak itu lalu disisihkan.

Makanan dibagi ke maba-miba pukul 11.30. Tiba-tiba muncul komentar dari maba-miba bahwa ayam gorengnya basi. Di sela-sela istirahat, Sabil menyicip salah satu sampel ayam goreng yang dilaporkan basi oleh maba-miba. Menurut kawan-kawannya, ayam goreng itu basi. Namun baginya, ayam itu tak basi. “Cuma kayak ada aroma darah dan masih belum matang,” ujar Sabil.

Mulanya, Sabil membagikan kotak makan yang telah lolos seleksi kepada hampir seluruh jamaah. Di sisa akhir, beberapa Waljam melapor bahwa jamaahnya belum mendapat jatah makan.

Tak hanya maba-miba, keterlambatan konsumsi juga menimpa panitia, mengingat jatah makan mereka diambilkan dari vendor yang sama. Mereka baru bisa makan setelah seluruh maba-miba mendapat jatahnya. Sabil dan kawan-kawannya melepas rasa lapar pada pukul “setengah 4 atau jam 5 sore”, ujar Sabil.

Pengiriman makanan oleh Alanis Catering terbagi atas 4 kloter. Namun, kloter keempat tidak terkirim. Nabila Safira, Koordinator Divisi Konsumsi menuturkan, rincian dari 3 kloter terkirim adalah 2.700 pada pukul 9.30 pagi, 1.817 pada pukul 12 siang, dan 400 mendekati pukul 2 siang.

Kesalahan atas keterlambatan konsumsi itu begitu saja ditimpakan kepada Divisi Konsumsi. Nabila merasa tuduhan itu tidak berdasar karena Divisi Konsumsi tidak bertanggungjawab dalam melakukan korordinasi dengan pihak vendor. 

“Untuk keterlambatan dan yang berhubungan langsung dengan vendor itu bukan divisi konsumsi. Tapi akhirnya dilimpahkan ke divisi konsumsi,” keluhnya.

Marcel Dewa, Ketua Steering Committee (SC), menjelaskan, pihak yang melakukan hubungan langsung dengan vendor adalah Komisi C. Hal itu merupakan aturan yang tak pernah berubah dari tahun ke tahun.

Juga, menurut Marcel, pihak Alanis Catering telah menyanggupi permintaan panitia. Namun ketika dimintai keterangan atas keterlambatan, pihak vendor beralasan bahwa mereka keteteran. “Awalnya bilangnya sanggup, eh, tiba-tiba keteteran” ujarnya.

Pihak Alanis Catering mengkonfirmasi bahwa memang terjadi mismanajemen di dapur mereka yang menjadi sebab keterlambatan. Alasannya karena panitia dengan mendadak memesan porsi lebih untuk maba-miba yang baru bergabung dalam agenda PESTA. Tambahan-tambahan itu membuat mereka keteteran.

Makanan pengganti juga telah ditawarkan oleh pihak Alanis Catering untuk 400 porsi yang belum sempat terkirim. Rencananya mereka akan membeli sejumlah makanan tersebut di warung-warung terdekat. Namun, panitia menolaknya.

Sebagai bentuk pertanggungjawaban, Ramadhani Naufal selaku Koordinator Bidang Pengembangan Mahasiswa (BPM) menuturkan bahwa dirinya bersama anggota Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) dan juga beberapa panitia membeli makanan pengganti dari warung makan terdekat. Mereka menyebar membeli nasi padang dan makanan dari warung makan Indomie (Warmindo) Motekar dengan besaran nominal 15.000 per porsi.

Sedangkan, menurut keterangan Marcel, setelah kejadian tersebut Komisi C melakukan rapat untuk mengganti vendor Alanis. Hasil dari rapat itu, mereka menetapkan dua nama vendor. “Svvarga Rasa Catering dan Bati,” ujarnya.*

Di pelaksanaan hari kedua, tidak ada komplain tentang makanan. Sebagai vendor di hari kedua, Kencana Boga Catering benar-benar melaksanakan tugasnya. Hanya saja isu makanan terlambat dan tak layak itu mulai masif dibincangkan maba-miba.

Pada hari ketiga, komplain kembali terjadi. Terdapat unggahan di media sosial tentang keluhan dari maba-miba akibat adanya ulat sayur di makanan mereka. Rule Junior selaku Ketua Organizing Committee mengakui adanya komplain tersebut. 

Setelah laporan itu, Rule menyebut jumlah kotak makan yang di dalamnya terdapat ulat sayur tidak mencapai 3% dari total keseluruhan pesanan. “berdasarkan data kami ya itu 8 yang ada ulatnya,” ujarnya.

Keterbatasan dari metode pengecekan menjadi alasan lolosnya ulat sayur dalam kotak makan itu. Untuk memastikan makanan tetap higienis, panitia hanya menghirup aroma dari setiap kotak. Sedangkan ulat sayur yang ditemui terletak di bawah sayuran. Itu yang membuat luput staf konsumsi.

 “Tapi kalau kita sampai ngubek-ngubek, kan juga itu kurang etis, kan?,” pungkas Rule.

Baru ketika penutupan PESTA, beredar laporan berjudul “PRESS RELEASE” di grup Whatsapp maba-miba. Dalam tulisan itu, terdapat data adanya ulat sayur pada 15 sampai 20 kotak dari 2.671 total pesanan panitia PESTA. 

Selebaran itu dibuat di kediaman Ganesya, pemilik Svvarga Rasa Catering. Surat yang hanya berupa tulis tangan panitia dan tanpa kop dan cap resmi perusahaan tersebut tertandatangani oleh Ganesya, pemilik Svvarga Rasa Catering; Dinda Ramadhanty, Staf Komisi C; dan Rifqi Permanto, Staf Ahli Divisi Konsumsi.

Munculnya angka 15-20 adalah data yang dikemukakan oleh panitia PESTA. Ganesya menuturkan bahwa hanya ada 4 kotak makan dan beberapa foto yang dibawa panitia ke rumahnya sebagai barang bukti. Panitia tidak dapat menyebutkan jumlah konkret kotak makan berulat sayur itu. 

“Aku kan manut tulisannya dia (panitia). Dia kan juga ngasih tau ‘Mas ini katanya ada penambahan lagi’. Ya sudah, tulis saja berapa” tutur Ganesya.

Ganesya juga menyebut adanya ulat sayur di beberapa makanan itu bukan masalah serius. Selain menjadi penanda bahwa sayur itu tidak berpestisida, jumlahnya bahkan kurang dari 3%. Artinya, porsi pengganti juga telah tersedia. “Ya, kan sudah selesai masalahnya” ujarnya.

Dalam dokumen proposal yang disusun SC, tercantum proses mitigasi untuk makanan yang tidak layak. Panitia PESTA melebihkan 3% jatah makan maba-miba.

Total ada 5.239 kotak makan yang mereka pesan dengan rincian 4.635 untuk peserta dan 604 untuk panitia. Jumlah ini belum termasuk tambahan yang disebut oleh pihak Alanis Catering. Faktanya, pada hari pertama, makanan yang layak dibagikan tidak dapat mencakup jatah keseluruhan peserta PESTA, bahkan panitia.

Awak Himmah sempat menemui Komisi C untuk meminta keterangan. Namun, Komisi C enggan menanggapi permintaan awak Himmah dan menganjurkan untuk menunggu hasil dari Tim Pencari Fakta yang dibentuk oleh Rektorat dan KM UII.

Hanya Ada Dua Vendor

Pada susunan kepanitiaan, penetapan vendor merupakan wewenang dari Komisi C. Selain mengontrol administrasi keuangan OC, Komisi C bertugas menyeleksi dan menetapkan catering yang akan digunakan sebagai pihak penyedia makanan selama PESTA berlangsung.

Tahun ini, Komisi C hanya menentukan dua vendor untuk penyediaan makanan berat. Dua vendor itu adalah Alanis dan Kencana Boga. Skemanya, hanya ada satu kali jatah makan yang ada di hari pertama dan kedua, dan dua jatah makan di hari ketiga. Vendor Alanis bertugas menyuplai makan di hari pertama dan jatah makan siang di hari ketiga. Sedangkan Kencana Boga menyuplai makanan di hari kedua dan makan sore di hari ketiga.

Keputusan dipakainya dua vendor ini telah disetujui oleh Bidang Pengembangan Mahasiswa (BPM) LEM UII. Ramadhani Naufal Setyahadi selaku Koordinator menyampaikan, keputusan dua vendor ini dimaksudkan untuk mempermudah proses quality control

Jika terlalu banyak vendor “Panitia perlu menyamakan rasa dari berbagai macam catering, terus, (juga menyamakan) bagaimana kualitas dari berbagai macam catering,” ujar Ramadhani.

