Beranda blog Halaman 104

Hans: Bila Saya Melanggar, Tolong Perlihatkan Pasal

Oleh: Norma Indah P.
Kampus Terpadu, HIMMAH ONLINE

Selasa (20/05), di Tempat Pemungutan Suara Pemilihan Calon Legislatif Universitas dan Fakultas FPSB 2014 yang berlokasi di student area FPSB ditemukan spanduk bercantumkan nama organisasi eksternal HMI MPO.

Salah satu Panitia Wilayah Pemilwa 2014 FPSB, Hans Mahenta, mengatakan bahwa lantaran jumlah panwil FPSB yang hanya berjumlah empat orang, tidak adanya fasilitas seperti perlengkapan untuk pemilwa, serta bilik suara yang harus dalam keadaan tertutup membuat ia bersama ketiga panwil lainnya bersepakat memasang spanduk tersebut. Sebagai pihak yang memasang spanduk, Hans mengaku hanya spanduk itulah yang ia punya.

Hans menegaskan bahwa ia tidak berniat mengajak atau memprovokasi para pemilih. Ia juga mengatakan, spanduk tersebut menghadap ke dalam dan hanya berisi formatur yang sudah lewat. “Bila saya melanggar, tolong perlihatkan pasal berapa dalam PDKM ataupun ketetapan KPU. Kalau saya melakukan kesalahan, ya silakan ditegur,” ucap Hans.

Panwil FPSB lainnya, Putri Astri, mengatakan bahwa pemasangan spanduk organisasi eksternal tersebut murni kesalahan panitia dan tidak ada sangkut-pautnya dengan organisasi yang bersangkutan. Hal ini dilakukan lantaran mereka tidak memiliki spanduk lainnya yang bisa digunakan sebagai penutup bilik TPS.

“Jauh-jauh hari panitia telah memperkirakan peralatan yang akan digunakan. Tetapi karena kesibukan panitia mengurusi hal lain, menyebabkan kelalaian dengan memasang spanduk HMI MPO,” jelas Astri. Dari keterangannya diketahui bahwa setelah panitia mendapatkan spanduk lain, spanduk HMI MPO tersebut langsung diganti.

Hal berbeda diungkapkan oleh As’ad Royan Purnadi selaku Koordinator Bidang 2 Publikasi dan Sosialisasi KPU FPSB. Ia mengatakan, penggantian spanduk tersebut dilakukan setelah ia melaporkannya kepada panitia pengawas pemilwa. Dari keterangannya, Muchtar Yogasara selaku Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) sempat menegur panwil FPSB. Setelah teguran itu, panitia KPU FPSB pun mencarikan spanduk pengganti yang mereka dapat dari gudang FPSB.

Royan sendiri mengaku tidak paham dengan etika pemasangan spanduk. “Pemasangan memang hanya untuk menutupi. Tetapi yang mengherankan ialah kenapa menggunakan spanduk organisasi eksternal tersebut sehingga mengakibatkan adanya tindak lanjut dari ketua KPU,” ungkapnya. Meskipun KPU tidak menyediakan spanduk penutup, menurutnya masih banyak spanduk bekas yang ada di gudang FPSB. Hal inilah yang membuatnya memandang panwil tersebut seakan tidak memiliki inisiatif dan hanya menunggu pihak LEM untuk menyediakannya.

Calon Rektor Bersaing dalam Rencana Aksi

Oleh: Sirojul Khafid
Kampus Terpadu, HIMMAH ONLINE

Jumat (16/05) Presentasi action plan calon rektor diselenggarakan di Auditorium Kahar Muzakir Universitas Islam Indonesia (UII). Masing-masing calon rektor memaparkan secara garis besar kebijakan, langkah konkret, dan target mereka ke depan di hadapan Yayasan Badan Wakaf UII, para dosen, karyawan, serta mahasiswa.

Lima calon rektor terpilih, Amir Mu’alim, Harsoyo, Sarwidi, Jawahir Thontowi, Paryana Puspaputra mempresentasikan action plan-nya. Namun, Amir Mu’alim mengundurkan diri, sehingga hanya empat calon yang melakukan presentasi.
Kesempatan pertama diberikan kepada Harsoyo yang mengangkat topik “Menguatkan Eksistensi UII dalam Global Islamic Community Melalui Pemantapan Keunggulan dan Jati Diri Islam”. Harsoyo menggunakan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Treath), S-O meliputi pengajuan Akreditasi Internasional dan Pengefektifitasan penguatan nilai-nilai ke Islaman, serta analisis W-T mengarah pada peningkatan Networking nasional maupun internasional dan peningkatan Networking dengan lembaga-lembaga Islam nasional maupun internasional. Selain itu juga Harsoyo ingin melakukan Redesigning Content dan Redesigning Process . Redesigning Content merupakan usaha pembenahan kandungan kegiatan catur dharma UII dalam rangka menjadikan nilai-nilai ke Islaman menjadi uniqueness dalam membangun daya saing lulusan UII untuk merintis forum islam tingkat internasional, sedangkan Redesigning Process adalah peningkatan dan penguatan sistem informasi melalui proses kegiatan pendidikan dan pembinaan mahasiswa menuju World Class University.

Jawahir Thontowi lebih mengedepankan nilai keislaman. Terlihat dari topik yang diangkat yaitu “Membangun Iklim Akademik Islami di Universitas Islam Indonesia”. Untuk menciptakan iklim akademik islami maka beliau merumuskan aksi terpadu dan sinergis antara perumusan nilai-nilai ke-UII-an (redesigning content), rekayasa kelembagaan (institute engineering), dan pendekatan budaya organisasi (approach of organization culture).

Prayana Puspaputra optimis mampu mengembangkan UII dengan visi-misinya yang mengangkat topik “Berbasis Jati Diri Menuju Universitas Bermartabat” . Arah Strategi Badan Wakaf mencanangkan UII agar memiliki keunggulan berupa keunikan untuk menghadapi One Community, One Identity, One Vision Asean yang dimulai pada tahun 2015 dan kompetisi global.

Berbeda dengan ketiga calon sebelumnya, Sarwidi mengangkat topik “Menuju UII yang Hamoni: Kokoh Berakar, Tangguh Berjuang, dan Tinggi Menjulang”. Ada 4 tujuan strategis yang dikemukakan Sarwidi yaitu melakukan institutional re-engineering melalui penguatan tata kelola yang baik, menguatkan keunggulan dan kualitas akademik, menjadikan UII menjadi World Class University, dan meningkatkan kualitas dan kuantitas pengabdian kepada masyarakat dan dakwah Islamiah.

Caleg Universitas Debat Soal Kelembagaan

Oleh: Dian Indriyani

Kampus Terpadu, HIMMAH ONLINE

Kamis (15/05), Komisi Pemilihan Umum (KPU) KM UII melangsungkan acara ‘Debat Kandidat Calon Legislatif Universitas’ di pelataran Gedung Kahar Mudzakkir. Pada acara ini, 15 calon legislatif (caleg) universitas saling unjuk diri memaparkan pendapat mereka atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Abdul Kholil selaku moderator terkait LK dan UKM, aset mahasiswa, serta caleg yang cenderung aktif di bidang akademik dibandingkan organisasi.

Ditanyai pendapat caleg mengenai LK dan UKM serta parameter mereka dalam mengelola dana untuk LK dan UKM, Erika Dian Puspita, mengatakan bahwa dana akan diberikan kepada LK atau UKM yang lebih membutuhkan. Namun, Edi Subagio berpendapat lain. Menurutnya, azas kebutuhan seperti yang diutarakan Erika membuat prioritas kebutuhan menjadi tidak jelas. Ia menawarkan adanya azas penerimaan, yang mana dana akan langsung diberikan kepada LK dan UKM setelah mereka merumuskan anggaran biaya satu tahun ke depan kepada LEM U.

Pendapat lain juga diutarakan oleh M. Redho Teguh. Ia menginginkan agar nantinya pihak DPM U bisa memberikan dana kepada UKM dengan presentase minimal, memberikan subsidi langsung atas kegiatan yang LK dan UKM ajukan, serta membentuk Badan Pengawas Keuangan (BPK).

Terkait keberadaan LK dan UKM, Ahmad Zaki Prasojo menginginkan adanya definisi ulang untuk keduanya. “Sebenarnya LK dan UKM sama-sama wadah minat dan bakat. Kita dapat menyamaratakan Mapala, Marching Band, dan UKM, tetapi khusus LPM universitas dan fakultas, mereka dapat berdiri sendiri,” kata Zaki.

Selain itu, ditanyai tentang langkah-langkah konkret caleg agar aset mahasiswa berupa Gedung Student Convention Centre (SCC) dan jas almamater dapat berjalan dengan baik, M. Faris Fajri mengatakan bahwa sebaiknya ada tim kerja mahasiswa untuk mengelola SCC. Tim kerja dibagi menjadi dua bagian, yaitu marketing and creativity yang bekerja untuk memperbarui dan merawat gedung serta finance untuk mengelola keuangannya. Terkait jas almamater, ia berpendapat bahwa sebaiknya dana tidak dipegang oleh tim jas almamater, melainkan komisi III DPM. Hal ini untuk mengantisipasi adanya kasus korupsi jas almamater seperti yang terjadi tahun lalu.