Tak hanya itu Bidang Pengembangan Mahasiswa LEM juga telah berkonsultasi kepada Ketua Umum LEM UII, Muhammad Rayhan. Akan tetapi, Rayhan mengaku ada miskomunikasi dalam proses konsultasi itu. Ia tak ikut mengawal proses verifikasi sampai akhir karena beberapa alasan akademik.

“Persiapan sempro (red-seminar proposal),” ujarnya.

Di sisi lain, Rayhan mengatakan bahwa ia percaya kepada Komisi C atas kelayakan dan kepantasan Alanis dan Kencana Boga. Tapi, ketika dimintai tanggapan tentang persetujuannya atas dua vendor, ia memilih untuk tidak berkomentar.

Kedua vendor tersebut terpilih bukan melalui sistem lelang tender, melainkan Komisi C menetapkan nama-nama vendor yang kemudian akan mereka kunjungi. Mereka melakukan kunjungan bersama beberapa anggota LEM, dan perwakilan dari Divisi Konsumsi.

Survei itu dilakukan dengan dua tahap. Pertama, panitia memberi tawaran dan mencoba produk dari vendor tersebut. Setelah itu, pada tahap kedua, panitia akan datang lagi untuk melakukan teken dengan pihak penyedia makanan.

Dua vendor itu dikunjungi oleh dua tim di waktu yang bersamaan. Nabila mengaku pernah mengikuti survei tahap pertama. Ia mendatangi vendor Kencana Boga. Awalnya, Kencana Boga hanya sanggup untuk menyediakan jumlah makanan dalam porsi hingga seribu saja. Akan tetapi, pihaknya menyanggupi tawaran panitia untuk menyediakan lebih dari itu.

Tentang Alanis, Nabila hanya memberi kejelasan bahwa vendor itu tidak seperti Kencana Boga yang bekerja sama dengan UMKM setempat untuk memenuhi target yang diajukan oleh panitia. Yang ia tahu, Alanis “hanya satu (red- satu dapur) saja dan satu vendor”, ujarnya.

Marcel sendiri mengaku tak pernah mendatangi vendor Alanis. Yang ia tahu, Alanis berada di daerah Ngaglik atau Ngemplak, tidak jauh dari area Jakal (Jalan Kaliurang). Dirinya tak dapat mengingat betul alamat-alamat itu. “Karena saya bukan orang Jogja asli,” ungkapnya.

Persiapan Yang Mepet

Agenda PESTA merupakan salah satu agenda LEM yang termasuk dalam program kerja (proker) BPM. BPM mulai mengumpulkan panitia SC berdasarkan rekomendasi dari masing-masing fakultas dan juga musyawarah antara pengurus LEM. Mereka baru mengadakan rapat perdana pada Minggu, 25 Juli 2023.

Rapat perdana itu membahas pembagian posisi panitia dan transformasi konsep oleh BPM. Ramadhani mengatakan, tidak lama setelah kumpul perdana itu, Ketua SC mengundurkan diri. Setelah melakukan konsultasi dengan Rayhan, mereka memutuskan untuk memilih “salah satu dari Komisi B”, ujarnya. Akhirnya, Marcel Dewa terpilih menjadi Ketua baru.

Mundurnya ketua SC lama disebabkan oleh miskomunikasi ke pihak Fakultas. Tentang siapa orang itu dan dimana fakultasnya, Ramadhani tidak mau menyebutkan namanya. “Nggak bisa kita sebut namanya”, ujarnya.

Pergantian panitia ini juga terjadi pada Divisi Konsumsi. Nabila adalah Koordinator Divisi Konsumsi baru. Ia terpilih sehari sebelum PESTA digelar. Awalnya dia menjabat Staf Ahli Divisi Konsumsi. Zahra Dihan, Koordinator lama, mengalami insiden jatuh dari motor. Perempuan itu harus menjalani rawat inap sehingga tak bisa meneruskan tugasnya.

Persiapan yang dilakukan oleh panitia SC terhitung 45 hari sejak kumpul perdana hingga hari pelaksanaan PESTA. Sedang menurut Rule, persiapan panitia OC hanya 13 hari.

Anggota OC dipilih melalui sistem perekrutan oleh panitia SC bagian Komisi B. Perekrutan itu dilakukan di tanggal 8 Juli 2023. Penentuan panitia diumumkan tiga hari berikutnya. Satu minggu pertama dilakukan untuk konsultasi kepada panitia Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM). Satu minggu kedua digunakan untuk verifikasi kepada Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM).

Selama 13 hari setelah verifikasi DPM, panitia OC mulai mempersiapkan pernak-pernik acara dan juga agenda pelatihan teknis. Namun, tidak ada pelatihan teknis untuk panitia konsumsi untuk uji kelayakan makanan. Dalam pelaksanaannya, panitia hanya berpangku pada indra dari masing-masing anggotanya.

Hanya ada Standart Operating Procedur (SOP) yang diterapkan untuk pemeriksaan makanan. SOP itu berupa menghitung kuantitas, tersedianya semua kondimen dan cek makanan bersih. Kondimen adalah kesediaan lauk, nasi, buah, dan alat makan seperti sendok. Bersih adalah tidak berbau dan tidak ada zat asing.

Tahun ini panitia PESTA tidak membuka tender bagi vendor yang ingin memasarkan produknya. Hal ini diakui oleh Ketua Steering Committee (SC), Marcel Dewa. Ia mengaku tak sempat melakukannya karena keterbatasan waktu yang dimiliki panitia dalam mengurus acara PESTA. “Mepet banget soalnya,” ujarnya.

Mereka juga tak sempat mengatur sanksi bagi keterlambatan pengiriman. Dokumen MoU vendor yang disusun oleh Steering Committee (SC) hanya menjelaskan mekanisme pengembalian 20% nilai kontrak apabila ditemukan makanan yang tak layak yang tertulis pada pasal IV tentang sanksi.

Marcel menyebut bahwa itu juga bagian dari kelalaiannya. “Karena kita nggak expect (red-menyangka) akan ada itu,” ujarnya.

Dalam urusan vendor pengganti, panitia baru menghubungi Svvarga Rasa Catering untuk mengganti vendor Alanis Catering di hari ketiga pada Jumat, 11 Agustus 2020. 

Ganesya selaku pemilik Svvarga Rasa Catering, mengungkapkan, di Jumat pagi, 11 Agustus 2023 ia menerima Whatsapp dari Dinda Ramadhanty, anggota Komisi C, yang menanyakan perihal kesanggupan dari vendor untuk menyediakan sejumlah kotak makan. Ganesya mengaku sanggup dan menunggu teken kerjasama dengan Dinda.

Karena tak ada kejelasan dari Dinda, pukul 2 sore Ganesya menghubungi Dinda via telepon untuk meminta penegasan apakah perusahaannya akan digunakan untuk hari ketiga. Perlu persiapan bagi vendor untuk menyediakan bahan, apalagi untuk pesanan dengan tenggat waktu yang sangat mepet. Akhirnya mereka bersepakat untuk melakukan kerjasama tersebut.

Karena waktu yang mepet pula, awalnya, panitia hanya memberikan MoU kepada Ganesya berupa salinan digital ketika keduanya menyepakati transaksi. MoU berupa dokumen fisik baru ditandatangani di hari ketiga, bersamaan dengan pers rilis. “MoU itu sekaligus aku tandatangan beserta pers rilisnya,” jelas Ganesya.

Tim Pencari Fakta

Pihak Rektorat UII lalu bersegera membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) untuk menuntaskan masalah ini. Di dalamnya terdapat 12 pihak dari jajaran dosen, dengan rincian 1 ketua, 1 sekretaris, dan 10 anggota bertanda tangan Surat Tugas dari Rektor. Selain itu, Keluarga Mahasiswa UII (KM UII) juga membentuk TPF yang terdiri atas 1 perwakilan dari tiap-tiap DPM Fakultas, dan 4 anggota gabungan dari DPM maupun LEM.