Ahmad Muhsin menawarkan pandangan lain. Menurutnya, setiap bulan DPM U bisa mengumpulkan UKM per fakultas untuk mengisi kegiatan atau melakukan pagelaran di SCC. Dengan begitu mahasiswa akan turut memelihara SCC.

M. Dzulyadain Nasrullah menganggap bahwa mahasiswa tidak tertarik dengan SCC lantaran letaknya yang jauh dan kondisi gedung yang kurang terawat. “Seharusnya SCC dikelola dengan baik dan dipromosikan sekencang-kencangnya agar mahasiswa tahu,” imbuhnya.

Menanggapi pertanyaan moderator tentang tendensi anggota legislatif yang lebih aktif di bidang akademik dibandingkan organisasi, Edi Subagio berinisaisi untuk membuat nota kesepahaman bermaterai agar ada kesepakatan bersama antaranggota.
“Semua tergantung orangnya, apakah ia bisa mengatur waktu atau tidak” tutur M. Fathurrahman.

Ini Orasi Enam Caleg FIAI

Oleh: Dian Indriyani

Kampus Terpadu, HIMMAH ONLINE

Rabu (14/05), enam calon legislatif (caleg) FIAI berkesempatan menyampaikan visi mereka dalam kampanye caleg FIAIdi Hall barat FIAI.

Visi yang diusung oleh Dimas Panji Wira adalah membina kualitas mahasiswa yang berkarakter, harmonis, dan responsif. Iamenawarkan program kerja berupa‘One Day with Dekanat’. Program ini bertujuanuntuk mengetahui masing-masing keinginan pihak dekanat dan mahasiswa.

Nur Sahid mengusung visi lain. Ia ingin membangun karakter mahasiswa yang kreatif dan inovatif berdasarkan insan ulil albab. Dengan mendirikan sebuah taman baca, ia ingin agar mahasiswa memilki wawasan yang luas.

Afdhin Rizal ingin mewujudkan mahasiswa yang berkarakter, menonjol, dan imajinatif. Ia menggagas program-program, seperti sharing kelembagaan setiap satu bulan sekali dan pelatihan kepemimpinan sebagai upaya untuk membentuk karakter seorang pemimpin.

M. Gufran berbicara tentang rumah masa depan. Ia ingin agar mahasiswa lebih peka dan bertindak visioner. Menurutnya, setiap acara seharusnya tidak hanya berdampak pada ranah lembaga saja, melainkan juga bagi semua mahasiswa.

Dengan berdasarkan nilai-nilai keislaman dan kekeluargaan, M. Mujib ingin lembaga mahasiswa menjadi wadah kemahasiswaan yang bermanfaat dan mampu menuju keluarga mahasiswa yang sinergis dan berprestasi. Visi tersebut diwujudkan dengan cara meningkatkan keilmuan melalui acara bedah buku serta adanya perpustakaan.

Lain lagi dengan Mardiana Sari. Ia ingin agar DPM mempunyai peran yang solid, aspiratif, dan kontributif untuk mewujudkan mahasiswa FIAIyang sinergis. “Saya juga akan aktif, pasif, dan reaktif dalam mendorong mahasiswa untuk menyampaikan aspirasinya kepada lembaga FIAI,” imbuhnya.

Selain enam caleg FIAI tersebut, ada pula tujuh caleg universitas yang turut berorasi di hall FIAI. Mereka adalah Ahmad Zaki Prasojo, M.Fathurrahman, Andrean Arif Suhada, Edi Subagio, Erika Dian Puspita, M. Bayu Saputra, dan M. Dzulyadain Nasrullah.

Brillian, mahasiswi Jurusan Hukum Islam angkatan 2012, berharap agar ke depannya DPM FIAI dapat lebih komunikatif lagi. “Keakraban antarDPM dan mahasiswa setidaknya benar-benar ada, tidak hanya saat verifikasi acara saja,” ungkapnya.

9 Caleg FPSB Berkampanye

Oleh : Dian Indriyani

Kampus Terpadu, HIMMAH ONLINE

Senin, 12 Mei 2014 diselenggarakan kampanye calon legislatif Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya. Bertempat di Hall FPSB, kampanye ini dimulai pukul 9.00 WIB.

Terdapat 9 orang yang terdaftar sebagai calon legislatif Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB), diantaranya ada M.Rahmad Hidayat, Astri Wahyu Lestari, Riani Leviana Anggita Sati, Raja Mia Febriani, Yuli Siswanto, Azes Rahmad Tarmizi, M.Kaharis Hamdani, Wahyudin Afrizal, dan Yopita Iswayuningtyas.

Caleg dengan nomor urut pertama yaitu M.Rahmat Hidayat yang mempunyai visi optimalisasi peran dan fungsi lembaga kemahasiswaan sebagai wadah aspirasi, pemersatu dan penyalur bakat guna mewujudkan mahasiswa sebagai insan ulil albab.

Selanjutnya Astri Wahyu Lestari. Mahasiswi ini ingin membentuk lembaga kemahasiswaan yang santun dan inovatif sebagai ciri kharakteristik mahasiswa yang rahmatan lil alamin.

Caleg yang ketiga adalah Riani Leviana Anggita Sari. Ia ingin berusaha merevitalisasi fungsi dan peran Dewan Perwakilan Mahasiswa FPSB UII guna mewujudkan lembaga yang aktif dan ideal dalam menyuarakan dan mewadahi mahasiswa.

Raja Mia Febriani selaku caleg nomor urut empat berpendapat bahwa aspirasi dan partisipasi mahasiswa sangat kurang bahkan hanya untuk mendengar para caleg menyampaikan visi misinya saja acuh tak acuh. Untuk kedepannya, Mia berencana membentuk Forum Diskusi antar mahasiswa yang telah dilakukan sebelumnya oleh Fakultas Hukum agar anggota lembaga dapat lebih dekat dengan mahasiswa.

Yuli Siswanto juga memaparkan visi misinya untuk DPM FPSB yang lebih baik. Caleg nomor 5 ini menjunjung integritas tinggi yang berkomitmen dan loyalitas dari setiap mahasiswa, serta peka terhadap lingkungan sekitar. Untuk rencana jangka pendeknya, Yuli akan membuat tim riset di setiap jurusan FPSB untuk pemersatu jurusan Psikologi, Ilmu Komunikasi, dan Pendidikan Bahasa Inggris.

Caleg dengan nomor urut 6 yakni Aziz Rahmat Tarmizi berpikir untuk mewujudkan organisasi dan mahasiswa yang progresif berdasarkan rahmatan lil alamin, salah satunya dengan pengadaan hearing dan sosialisasi kelembagaan.

Selanjutnya, M.Kharis Khamdani menyalurkan visinya untuk menjadi wadah dalam menyampaikan apresiasi untuk membentuk mahasiswa yang progresif dengan cara menyatukan semua lembaga di FPSB dan lebih melakukan pendekatan dengan mahasiswa.

Ada pula caleg nomor 8, Wahyudin Afrizal yang menjelaskan bahwa DPM seharusnya dapat berpikir out of the box dalam konteks kepanitiaan. “Dimana kepanitiaan yang berlangsung di UII berlangsung tanpa menanggung nilai-nilai,” ungkapnya.

Yang terakhir adalah Yopita Iswahyuningtyas yang mempunyai visi untuk meningkatkan efektivitas DPM guna mengakomodasi mahasiswa. Rencananya ia akan mengadakan kegiatan bersifat kontinuitas, dari mahasiswa, oleh mahasiswa, dan untuk mahasiswa. Dan meningkatkan kohesivitas dan mengoptimalisasi DPM serta menciptakan suasana organisasi sebagai tempat berproses dan berkembang.

Selain itu, terdapat pula 7 orang caleg tingkat Universitas yang berorasi di FPSB, yaitu Ahmad Muhsin, Ananda Gusti Pangestu, Elfin Philma Sakti, M. Redho Teguh, M. Bayu Saputra, M. Faris Fajri, dan M. Fathurrahman.

Hasil Rekapitulasi Suara Menetapkan 5 Calon Rektor

Panitia Pemilihan Rektor dan Wakil Rektor Ulang UII sedang membacakan hasil rekapitulasi suara, Jumat (9/5) di auditorum Pasca Sarjana Fakultas Hukum UII. Dalam Pemilihan Bakal Calon Rektor, Harsoyo mendapatkan suara tertinggi dari lima kandidat. (Foto oleh: Aldino Friga P.)