Dalam jangka waktu yang mepet, Kedua TPF ini melangsungkan koordinasi melalui komunikasi yang intens. Dalam proses penyelidikan, TPF KM hanya bersifat membersamai. Kerja-kerja penyelidikan akan lebih banyak dilakukan oleh pihak Rektorat. “Dan ini juga membantu dalam proses-proses ketika kami ada hal-hal yang perlu dikonfirmasi,” ucap Beni Suranto selaku Direktur Pembinaan Kemahasiswaan 


Wakil Rektor III, Rohidin, tak memungkiri bahwa apa yang viral di medsos itu adalah sebuah fakta. Oleh sebab itu, TPF dibentuk demi memastikan kebenaran informasi yang beredar di media sosial itu. Demi alasan keamanan dan kelancaran investigasi, Rohidin memilih untuk tidak menyebutkan nama-nama yang terlibat dalam TPF. “Yang penting sudah terbentuk,” ucapnya.

Ketika ditemui oleh awak Himmah pada Jumat (18/08), pihak TPF baru saja memulai pemeriksaan. Beni menuturkan, pihaknya kini tengah sibuk berkoordinasi dengan TPF KM. “Kemarin kita koordinasi tentang nama-nama yang perlu dipanggil untuk dimintai keterangan dan seterusnya,” jelas Beni.

Ia juga akan meminta keterangan kepada pihak vendor tentang keterlambatan makanan di hari pertama. Data sementara menunjukkan, pengiriman seharusnya dilakukan pukul 9 hingga 10 pagi. Namun, jatah makan baru lengkap dikirimkan pada pukul 2 hingga 3 sore.

Tentang ulat sayur di hari ketiga, ia menuturkan, data dari LEM menyebutkan hanya ada 9 atau 10 kotak yang ditemukan dari vendor pertama. Setelahnya ditemukan lagi 15 kotak makan tidak layak dengan rincian 13 kotak terdapat ayam busuk, 1 kotak terdapat salad busuk, dan 1 kotak lagi terdapat lalat dari vendor berbeda di hari yang sama.*

Sejauh ini, ada 82 data hasil aduan yang terkumpul. Tautan kanal aduan ini disebarkan melalui akun resmi media sosial Instagram @uiiyogyakarta. Dari 82 data tersebut, 14 data merupakan aduan sakit. Selain itu, isinya adalah aduan yang bermacam-macam seperti pembatasan akses masuk, waktu salat yang mepet, sikap panitia, dan lain sebagainya. “Jadi malah lebih banyak yang mengeluh seperti itu,” ucap Beni.

Menurut Rohidin, panitia harus membuka lelang pada proyek bernilai lebih dari 100 juta. Namun ia menyampaikan bahwa lelang ditiadakan karena waktu yang terbatas. Hal ini adalah buntut dari keterlambatan penetapan fungsionaris akibat mundurnya jadwal Pemilihan Mahasiswa (Pemilwa). 

“Itu yang kemudian mengakibatkan (tidak adanya buka lelang) ini,” jelasnya.

Menurut Rohidin,  pengalaman panitia yang kurang memadai juga menjadi sebab munculnya masalah ini. Seluruh panitia PESTA adalah mahasiswa di tingkat awal. “Jadi panitia itu belum punya pengalaman untuk menyediakan konsumsi, menyediakan barang lewat vendor-vendor itu,” lanjut Rohidin

Ia membandingkan kondisi itu dengan apa yang dikerjakan Universitas selama ini. Hampir seluruh suguhan makanan untuk peserta Pendidikan Nilai Dasar Islam (PNDI) maupun Pesantrenisasi maba-miba merupakan makanan yang layak dikonsumsi dan enak. “Karena itu standarisasinya tinggi. Terstandar dengan baik,” jelasnya.

Terkait kapan TPF akan memaparkan hasil investigasinya, Beni hanya dapat memastikan bahwa tim tersebut akan bergerak secepat mungkin. Ia ingin tim ini benar-benar tuntas dalam mengusut kasus tersebut.

Rohidin menambahkan, hasil dari temuan TPF yang akan disampaikan kepada publik dipastikan sesuai dengan fakta. “Kita ingin cepat tapi tidak gegabah,” tambah Rohidin.

Reporter: Nurhayati, R. Aria Chandra Prakosa, Muhammad Fahrur Rozi

Editor: Qothrunnada Anindya Perwitasari


* Naskah ini mengalami penyesuaian pada Rabu (01/11/2023). Kami memberikan koreksi terkait penyebutan nama “Baratie Grup Catering”. Kami juga menyampaikan penjelasan untuk hak jawab Baratie Grup Catering pada laman media sosial LPM HIMMAH.

Penyesuaian pertama terdapat pada paragraf ke-21, paragraf tersebut awalnya berbunyi, “Sedangkan, menurut keterangan Marcel, setelah kejadian tersebut Komisi C melakukan rapat untuk mengganti vendor Alanis. Hasil dari rapat itu, mereka menetapkan dua nama vendor. “Svvarga Rasa Catering dan Baratie Grup Catering,” ujarnya.”, lalu diubah menjadi, “Sedangkan, menurut keterangan Marcel, setelah kejadian tersebut Komisi C melakukan rapat untuk mengganti vendor Alanis. Hasil dari rapat itu, mereka menetapkan dua nama vendor. “Svvarga Rasa Catering dan Bati,” ujarnya.”

Kelalaian reporter kami terdapat pada kurangnya verifikasi terhadap apa yang disampaikan oleh Marcel Dewa. Marcel tidak pernah menyebutkan bahwa pihak Komisi C memesan konsumsi pada “Baratie Grup Catering”, tapi menyebutkan nama vendor lain yakni “Bati”.

Penyesuaian kedua terdapat pada paragraf ke-67, paragraf tersebut awalnya berbunyi, “Tentang ulat sayur di hari ketiga, ia menuturkan, data dari LEM menyebutkan hanya ada 9 atau 10 kotak yang ditemukan dari vendor pertama. Sedangkan di Baratie Grup Catering, terdapat 15 kotak makan tidak layak dengan rincian 13 kotak terdapat ayam busuk, 1 kotak terdapat salad busuk, dan 1 kotak lagi terdapat lalat.”, lalu diubah menjadi, “Tentang ulat sayur di hari ketiga, ia menuturkan, data dari LEM menyebutkan hanya ada 9 atau 10 kotak yang ditemukan dari vendor pertama. Setelahnya ditemukan lagi 15 kotak makan tidak layak dengan rincian 13 kotak terdapat ayam busuk, 1 kotak terdapat salad busuk, dan 1 kotak lagi terdapat lalat dari vendor berbeda di hari yang sama.”.

Narasumber (Beni Suranto) tidak pernah menyebutkan nama Baratie Grup Catering atau nama-nama vendor konsumsi lain. Nama-nama tersebut kami sesuaikan dengan hasil reportase kami.

LPM HIMMAH menerima hak jawab ini dan memohon maaf pada Baratie Grup Catering serta pembaca.

Konser Pesona Ta’aruf UII 2023

Panggung dan Penampilan grup band Geisha pada malam konser penutupan Pesona Ta’aruf (PESTA) UII 2023 yang diadakan Sabtu (12/8) di lapangan Fakultas Kedokteran, kampus terpadu UII. Foto: Himmah/Muhammad Fahrur Rozi

Penampilan grup band Kerispatih pada malam konser penutupan Pesona Ta’aruf (PESTA) UII 2023 yang diadakan Sabtu (12/8) di lapangan Fakultas Kedokteran, kampus terpadu UII. Foto: Himmah/Muhammad Fahrur Rozi
Penampilan salah satu vokalis Unisi Music Community (UMC) pada malam konser penutupan Pesona Ta’aruf (PESTA) UII 2023 yang diadakan Sabtu (12/8) di lapangan Fakultas Kedokteran, kampus terpadu UII. Foto: Himmah/Muhammad Fahrur Rozi
Maba miba UII menyaksikan konser penutupan Pesona Ta'aruf (PESTA) 2023 yang diadakan Sabtu (12/8) di lapangan Fakultas Kedokteran, kampus terpadu UII. Foto: Magang Himmah/Fairuz Tito

Manajemen Aksi, Manajemen Berekspresi

Himmah Online, Kampus Terpadu – Manajemen aksi yang dilaksanakan di parkiran Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (FK UII) pada Sabtu (12/08) menjadi materi terakhir dalam rangkaian Pesona Taaruf (PESTA) 2023. Dalam manajemen aksi tersebut mahasiswa dan mahasiswi baru (maba-miba) UII diberikan kesempatan untuk belajar menyampaikan aspirasi dengan berdemonstrasi dan berorasi. 

Rangkaian manajemen aksi tersebut diawali dengan pemberian materi dan praktik demonstrasi. Maba-miba dipecah ke dalam kelompok-kelompok kecil. Pada masing-masing kelompok terdapat satu pemantik yang berasal dari fungsionaris DPM maupun LEM. Usai materi diberikan oleh para pemantik, mereka diarahkan kembali berkumpul ke panggung utama untuk mendengarkan orasi terbuka. Sesi ini ditandai dengan kedatangan mobil aksi yang mengangkut para orator beserta spanduk-spanduk bertuliskan kritik ala mahasiswa.

Mobil aksi tersebut lalu berhenti di depan panggung. Orator yang berasal dari panitia berorasi. Setelah itu beberapa maba yang ditunjuk, maju untuk berorasi terbuka di atas panggung di depan 4000-an maba-miba lainnya.

Selain menjadi tempat untuk belajar berorasi, momen ini juga menjadi panggung bebas untuk berekspresi bagi maba. Maba yang maju berorasi diberikan tema besar oleh panitia, yaitu hak mahasiswa dalam pendidikan. Sedangkan dalam penjabarannya mereka diharuskan untuk berimprovisasi.

Virdan, salah satu maba yang berkesempatan maju untuk berorasi, mengungkapkan bahwa aksi seperti ini masih relevan bagi mahasiswa. Baginya, meskipun tren saat ini banyak pendapat dan gagasan disampaikan melalui media online, kegiatan ini masih menjadi salah satu cara dalam berekspresi dan menyuarakan aspirasi. “Kalau aksi, mah, hanya bentuk ekspresi gitu,” jelas Virdan.

Rule Junior (20), ketua Organizing committee (OC) PESTA 2023, menjelaskan bahwa di antara tujuan adanya sesi manajemen aksi adalah sebagai sarana untuk memancing daya pikir kritis dan keberanian mahasiswa dalam menyampaikan pendapat sebelum mereka masuk ke dunia perkuliahan.

Dalam sesi manajemen aksi tersebut panitia tidak memberikan tema yang spesifik. Hal ini dijelaskan oleh Marcel Dewa, ketua Steering Committee (SC) PESTA, bahwa isu isu pendidikan sangat banyak, sehingga cakupannya jadi bisa lebih luas. “Jadi kita tidak membatasi hanya pada satu isu saja,” tandasnya.

Tingginya biaya Catur Dharma menjadi isu yang paling banyak diangkat oleh maba-miba. Rule menilai bahwa hal itu tak lepas dari isu kampus yang paling mengemuka, khususnya yang belakangan kerap terdengar dari berbagai perguruan tinggi negeri. “Itu mungkin, kalau dari saya pribadi, menangkapnya lebih ke arah miss dari mahasiswa-mahasiswa baru,” ungkapnya.

Meski hanya simulasi, Dalam sesi manajemen aksi tersebut maba yang mendapat kesempatan untuk berorasi di panggung berhasil membuat seisi lapangan bergelora. Seluruh maba ikut bersorak dan bertepuk tangan. Mereka antusias menyambut orasi yang disuarakan oleh para orator.

Reporter: Himmah/Muhammad Fahrur Rozi, Magang Himmah/Said Hidayatullah, Subulu Salam

Editor: R. Aria Chandra Prakosa

TPA Piyungan Masih Tutup, Kemana Larinya Sampah PESTA 2023? 

Himmah Online, Kampus Terpadu – Pesona ta’aruf (PESTA) tahun 2023 berlangsung selama tiga hari sejak Kamis (10/8) hingga Sabtu (12/8) yang berlokasi di Kampus Terpadu Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Rangkaian acara tersebut bertepatan dengan penutupan tempat pembuangan akhir (TPA) Piyungan yang dimulai dari Minggu (23/7) hingga Selasa (5/9).

Hal ini menimbulkan tumpukan sampah yang berada di sekitar lingkungan tempat diadakannya PESTA 2023. 

Untuk menangani sampah yang dihasilkan dari acara tersebut, pihak kampus dan panitia PESTA 2023 mengupayakan agar sampah dapat tetap terkelola secara baik melalui kerja sama dengan petugas kebersihan. 

Marcel Dewa Yunanio selaku Ketua Steering Committee mengungkapkan bahwa panitia memesan makanan sebanyak 5000 porsi per hari. sehingga sampah yang dihasilkan cukup banyak.

Kalo porsinya itu sekitar 5000 berapa gitu lupa saya, ya, karena itu sebagai mitigasi kita untuk makanan basi juga kan,” ujar Marcel.

Karena jumlah sampah makanan yang dihasilkan cukup banyak, panitia mewajibkan maba-miba membawa tempat minum dan disediakan galon untuk isi ulang air minum, agar meminimalisir  jumlah produksi sampah.

Selama acara berlangsung, sebagian sampah dikelola oleh petugas kebersihan kampus. Sampah itu dipilah, lalu dijual ke pengepul rongsok di daerah Degolan oleh Pujianto, salah seorang petugas kebersihan kampus.

“Diloakkan (red-dijual di pengepul sampah) untuk beli bakso atau beli apalah buat ganti capek” ungkap Pujianto.

Sebagian sampah lain diangkut dengan truk dan dibuang ke TPA lain, sebagai alternatif dari penutupan TPA Piyungan. Panitia bekerja sama dengan Sulis, selaku pihak atau perantara dari TPA Piyungan.

 “Nah, untuk TPA Piyungan itu memang sudah diinfokan kepada kami, panitia, dan kita kerjasama sama Pak Sulïs. Dan itu untuk TPU-nya bukan ke Piyungan, lupa nama daerahnya,” ungkap Marcel.

Selain tiga cara tersebut, belum ada upaya lain dari panitia untuk mengurangi jumlah produksi sampah. Hal ini disebabkan jumlah mahasiswa baru yang mengikuti kegiatan sekitar 4500-an. “Jika kita memakai wadah yang bisa di re-use itu juga mahal, malah membengkak di RAB,” ujar Marcel.

Reporter: Himmah/Nurhayati, Magang Himmah/Naris Wari Diah Sekar Wulan, Widya Ananta

Editor: R. Aria Chandra Prakosa

Menilik Sejarah, Cita-Cita, Serta Pendirian UII

0

Himmah Online, Kampus Terpadu – Hari kedua Pesona Ta’aruf (PESTA) 2023 diisi oleh Talkshow Ke-UII-an dan Kemahasiswaan yang dilaksanakan di lapangan depan Fakultas Kedokteran Kampus Terpadu UII pada Jumat (11/08). Acara ini memiliki tema “Internalisasi Konsep Mahasiswa sebagai Insan Ulil Albab”.

Talkshow tersebut diisi oleh Rohidin selaku Wakil Rektor III; Imam Mujiono selaku Dosen FIAI;  dan Elza Faiz yang merupakan alumni FH UII.

Rohidin menuturkan bahwa UII lahir pada tanggal 27 Rajab 1364 H, bertepatan dengan tanggal 8 Juli 1945 di Gondangdia, Jakarta dengan nama  Sekolah Tinggi Islam (STI). Terhitung 40 hari menjelang kemerdekaan Indonesia.

Akibat pemindahan ibukota Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta pada peristiwa Agresi Militer Belanda II, STI yang berada di Jakarta pun ikut pindah dan menetap di Yogyakarta. 

Pada 1947, STI berganti nama menjadi University Islam Indonesia. Ini menjadi alasan mengapa beberapa orang melafalkan kata ‘UII’ dengan sebutan yu-i-i

“Karena namanya itu adalah University Islam Indonesia, maka temen-temen UII kalau mengucapkan huruf UII itu tidak u-i-i tapi yu-i-i. Jadi ada alasannya mengapa tidak u-i-i, gitu,” kata Rohidin.

Akan tetapi, terdapat alasan krusial yang mendorong lahirnya UII, berdasarkan buku berjudul “The Struggle of Islam in Modern Indonesia” yang ditulis oleh B. J. Boland pada tahun 1971. 

Pada buku tersebut, B. J. Boland mengungkapkan bahwa UII lahir sebagai kompensasi atas tidak diakomodirnya Piagam Jakarta sebagai rumusan dasar negara oleh BPUPKI. 

“Dan sila pertama itu kan, dia rumuskan ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya. Itu kemudian tidak diakomodir, tetapi kompensasinya adalah Indonesia harus mendirikan sebuah Universitas Islam. Dan, Universitas Islam itu adalah UII,” ungkap Elza Faiz, alumni Fakultas Hukum UII. 

Oleh karenanya, tiga dari sembilan Panitia BPUPKI merupakan pendiri UII, diantaranya Mohammad Hatta, KH.Wahid hasyim, dan Kahar Muzakir.