Panitia Pemilihan Rektor dan Wakil Rektor Ulang UII sedang membacakan hasil rekapitulasi suara, Jumat (9/5) di auditorum Pasca Sarjana Fakultas Hukum UII. Dalam Pemilihan Bakal Calon Rektor, Harsoyo mendapatkan suara tertinggi dari lima kandidat. (Foto oleh: Aldino Friga P.)

 

Oleh: Laras Haqkohati

Cik Ditiro, HIMMAH ONLINE

Rapat Rekapitulasi Suara untuk pemilihan calon rektor Universitas Islam Indonesia dilaksanakan pada 9 Mei 2014 di Auditorium Pasca Sarjana Fakultas Hukum UII. Rapat ini merupakan kelanjutan dari proses pemungutan suara yang sebelumnya dilaksanakan pagi tadi dari masing-masing fakultas dan Gedung Kuliah Umum (GKU) Sardjito. Suara yang telah terkumpul kemudian dibawa ke Sekretariat Panitia Pemilihan Rektor dan Wakil Rektor untuk menetapkan calon rektor terpilih. Rapat ini diikuti pimpinan universitas dan fakultas serta panitia pemilihan rektor dan wakil rektor.

Hasil Rekapitulasi Suara menetapkan 5 Bakal Calon Rektor menjadi 5 Calon Rektor. Menurut Edy Widodo, selaku Ketua Panitia, dalam hal ini tidak ada bakal calon yang tereliminasi. “Hasil ini untuk menunjukkan partisipasi dari warga UII untuk kemudian diajukan kepada senat,” ujar Edy.

Penghitungan suara menunjukan Harsoyo memperoleh suara terbanyak dengan persentase 42,6%, diikut oleh Sarwidi dengan suara sebanyak 23,0%. Lalu urutan selanjutnya adalah Jawahir Thontowi dengan suara sebanyak 20,2%. Posisi keempat diduduki Amir Mu’alim dengan perolehan suara 10,5%. Dan Paryana Puspaputra mendapat perolehan suara paling sedikit, yaitu sebesar 3,7%.

Reportase bersama Fikrinisa’a Fakhrun H.

Pemilihan Bakal Calon Rektor Kembali Dilakukan

Oleh: Arieo Prakoso

Kampus Terpadu, HIMMAH ONLINE

Universitas Islam Indonesia melakukan Pemilihan Rektor dan Wakil Rektor Ulang. Pada 9 Mei 2014 Pemilihan Bakal Calon Rektor dilakukan serempak di  8 fakultas yaitu Fakultas Ekonomi, Fakultas Hukum, Fakultas Kedokteran, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan , Fakultas Teknik Industri, Fakultas Ilmu Agama Islam, dan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.  Pencoblosan Bakal Calon Rektor ini dimulai pukul 08.00 hingga 10.00 WIB

Pemilihan Rektor dan Wakil Rektor dilaksanakan kembali akibat pembatalan rektor terpilih yang telah ditetapkan pada 8 januari 2014. Hal tersebut terjadi karena menurut pengurus Yayasan Badan Wakaf UII calon rektor terpilih UII periode 2014-2018 terbukti secara sah tidak memenuhi syarat sebagai rektor UII. Akhirnya Pembina Yayasan Badan Wakaf melalui ketetapan No II/TAP/PBN/IV/2014 menyetujui pemilihan ulang rektor dan wakil rektor sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Terkait mekanisme pemilihan ulang ini, Ketua Pantia Pemilihan Rektor dan Wakil Rektor, Edy Widodo menjelaskan bahwa mekanisme Pemilihan Rektor (Pilrek) tidak berubah. Semua calon rektor terpilih akan diperiksa, sehingga ditetapkan yang terbaik dari yang ada. Untuk proses pemilihan wakil rektor akan dilakukan pada tanggal 28 Mei.  Dan untuk pelantikannya akan dilangsungkan pada tanggal 2 Juni 2014.

Harsoyo dari FTSP menjabat sebagai Rektor Sementara (Rektor Presidium) sampai dengan pelantikan rektor baru. Ia pun sebenarnya tidak berharap ada pemilihan ulang. “Harapan saya semua berjalan dengan baik, karena kemarin ada hambatan maka ada konsekuensinya harus melakukan pemilihan ulang,” ujar Dosen FTSP ini.