Perkembangan UII Saat Ini  

Para pendiri UII tersebut menghendaki anak-anak bangsa berikutnya seperti mereka, memperjuangkan nilai-nilai kebangsaaan berbasis pada nilai-nilai keislaman.

Rohidin mengkiaskan UII seperti rumah besar yang didirikan oleh anak bangsa dengan intelektual luar biasa dari golongan berbeda-beda, seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan Persatuan Umat Islam. 

Sebab membangun UII sebagai rahim intelektual tidaklah cukup hanya dengan basis kebangsaan saja. Kendati demikian, golongan tersebut mempunyai komitmen serupa membangun basis kebangsaan yang bernilai keislaman. 

“Karena kebangsaan saja pada saat itu memang tidak cukup menurut perspektif yang membangun Universitas Islam Indonesia. Maka, basis kebangsaannya itu dilandaskan pada nilai-nilai keislaman. Jadi, dua hal ini tidak bisa dipisahkan di Universitas Islam Indonesia,” ujar Rohidin.

UII kemudian tumbuh subur dan berkembang dengan nilai-nilai kebajikan intelektual, kebajikan moralitas, dan kebajikan-kebajikan lainnya.

Perkembangan UII secara nyata dapat dilihat segi objektivitas. Jumlah mahasiswa UII yang hampir mencapai 30.000-an dan alumni sebanyak 130.000-an, tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Keluarga UII tersebut memiliki tanggung jawab melanjutkan cita-cita para tokoh pendiri UII.  

“Satu mengembang ilmu pengetahuan berdasarkan al-qur’an dan al-hadits. Yang kedua ikut mencerdaskan kehidupan bangsa agar negara Republik Indonesia ini sesuai dengan sila kelima, ‘keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia’. Jadi, inilah yang perlu dipertahankan oleh kalian,” pungkas Rohidin. 

Menolak Jadi PTN

UII tetap teguh pada pendiriannya, meski telah beberapa kali diminta untuk dinegerikan. UII teguh pada pendiriannya untuk menjadi universitas yang independen. 

Terlebih lagi, UII sejatinya tidak didirikan oleh negara, melainkan tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan untuk dijadikan aset bangsa dan umat. Akhirnya, UII menjadi cikal bakal lahirnya universitas-universitas yang tersebar di Indonesia. 

Dulunya, UII memiliki Fakultas Pedagogik yang diminta oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) dan dinegerikan. Kemudian, menjadi Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP) dan sekarang dikenal sebagai Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). 

“Jadi, UGM itu anak UII, UNY cucu UII,” kata Imam Mudjiono.

UII juga memiliki Fakultas Agama Islam yang dinegerikan menjadi Institut Agama Islam negeri (IAIN), yang sekarang menjadi Universitas Islam Negeri (UIN). Sehingga, UIN se-Indonesia merupakan keturunan UII. 

Terakhir, atas permintaan Siti Hartinah atau Bu Tien yang menginginkan adanya Perguruan Tinggi di Solo, Fakultas Kedokteran UII dulu menjadi Universitas Sebelas Maret (UNS). 

UII telah melahirkan banyak tokoh-tokoh nasional dan beberapa universitas negeri, tetapi enggan untuk dinegerikan. Hal Ini disebabkan oleh independensi yang ingin dipertahankan oleh UII.

“Karena kita swasta, mandiri, berdiri di kaki sendiri,” tutur Imam Mudjiono.

Lebih lanjut, Imam mengungkapkan bahwa koordinasi UII saat ini dilakukan dengan bentuk corporatise dengan LLDIKTI. 

Untuk fakultas-fakultas umum, UII dibawahi oleh Kemendikbud. Dan, fakultas-fakultas agama dibawahi oleh Kementerian Agama. Keduanya hanya melakukan koordinasi institusi saja. Sedangkan, di dalam, UII dikelola oleh sebuah yayasan bernama Badan Wakaf.

“Oleh karenanya, UII memiliki kebebasan untuk menyusun kurikulum pola belajar, metode belajar, dan semua konten-konten pembelajaran kita bebas menentukan sendiri,” pungkasnya.

Reporter: Himmah/Nurhayati, Magang Himmah/Naris Wari Diah Sekar Wulan, Widya Ananta

Editor: R. Aria Chandra Prakosa

Episode Udin Tak Pernah Usai

*Naskah “Episode Udin Tak Pernah Usai” sebelumnya terbit di Majalah HIMMAH Nomor 03/Thn. XXXIV/2001 halaman 18-20. Redaksi himmahonline.id kembali menerbitkan naskah ini untuk menilik kematian tak wajar yang dialami Udin. Naskah yang sebelumnya berbentuk teks cetak ini, dialih media ke teks digital dengan penyesuaian tanda baca dan bahasa tanpa mengubah substansi maupun struktur naskah.


Malam itu Udin dianiaya, tewas, dan meninggalkan misteri. Marsiyem sang istri mengungkapkan, saat itu kisahnya begitu singkat. Hanya tiga menit saja.

Selasa, 13 Agustus 1996. Pukul sebelas malam kira-kira masih kurang lima belas menit. Pada sebuah rumah di Dusun Gelangan Desa Patalan, Jetis, Bantul. Seorang lelaki berperawakan tinggi besar berikat kepala warna merah mengetuk pintu sebuah rumah di kawasan tersebut. Tangannya menggenggam sebuah potongan besi yang berukuran tidak terlalu panjang. Dari dalam, Marsiyem, istri si empunya rumah, bergegas keluar menemui sang tamu. Ramah lelaki itu menyapa. Setelah tahu maksud kedatangan, si tamu ingin bertemu dengan suaminya. Marsiyem pun kembali masuk untuk kemudian memanggil sang suami, yang saat itu sedang berbaring santai menunggui istrinya yang sedang menyeterika.

Tak jelas apa yang dibicarakan kedua orang tersebut setelah bertatap muka. Tapi tiga menit kemudian, terdengarlah suara buk…buk…buk. Sesaat Marsiyem terhenyak, curiga. Dia segera melangkah keluar dan segera menuju arah suara. Dan, apa yang terjadi? Sang suami, seorang wartawan yang bernama Fuad Muhammad Syafrudin alias Udin, telah tergeletak berlumur darah. 

Hanya beberapa saat setelah sang tamu tadi mengetuk pintu, sang tamu, yang hingga kini masih misterius itu, dalam sekejap menghilang di antara temaram gelapnya malam. Marsiyem pun histeris. Berteriak minta tolong sambil mendekap tubuh suaminya yang tergeletak tak berdaya. Drama tiga menit yang kemudian berujung pada kematian wartawan Harian Bernas itu adalah awal dari sebuah cerita panjang yang sampai kini masih tetap menjadi lorong gelap. 

Mungkin, arwah Udin masih saja belum tenang di alam kuburnya. Bagaimana tidak, kematiannya yang memang misterius pada malam itu menjadikan pekerjaan rumah yang belum terselesaikan oleh pihak-pihak yang berwenang. Atau bahkan mungkin memang tidak akan pernah terselesaikan. Dan menjadikan kasus ini menjadi peti es. Tak pernah ada penyelesaiannya.

Adanya konspirasi pemerintah Bantul 

Sepertinya polisi serta komponen lain mulai dari oknum aparat sampai dengan birokrasi pemerintahan memang tak serius menyelesaikan kasus ini. Jujur saja, memang ada gejala ke arah sana. Setidaknya temuan yang selama ini telah layak dijadikan bukti serta kesaksian yang mencukupi untuk mengungkap kasus ini, masih dianggap tabu untuk proses penguakkan.

“Itu disebabkan karena adanya konspirası banyak pihak daļam kasus Udin ini,” kata Budi Santoso, SH dari LBH Yogyakarta. Pengacara yang sejak awal memang bertugas menangani kematian wartawan Bernas ini menunjuk adanya Konspirasi yang melibatkan banyak pihak. Yang diposisikan sebagai inspirator, pembikin skenario, operator di lapangan eksekutor, dan sebagainya.

Dan bukan tanpa alasan kalau Budi berargumen seperti itu. Karena hasil investigasi (Tim Pencari Fakta)TPF yang membuahkan berbagai bukti di lapangan, secara jelas mengarah pada sebuah konspirasi. “Jadi karena ini merupakan hasil konspirasi, dapat dimungkinkan adanya keterlibatan antar kelompok,” tambah Budi, yang tentu saja saling berkaitan satu dengan yang lainnya. 

Ketika kata konspirasi muncul, timbul pertanyaan, siapa saja yang terlibat di dalamnya? Untuk sementara, birokrasi Bantul masih saja disebut-sebut sebagai pihak yang menghendaki kematian Udin. Aktivitas jurnalistik lelaki yang tak tamat dari Fakultas Tarbiyah UIl ini, tak bisa dilepaskan dengan kematiannya. Hal ini disebabkan karena kekritisan Udin dalam memberitakan segala hal tentang kebijakan pemerintahan di Bantul di bawah Sri Roso Sudarmo selaku bupati saat itu.

Mulai dari penyunatan dana IDT, isu seputar pergantian bupati sampai rencana megaproyek Parangtritis. Berita-beritanya yang transparan tentang kebobrokan birokrasi pimpinan Sri Roso serta kritiknya yang memang pedas, menjadikan pembunuhan sebagai akhir dari riwayatnya sebagai pemburu berita. Dan kini, opini yang terbangun di publik yang telah menjadi rahasia umum, Sri Rosolah yang menjadi dalang kematian Udin.

Kepolisian Ceroboh 

Misteri tak berhenti sampai di situ, saat dalang dan pelaku pembunuhan menghilang bersama angin malam saat kejadian penganiayaan. Ketika dilakukan pelacakan oleh polisi, sepertinya ada hal-hal yang justru makin menambah runyam dan menambah masalah makin jauh dari penyelesaian.

Isu selingkuhnya Udin dengan seorang Wanita Idaman Lain (WIL) malah dihembuskan untuk mengalihkan perhatian dari isu utama, yaitu kegiatan kejurnalistikannya. Ujungnya, justru polisi sendiri, yang terkena getah isu itu. Karena isu selingkuh yang sempat membawa Dwi Sumadji alias Iwik sebagai tersangka pembunuh Udin, tidak terbukti. Dan Iwik pun bebas. 

Bebasnya Iwik, sempat menampar muka kepolisian karena dianggap mengkambinghitamkan Iwik, untuk menutup kasus yang menggemparkan dunia pers internasional ini. Sehingga wajar jika cacian dan makian sempat terarah ke polisi dari masyarakat. 

Satu hal lagi yang sangat mencurigakan, adalah Edy Wuryanto, seorang anggota reserse Polres Bantul yang saat itu berpangkat Serma. Dia menghilangkan barang bukti berupa buku-buku catatan Udin, yang diambilnya saat pertama kali datang ke TKP dan melarung darah Udin ke Pantai Selatan yang katanya untuk mempercepat mengetahui siapa pelaku pembunuhan yang sebenarnya.

Tentu saja itu sebuah tindakan yang cukup ceroboh. Atau mungkin malah mencurigakan. Karena cara melarung darah ke Laut Selatan bukanlah cara yang layak dilakukan oleh birokrasi penegak hukum. Seharusnya, yang dilakukan adalah penyelidikan dengan cara yang rasional. 

Ironisnya, kelakuan Edy Wuryanto itu dianggap wajar oleh Kol.(Pol) Moelyono Soelaiman Kapolda DIY saat itu. Dan dosa Edy itu, juga masih mendapat perlindungan dari para atasan-atasannya termasuk juga Kapolda DIY saat ini yaitu Brigjend.(Pol) Logan Siagian. “Jangan salahkan Edy sepenuhnya,” ujar Logan pada sebuah kesempatan.

Payah sekali memang kerja polisi saat itu. Munculnya anggapan polisi mengaburkan inti permasalahan sangat terlihat sekali saat dimunculkannya Iwik menjadi tersangka. Sejak saat itulah berbagai pihak sampai dengan masyarakat mulai pasang surut kepercayaannya terhadap polisi dalam menangani kasus ini. Apalagi usaha penggiringan opini dari masalah pemberitaan Udin tentang kebobrokan Pemda Bantul ke permasalahan perselingkuhan mulai ramai dibicarakan. Menambah krisis kepercayaan makin melanda kepolisian. Itupun masih ditambah dengan pernyataan Kapolri saat itu Jendral (Pol) Dibyo Widodo yang dengan entengnya menunjuk Iwik memang tersangkanya. Menambah muka polisi yang sudah jelek makin tercoreng. Dan wajarlah kalau banyak pihak yang menyimak kasus ini sejak awal menjadi makin curiga pada polisi, bahwa polisi justru berkonspirasi dengan kelompok pembunuh Udin. 

Tak bisa dipungkiri memang. Karena polisi tak bisa mengeluarkan argumen menolak anggapan itu. Sebab, aparat yang kini terpisah dengan TNI ini terjebak memunculkan nama Dwi Sumadji alias Iwik sebagai tersangka pembunuh Udin dengan alasan selingkuh.

Sampai kini, LBH masih kesulitan melihat keberpihakan polisi dalam kasus ini. Secara tegas polisi masih menolak anggapan adanya konspirasi yang melibatkannya. “Mereka membantah konspirasi itu,” kata Budi. “Dan juga tidak mengakui,” tambah Budi lagi. Polisi hanya mengakui adanya kekurangan data dan informasi serta kesaksian dalam proses awal. 

Tapi fakta yang terlihat adalah ketidakseriusan pihak polisi. Yaitu lambannya dalam menindaklanjuti laporan-laporan serta masukan dari TPF. Alasan lain yang memancing opini publik mempersoalkan kenapa ada indikasi ketidakseriusan polisi adalah tidak adanya political will dari pihak polisi untuk secara tuntas mengungkap kasus ini.

Selain itu, kalau saja ada yang mengatakan kasus ini begitu lamban penyelesaiannya, mungkin itu juga yang sangat dirasakan oleh LBH. Kesan yang terasa adalah bertele- tele. Bagaimana tidak. Sejak awal indikasi kelambanan telah jelas sekali terlihat. Satu contoh saja misalnya ketika polisi terlambat mengamankan TKP. Sebuah awal kesalahan substansial polisi. Yang juga menjadi awal kelambanan proses selanjutnya. TKP yang baru hari ketigabelas diamankan dengan diberi garis batas polisi, menyebabkan banyak alat bukti yang ada di tempat itu teriritasi dan hilang.

Perkembangan Kasus Udin 

Sejak tahun 2000, seiring berjalannya waktu, posisi kasus Udin berkaitan dengan penganiayaan sampai akhirnya Udin tewas sudah pada tahap penyidikan. Polisi sudah mendeteksi dan mencurigai orang-orang di sekeliling mantan bupati, termasuk keluarga mantan bupati Bantul, Sri Roso Sudarmo, Bahkan pemeriksaan dengan bantuan bernama yang alat liedetector —sebuah detektor untuk mengetahui orang itu berbohong atau tidak. Hasilnya pun telah menunjukkan adanya perkembangan dalam mengungkap kasus ini. Hanya saja hal itu belum diikuti dengan selesainya Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Padahal satu hal penting yang diharapkan LBH, adalah segera selesainya BAP kasus ini. Agar dapat sesegera mungkin diajukan ke kejaksaan untuk kemudian proses di pengadilan.

Saat ini tak ada lagi waktu untuk banyak berteori. Tak ada lagi waktu untuk memberi janji-janji. “Harus ada penyelesaian kongkrit,” tegas Budi Santoso. Selain itu Budi juga mengajukan satu cara sederhana untuk memacu polisi bekerja. Yaitu dengan pressure dari masyarakat yang tak pernah lelah. Cara ini menurutnya dianggap paling efektif untuk meminta perhatian dan keseriusan dari pihak kepolisian untuk segera menuntaskan kasus Udin ini. “Tanpa pressure mereka akan berdalih banyak hal lagi,” kata Budi. 

Memang di tingkat janji polisi menyatakan sanggup untuk menyelesaikan kasus ini. Tapi di tingkat operasi ternyata tidak seheroik itu. Bahkan, saat forum dengar pendapat di DPRD Propinsi DIY, Bupati Bantul saat ini pernah mengeluarkan sebuah janji yang sangat mulia. Akan menganggarkan alokasi dana untuk penuntasan kasus Udin ini dari APBD. Sangat suci sekali kedengarannya. Tapi janji tinggallah janji. Dalam pelaksanaan tidak jelas. Apalagi terwujud. 

Waktu terus bergulir. Zaman pun telah berganti. Orde Baru berubah ke Era Reformasi. Millenium baru pun juga telah terlahir. 2001. Tapi Udin yang sekarang sepertinya masih saja Udin yang dulu di tahun 1996. Yaitu seorang wartawan Bernas yang tewas karena tulisan-tulisannya yang dikenal berani. Yang kematiannya masih tetap misterius. Dan mungkin memang akan selalu misterius. Tapi, masih ada harapan untuk terungkapnya kasus ini. Apabila polisi mau melepaskan diri dari konspirasi yang selama ini dituduhkan banyak pihak.