Menurut Harsoyo pemilihan sebelumnya bisa dijadikan pelajaran bersama untuk berhati-hati dalam melangkah. Dari hasil pembatalan rektor terpilih sebelumnya berakibat pada penundaan wisuda yang dilaksanakan pada bulan Mei menjadi Agustus. Karena menurut ketetapan yang ada, tanda tangan yang tertera pada ijazah adalah tanda tangan rektor tetap bukan rektor presidium. “Pada 2 Juni harapannya UII sudah memiliki rektor,  baru setelah itu pada tanggal 1 Juli sudah bisa menetapkan dekan. Sehingga tidak ada masalah jika wisuda ditunda sampai Agustus,” tukasnya

Ketua DPM U, Fuad pun menanggapi  bahwa Pilrek Ulang dilakukan bukan tanpa sebab, melainkan karena pada pemilihan sebelumnya terdapat masalah pada rektor terpilih sehingga tidak memenuhi syarat. “Siapapun yang terpilih akan menjadikan UII lebih baik ke depannya, baik dari segi pendidikan dan dakwah islamiyah,” tutur mahasiswa Fakultas Hukum ini.

 

 

Mengkritisi Pemilihan Rektor UII

Rektorat telah membentuk sebuah tim investigasi terkait kabar yang menyebutkan bahwa ada calon rektor Universitas Islam Indonesia yang dicurigai menyalahgunakan dana dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) berupa Beasiswa Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri (BPKLN). Tim ini dibentuk bersamaan dengan waktu penetapan rektor periode 2014-2018, yaitu 28 Februari 2014, tepatnya pagi hari sebelum Hadri Kusuma resmi dinyatakan sebagai rektor terpilih. Tugas utama tim investigasi adalah untuk menelusuri benar atau tidaknya penyalahgunaan dana beasiswa BPKLN.

Selanjutnya, tanggal 26 Maret 2014, senat universitas menyelenggarakan rapat untuk membahas hasil tim investigasi. Bersamaan dengan itu, Keluarga Mahasiswa (KM) UII berdemonstrasi di depan Gedung Kuliah Umum (GKU) Sardjito, tempat terselenggaranya rapat senat tersebut. Aksi unjuk rasa ini bukan tanpa alasan. Sebelumnya, pihak Dewan Permusyawaratan Mahasiswa (DPM) UII telah mengirimkan surat kepada tim investigasi untuk meminta hasil penyelidikannya. Mereka juga telah menyurati rektorat melalui direktorat kemahasiswaan dan wakil rektor III-nya. Tetapi, mereka tidak mendapatkan respons.

Saat jamuan makan malam bersama antara rektorat dan lembaga mahasiswa pada tanggal 21 Maret 2014, pihak rektorat pun belum memberikan keterangan terkait hasil penelusuran tim investigasi.

Pada saat aksi unjuk rasa tersebut, Edy Suandi Hamid yang ketika itu bertindak sebagai ketua senat mengatakan bahwa pihaknya akan menginformasikan hasil rapat senat kepada mahasiswa beberapa hari lagi. Namun selang beberapa hari, mahasiswa belum menerima rilis info resmi dari pihak kampus terkait hasil rapat senat.

Beberapa minggu setelah aksi di depan GKU Sardjito, Yayasan Badan Wakaf UII melantik rektor presidium beserta wakilnya di Gedung Pascasarjana Hukum UII. Rektor Presidium dijabat oleh Harsoyo dari FTSP, sedangkan Wakil Presidium dijabat oleh Mustaqim dari FH dan Kumala Hadi dari FE. Lagi-lagi tidak ada info resmi terkait hal ini. Kampus seolah-olah memagari warga UII, khususnya mahasiswa agar tidak mengetahui hal tersebut. Padahal, pembatalan hasil pilrek dan pelantikan rektor presidium berimbas pada banyak hal, termasuk penundaan wisuda mahasiswa. Karena UII belum memiliki rektor definitif, wisuda yang semestinya diadakan pada bulan Mei 2014 diundur menjadi bulan Agustus 2014.

Terkait penyelesaian masalah pilrek, hasil rapat senat yang diketuai oleh Harsoyo selaku Ketua Senat Universitas adalah mereka memutuskan untuk mengulang pemilihan rektor. Selain itu, dekan yang terindikasi positif melakukan pemotongan dana beasiswa BPKLN akan dikenai sanksi sedang dan berat. Sanksinya adalah orang tersebut tidak boleh menjabat jabatan struktural di UII yang sifatnya pemilihan (misalnya: dekan dan rektor) dan gelar profesornya akan dicopot selama enam bulan. Selanjutnya, hasil rapat senat ini akan diserahkan kepada Yayasan Badan Wakaf UII. Senat juga mempersilakan pihak-pihak yang ingin mengajukan banding agar menghadap ke Yayasan Badan Wakaf UII.