Dan berangkat dari syarat itu, yang harus dicapai hanya sebuah target: misteri harus segera diungkap. Mulai dari apa, mengapa, dan siapa yang bermain dalam kasus Udin ini. Urusan terungkap atau tidak, itu urusan lain. Yang terpenting, mau mengungkap atau tidak. 

Gelar Pendapat. Untuk menuntaskan kasus Udin. Foto: HIMMAH/W Dani K

Keseriusan Kepolisian

Menyimak dari sebuah buku yang diterbitkan oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) berjudul Kasus Udin: Liputan Bawah Tanah, tak ada alasan untuk tidak bisa mengungkap kasus Udin. Secara gamblang dan jelas dalam buku itu sudah dijelaskan tentang orang-orang yang dicurigai terlibat dalam penganiayaan Udin hingga menemui ajalnya. Tak hanya itu, dosa besar dalam penyelidikan kasus ini seperti Edi Wuryanto, Ade Subardan—Kapolres Bantul saat itu, ataupun Moelyono Soelaiman—Kapolda DIY kala itu—diungkap habis tanpa ditutup-tutupi. Bahkan lelaki misterius tamu Udin pada malam kejadian yang juga diduga sebagai penganiaya itu, secara transparan diungkapkan dan diceritakan. Cukup sudah fakta yang ada untuk pengungkapan. Tinggal keseriusan dari polisi. 

Kini yang mengharapkan kasus ini segera selesai tak hanya keluarga Udin saja. Tapi juga banyak pihak termasuk juga masyarakat. “Pelaku, pembunuh dan pihak-pihak yang terlibat harus diproses hukum dan diadili sesuai dengan peradilan yang berlaku,” kata Budi Santoso. 

Tak perlu lagi menunggu waktu. Kalau saksi sudah ada, dan bukti juga sudah tersedia, tak ada alasan untuk menunda. Atau memang menghendaki kasus ini tetap menjadi peti es? Tapi kalau semacam ini dibiarkan terus-menerus menjadi peti es, tentu akan banyak Udin-Udin lain yang menjadi kasus peti es.

Dan bukan untuk mengkambinghitamkan polisi kalau saja selama ini masyarakat menganggap polisi tidak becus menghadirkan sang pembunuh dan dalangnya ke pengadilan. Tapi semata-mata memang itulah tugas berat polisi dalam kasus pembunuhan wartawan Udin. Boleh jadi, masyarakat justru akan berubah 180 derajat mengacungi jempol untuk polisi kalau saja polisi bisa mengungkap misteri ini. Sangat berat memang karena harus pula bersentuhan dengan kelompok-kelompok tertentu yang sangat berpengaruh di negeri ini.

Andaikan saja Udin itu di alam kuburnya sekarang bisa diajak bicara, tentu dia akan secara senang hati membantu polisi menunjukkan orang dan dalang yang membunuhnya. Serta memberikan cerita kepada semua orang perihal kematian dirinya. Dan itu akan menutup semua cerita tentang rahasia yang masih tetap menjadi tanda tanya besar tentang dirinya. 

Tapi kemustahilan suara Udin dari kubur, menjadikan banyak pihak tetap banyak berharap pada polisi. Sambil terus memberikan spirit agar polisi tak perlu ragu dan tak perlu takut menyelesaikan kasus ini, apabila benar memang ada muatan politis serta konspirasi dalam kasus ini. Masyarakat dengan senang hati akan membantu. Bahkan akan secara langsung berada di belakang polisi. Tentu demi terungkapnya kasus ini. Tapi sekali lagi, semuanya kembali kepada niat. Akan diselesaikan atau tetap diburamkan seperti temaramnya malam saat penganiayaan Udin malam itu.

Penulis: HIMMAH/Surya Adi Lesmana

Pengalih Media: HIMMAH/Farah Azizah dan R. Aria Chandra Prakosa 

Spanduk “Turunkan Catur Dharma” di Acara Simulasi Aksi Pesona Ta’aruf UII 2023

Gerombolan mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) mengangkat spanduk bertuliskan “Turunkan Catur Dharma” di acara Simulasi Aksi pada Sabtu siang (12/8). Acara yang berlangsung di kampus terpadu UII tersebut merupakan salah satu rangkaian Pesona Ta’aruf (PESTA) 2023. Marcel Dewa (20), ketua Steering Committee, mengatakan bahwa simulasi aksi kali ini mengangkat tema tentang Hak Pendidikan. Ia sempat menanggapi spanduk tuntutan Catur Dharma tersebut. “Mungkin, menurut mahasiswa, apa yang dia bayarkan itu tidak setara dengan apa yang dia dapat. Untuk tempat PESTA saja kita tidak ada tempat yang proper (red-sesuai)”, ungkapnya kepada awak Himmah. Ia juga menuturkan bahwa sampai saat ini belum ada tanggapan dari rektorat tentang tuntutan dari tahun ke tahun tersebut.

Panitia PESTA 2023, ‘Kami Minta Maaf’

Himmah Online, Kampus Terpadu – Sore hari, Sabtu (12/8) tiba saat akhir penutupan Pesona Ta’aruf Mahasiswa (PESTA) 2023. Mahasiswa baru (maba) dan mahasiswi baru (miba) bergerak, berbaris rapi sesuai arahan panitia, untuk menunggu dimulainya penutupan PESTA. Dalam kesempatan ini, seluruh panitia berbondong-bondong mengucapkan permohonan maaf kepada maba-miba atas yang terjadi selama acara berlangsung.

Permohonan maaf disampaikan mulai dari Ketua Organizing Committee (OC), Ketua Steering Committee (SC), Ketua Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM), Ketua Dewan Permusyawaratan Mahasiswa (DPM), dan Rektorat yang diwakili Rohidin selaku Wakil Rektor III.

Rule Junior, Ketua OC, meminta maaf atas kekurangan yang terjadi pada PESTA tahun ini. kepada pihak-pihak yang dirugikan, ia menyampaikan akan melakukan evaluasi untuk pelaksanaan kegiatan kedepannya. “Dari lubuk hati saya, saya memohon maaf atas segala kekurangan yang ada dalam acara Pesona Ta’aruf di 2023 ini,” ucap Rule.

Juga, ia menyampaikan rasa bangga dan terima kasih atas seluruh pihak yang mendukung berjalannya PESTA kali ini. Rule mengkhususkan rasa terima kasihnya kepada maba dan miba atas antusiasnya dalam mengikuti rangkaian kegiatan. “Walaupun pertemuan kita terbilang singkat, semoga 3 hari ini dapat bermanfaat, dan dapat dikenang selalu,” jelas Rule

Senada dengan Rule, Marcel Dewa selaku Ketua SC,  meminta maaf atas kekurangan yang disengaja atau tanpa sengaja dari kegiatan PESTA 2023. Ia juga menyampaikan terima kasihnya kepada seluruh pihak yang terlibat. “Tanpa semangat kolaboratif, dan integrasi kegiatan Pesona Ta’aruf di 2023 dapat terselenggarakan,” ucap Marcel.

Seperti Ketua OC dan Ketua SC, Mohammad Reyhan juga kembali melontarkan permintaan maaf kepada maba-miba. Tambahnya, ia mengucapkan selamat kepada maba-miba karena sebentar lagi akan menjadi mahasiswa seutuhnya. 

“Perjalanan ini bukanlah perjalanan yang mudah. Kedepannya, akan banyak ombak-ombak yang akan mengguncang teman-teman. Dan sebesar apapun ombak itu saya harap tidak ada satu pun dari kita yang lompat dari kapal,“ jelas Reyhan.

Selanjutnya, Said, Ketua DPM Universitas, akan menindak tegas vendor yang bertanggung jawab atas konsumsi PESTA. Ia menuntut sanksi berupa denda, yang kemudian akan dilampirkan dalam Forum Aspirasi dan Laporan Hasil Kinerja (FORASLAK) Dewan Permusyawaratan Mahasiswa Universitas Islam Indonesia. Keseluruhannya akan dipaparkan melalui pers rilis yang akan dipampang nantinya di media sosial DPM. “Akan kami pampang di media sosial,” tegas Said.

Said kembali meminta maaf dan berharap kepada maba-miba untuk tetap menjaga nama baik universitas. Ia juga menambahkan agar maba dan miba untuk tidak mengeluh. “Kurangkan mengeluh, tanamkan semangat yang besar,” sambut Said.