Hal-hal yang telah saya paparkan tersebut hanya sebatas timeline perjalanan pemilihan rektor UII yang penuh dinamika. Di sini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan.

Pertama,soal sumber isu pemotongan dana itu. Kira-kira siapakah orang yang mencuatkan info itu? Menurut hemat saya, sumber yang mampu menggerakkan rektorat untuk membentuk sebuah tim investigasi hingga berimbas pada batalnya hasil pemilihan rektor terpilih ini bukan meluncur dari sembarang orang.

Kedua, soal beasiswa BPKLN. Sejak kapan beasiswa ini ada? Bagaimana mekanisme beasiswa? Sejak kapan pemotongan dana beasiswa seperti ini mulai terjadi, apakah termasuk di tahun-tahun sebelumnya? Misalnya hal ini terjadi di tahun sebelumnya, apakah itu diusut juga? Pun soal dana yang dipotong itu, kemana larinya?

Ketiga, soal pertimbangan dan penyeleksian panitia pilrek sebelumnya dalam memilih kandidat bakal calon rektor. Apakah panitia tidak memiliki uji kelayakan dan kepatutan ( fit and proper test)? Apakah panitia tidak mempertimbangkan riwayat dosen yang akan mereka undang untuk menjadi bakal calon rektor? Sekadar info, sistem pemilihan rektor UII adalah bukan dosen yang mengajukan diri untuk menjadi bakal calon rektor, melainkan pihak panitia mengirimkan surat undangan kepada dosen untuk dimintai kesanggupannya menjadi bakal calon rektor. Menurut saya, peran panitia dalam mempertimbangkan dan menyeleksi dosen yang diundang sangatlah penting. Alasannya, ketika panitia sudah mengecek rekam jejak bakal calon rektor, kasus yang terjadi seperti sekarang ini dapat dihindari atau bahkan tidak ada. Saya memandang, kasus ini cenderung mengarah ke arah politis karena mencuat bertepatan pada saat tahap akhir pilrek. Kalau pilrek ulang ini tidak memiliki perubahan sistem, maka tidak menutup kemungkinan kejadian serupa akan terulang lagi. Hal ini tentu akan berimbas pada kerugian mahasiswa.

Keempat, soal pihak-pihak yang terindikasi melakukan pemotongan dana beasiswa. Jujur, saya masih skeptis, kok bisa orang-orang yang berkedudukan tinggi dengan gelar akademik yang mentereng-bahkan bergelar profesor-melakukan hal ceroboh seperti itu. Pasti ada yang janggal di belakang itu semua. Jika mahasiswa Strata 1 (S1) yang belum lulus saja bisa mengatakan bahwa perbuatan itu menyalahi aturan, maka orang-orang sekelas doktor atau profesor juga semestinya lebih tahu.

Kelima, soal kerugian atas lamanya transisi proses kepemimpinan ini. Apa saja kerugian materil maupun nonmaterilnya?

Keenam, soal transparansi informasi kepada mahasiswa yang sangat minim, bahkan seolah ditutup-tutupi. Hal itu terbukti dengan sulitnya pers mahasiswa yang ada di UII untuk meminta klarifikasi kepada pihak-pihak terkait, baik itu kepada Yayasan Badan Wakaf UII, presidium, dekan, panitia, dan tim investigasi. Tak hanya itu saja, media milik UII pun terkesan tidak berani memberitakannya. Mereka hanya memberitakan berita informatif yang sifatnya positif saja. UII seolah-olah membuat agar mahasiswanya tidak tahu, membodohi mahasiswa agar tidak kritis, dan membuat agar mereka memikirkan urusan akademik saja. Mahasiswa dibuat acuh tak acuh dengan persoalan sepenting ini, yang mana jika kasus ini diketahui pihak luar, nama besar UII di tataran nasional bisa runtuh. Universitas yang selama ini terkenal menghasilkan praktisi dan akademisi yang berkompeten di bidang hukum malah menjadi pelaku pelanggaran hukum.

Ketujuh, soal sanksi kepada pihak yang terindikasi melakukan pemotongan dana beasiswa. Kenapa UII memilih menyelesaikannya di ranah internal saja, bukan malah membawa kasus ini ke ranah hukum yang berlaku di negara? Setahu saya, pemotongan dana uang negara itu dinamakan korupsi. Jika alasannya adalah untuk menjaga nama baik UII, apakah tidak sia-sia saja? Bukankah cepat atau lambat hal ini akan terdeteksi oleh negara? Pastinya beasiswa itu memiliki semacam laporan pertanggungjawaban kepada negara. Bagaimana UII ‘menyembunyikannya’? Lantas, apa sikap kita sebagai mahasiswa UII yang melihat kampus melakukan pembohongan kepada negara? Diam atau mendukung?

Tujuh poin di atas tak lebih dari analisis kasar saya pribadi. Mungkin Anda mempunyai analisis lain yang lebih tajam. Perlu diingat, kasus kampus  yang melibatkan korupsi dana tidak terjadi sekali ini saja. Pada tahun 80’an pernah terjadi kasus penggelapan dana pembangunan Kampus Antara-sekarang menjadi Fakultas Ekonomi. Kala itu ada pemuda bernama Slamet Saroyo yang mesti merenggang nyawa karena berusaha mengekspos kasus itu. Ia dibunuh oleh pendukung pembantu rektor II periode 1985-1989 bernama Effendi Ari. Ia disebut-sebut sebagai aktor yang menggelapkan dana tersebut. Lebih lengkapnya silakan baca buku ‘Api Putih di Kampus Hijau’. Hal yang mesti patut kita tiru dari kisah tersebut adalah semangat mahasiswa dulu yang tidak tinggal diam ketika melihat ketidakberesan di dalam kampusnya. Sekarang, semangat mahasiswa yang seperti itu terlihat hilang.

*) Mahasiswa Teknik Informatika Angkatan 2010

Pemimpin Umum Lembaga Pers Mahasiswa HIMMAH UII

LENSA: Obor Perlawanan

         “Obor Marsinah, nyalakan. Suara rakyat, nyaringkan.” Marsinah, Wiji Tukul, Tan Malaka dan masih banyak orang Indonesia hilang. Entah dibunuh atau disembuyikan, tidak ada yang tahu dimana mereka berada. Waktu tak pernah memberikan pasti. Maka keadilan harus terus diingatkan dan ditegakkan.

Komite Obor Marsinah melakukan konvoi untuk melawan lupa atas penindasan struktural oleh kekuasaan. Merintis perjalanan dari Jakarta sampai Surabaya. Mereka lantang menyuarakan tentang kepentingan bersama untuk terus mamajukan pergerakan rakyat dan hak atas negeri ini. Obor api adalah simbol konsistensi asa menyibak kegelapan ketidakadilan.

Raga Marsinah boleh saja membusuk. Tapi tidak untuk pemikiran dan semangat perlawanan yang akan terus menular kepada mereka senantiasa melawan otoritarianisme.

 

1            Obor untuk Marsinah

 

2           Nyanyian Kritik

 

3         Untuk mengenag Marsinah
4       Untuk Marsinah

 

 

 

Kebebasan Pers Bagian dari HAM

Oleh: Moch. Ari Nasichuddin
Yogyakarta, HIMMAH ONLINE

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta menyelenggarakan acara “Media Freedom for a Better Future” dalam rangka memperingati Hari Kebebasan Pers Intenasional pada 3 Mei 2014. Acara yang diadakan di gedung Bentara Budaya Yogyakarta ini diisi dengan orasi Hari Kebebasan Pers, pemutaran film wartawan Udin, renungan Hari Kebebasan Pers, dan lain sebagainya.

Bambang Muryanto, dari AJI Yogyakarta mengatakan, pada saat rezim Soeharto jurnalis tidak bisa mengontrol kekuatan sosial karena kebebasan pers belum ada. Namun, sekarang kebebasan pers sudah memiliki kekuatan hukum.
Pada zaman sekarang, menurut Bambang, ada banyak Undang-Undang (UU) yang dapat membelenggu kebebasan pers. Contohnya UU Pencemaran Nama Baik dan UU Infomasi danTransaksi Elektronik. Khusus untuk UU ITE, tidak hanya menjerat kebebasan para jurnalis tetapi aktivis media sosial pula. “Itu yang perlu diadvokasi agar hak atas demokrasi bisa kita dapatkan. Kebebasan pers bagian dari hak asasi manusia. Karena dengan itu masyarakat dapat mendapatkan informasi yang berguna,” tutur Bambang.

Terkait hubungan kebebasan pers bagi pers mahasiswa (persma), Bambang menuturkan banyak kawan-kawan persma yang tidak bisa bebas meliput berita yang mengkritisi kampus mereka. Hal tersebut terjadi karena kampus yang bersikap otoritarian. “Jangan takut terkena sanksi, AJI selalu bersedia memberikan advokasi. Kalau perlu sampai Dewan Pers” tukas alumni UGM ini.