Rohidin, pada sambutan terakhir, juga menyinggung permasalahan konsumsi PESTA 2023. Lanjutnya, Rohidin menginformasikan bahwa Direktorat Pembinaan Kemahasiswaan, Beni Suranto, sedang membuat press rilis sebagai upaya klarifikasi atas informasi yang beredar di media sosial. 

Ia tak menyangka, laporan yang muncul dari maba-miba akan mengundang keramaian di jagat media sosial. Salah satu media besar yang menghubungi pihak universitas adalah Kompas. “Dan itu berdampak sangat serius terhadap Universitas Islam Indonesia,” ujar Rohidin. 

Di lain sisi, Rohidin tetap mendukung jalannya PESTA. Ia berterima kasih atas seluruh jajaran panitia yang telah menyelenggarakan kegiatan dengan baik. “Karena ini semua masih dalam proses pelatihan, jadi kakak-kakak kelas anda itu masih dalam proses,” ucap Rohidin. 

Reporter: Himmah/Muhammad Fahrur Rozi, Magang Himmah/Subulu Salam, Said Hidayatullah

Editor: R. Aria Chandra Prakosa

13 Mahasiswa dan Mahasiswi Baru UII Berebut Tanya dalam Talkshow “Restorasi Nasionalisme”

Himmah Online, Kampus Terpadu – Hari terakhir dalam rangkaian Pesona Ta’aruf (PESTA) diawali agenda Talkshow Kebangsaan pada Sabtu (12/08). Gelar wicara tersebut diisi oleh Eros Djarot (73), seorang budayawan, sutradara, penulis lagu, penulis skenario dan politikus Indonesia. Tema yang diusung dalam kegiatan ini adalah “Restorasi Semangat Nasionalisme Mahasiswa dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara”. Dalam Talkshow kali ini, terlihat mahasiswa baru (maba) dan mahasiswi baru (miba) yang berjumlah 13 orang berebut untuk menjadi penanya.

Setelah pemaparan materi, Tommy Ristanto (41), moderator acara,  mempersilahkan para maba-miba untuk mengajukan pertanyaan. Terlihat sebanyak 13 mahasiswa yang terdiri dari maba-miba berlari ke depan panggung untuk mendapatkan kesempatan bertanya. 

Tommy mengatur maba-miba yang maju ke depan panggung untuk berbaris rapi dan menghadap ke pemateri. Setelah itu mempersilahkan mereka yang maju di depan panggung untuk bertanya.

Karena keterbatasan waktu yang disediakan oleh panitia dan banyaknya jumlah maba-miba yang bertanya, maka Tommy hanya bisa memilih beberapa orang saja. 

Pertanyaan yang diajukan maba-miba pun bervariasi. Pertanyaan pertama datang dari Amelia Bening, miba Fakultas Kedokteran. Ia mempertanyakan kasus perundungan yang sedang marak terjadi di kalangan pelajar dan mahasiswa. “Yang ini sangat bertolak belakang dengan nasionalisme bangsa Indonesia saat ini,” ujar Amelia.

Selanjutnya terdapat miba lain yang mengajukan pertanyaan dengan nada yang berapi-api mengenai restorasi nasionalisme. Ia juga menyinggung peraturan pemerintah yang gagal seperti UU Omnibus Law tentang Cipta Kerja dan Kesehatan yang menyengsarakan masyarakat.

 “Apakah itu menjadi salah satu penghambat restorasi nasionalisme?” tegas miba yang tidak menyebutkan nama itu.

Selain itu terdapat salah satu maba yang mengajukan pertanyaan kritisnya terhadap pemerintah. Baginya, pemerintah Indonesia tidak memiliki jiwa nasionalisme. Karena terdapat beberapa oknum pemerintah yang menjual tanah-tanah Indonesia demi kepentingan pribadi. 

“Mengapa nasionalisme tidak direstorasi kepada pemerintah yang ada di Indonesia?” ujar maba yang juga tidak menyebutkan namanya itu. 

Eros Djarot merespon setiap pertanyaan dengan penuh pertimbangan. Ia terlihat merenung sejenak ketika akan menjawab setiap pertanyaan yang diajukan kepadanya.

Salah satu pertanyaan yang ia respon adalah, bahwa seseorang menjadi baik karena pengaruh lingkungan, termasuk orang tua dan individu di sekitar. Dengan pendapat itu, lalu ia menyentil lingkungan yang melingkupi para pemimpin Indonesia. “Nah, kalo para pemimpin kita saling membully bagaimana? Kan anak-anaknya ikut (membully) jadinya. Nah, jadi itu juga salah satu sebab (terjadinya perundungan),” ujar Eros.

Reporter: Himmah/Nurhayati, Magang Himmah/Septi Afifah, Desica Melly Pramitha

Editor: R. Aria Chandra Prakosa

Masalah Pengenalan UKM, LEM, dan LK yang Kurang Efektif Terulang Kembali

Himmah Online, Kampus Terpadu – Kegiatan keliling stan dalam pengenalan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM), dan Lembaga Khusus (LK) masih dianggap kurang efektif. Acara yang dilaksanakan pada hari kedua Pesona Ta’aruf UII 2023 (PESTA UII 2023) Jumat (11/08) di boulevard kampus terpadu, dikeluhkan oleh sejumlah mahasiswa dan mahasiswi baru (maba-miba) serta penjaga stan karena waktunya yang sangat singkat.

Rahmita, miba anggota jamaah 10, merasa kesal dan bingung karena diburu-buru oleh panitia. Padahal ia sedang melihat-lihat dan bercengkrama dengan para penjaga stan. Semua itu tidak bisa dilakukan dengan tenang karena diburu-buru oleh keadaan. ”Padahal aku lagi ngobrol sama kakak-kakaknya” ujar Rahmita.

Keluhan yang sama juga dirasakan oleh UKM Laboratorium Mahasiswa (LABMA). Yustika Edho Wicaksana (20), anggota divisi Community Development LABMA, mengatakan bahwa durasi singkat menyebabkan kekacauan barisan jamaah, sehingga maba-miba tidak dapat menerima informasi dari setiap stan dengan jelas. Ia berharap agar durasi waktunya bisa ditambah.

“Agar maba bisa mengenal lebih dalam bagaimana UKM dan LK di UII jamaah dengan jamaah lainnya”, ungkap Yustika Edho.

Selain durasi, Yustika juga mengeluhkan tentang ukuran stan. Ia merasa stan yang disediakan tidak cukup luas untuk menampung inventaris UKM yang akan dipamerkan kepada maba-miba. Akibatnya, maba-miba tidak dapat menikmati aksi dan melihat-lihat inventaris yang diperagakan para anggota UKM, LEM,dan LK. “Jadi nggak leluasa bagi mahasiswa baru untuk menikmati UKM yang disediakan” tambah Yustika Edho.

Lagi, Yustika menilik pengurangan jalur dirasa kurang efektif. Ia menilai maba-miba merasa tidak leluasa ketika mengelilingi stan UKM, LEM, dan LK. “Jadi nggak leluasa bagi Mahasiswa baru untuk menikmati UKM yang disediakan” ucap Yustika Edho.

Rule Junior (20), ketua Organizing Committee (OC), mengonfirmasi bahwa pengurangan jalur mobilisasi menjadi satu row,  bertujuan untuk menghemat waktu. ”Jadi nggak perlu muter lagi” ucap Rule Junior.

Rule mengungkapkan, pembatasan durasi tour stand ini bertujuan untuk mengejar rundown acara agar tepat waktu, terutama jam kepulangan maba-miba. “Ada tuntutan untuk rundown yang tepat waktu, karena kepulangan dari teman-teman peserta juga sangat kita fikirkan untuk kepulangan mereka on time” jelas Rule.

Tidak hanya itu, ia juga mengungkapkan bahwa panitia sudah mencoba untuk mengalokasikan waktu dari beberapa acara sebelumnya demi menambah durasi  tour stand. Namun, hal itu sulit dilakukan karena melihat kemungkinan terburuk dari molornya pembicara dan mobilisasi kegiatan maba-miba dari satu acara ke acara. “Kita nggak tahu, apakah mereka tepat waktu atau sesuai dengan rencana kita,” pungkas Rule.

Reporter: Himmah/Muhammad Fahrur Rozi, Magang Himmah/Muhammad Fazil Habibi Ardiansyah, Fairuz Tito 

Editor: R. Aria Chandra Prakosa