Beranda blog Halaman 136

Biaya SPP Terlalu Mahal

Menurut saya, biaya SPP terlalu mahal dan fasilitas yang didapatkan tidak sebanding dengan jumlah SPP yang dibayarkan. Dan juga fasilitas klasiber tidak digunakan dengan baik, masih banyak materi kuliah yang belum di-upload. (Meida Ovi Rahmatunika-Jurusan Statistika 2012)

Perjalanan Panjang Manusia Serigala

Film tentang kisah manusia serigala ini memang sudah melegenda. Pertama kali, The Wolfman diangkat ke layar le-bar pada tahun 1941, diperankan Lon Chaney. Sebelumnya pada tahun 1994, muncul film The Wolf yang disutradarai Mike Nichols dengan pemeran utama Jack Nicholson dan Michelle Pfeiffer. Film itu sukses dengan omset besar dan memenangi beberapa nominasi Grammy Award. Terinspirasi dari film klasik yang melegenda itu, maka hadirlah The Wolfman ke layar lebar dengan kemasan dan sentuhan yang berbeda, namun tetap tidak meninggalkan unsur kengerian dan keseramannya.

The Wolfman berkisah tentang sese-orang yang berubah menjadi manusia serigala pada saat bulan purnama. Diceritakan, sejak kematian ibunya, Lawrence Talbot (Benicio Del Toro) me-mutuskan pergi dari rumahnya di Desa Blackmoor yang suram. Kepergiannya juga ingin menghabiskan hidup untuk meng-hilangkan kesedihan dan menghindar dari seluruh keluarga. Bertahun-tahun hidup menyendiri, hidup mandiri dan tenang pun dirasakan dengan nikmat.
Ternyata, manusia tak pernah lepas dan bebas dari masalah. Saat menikmati kehidupan yang nyaman dan tenang itu, Lawrence bertemu dengan Gwen Conliffe (Emily Blunt), tunangan kakak Lawrence yang memohon agar Lawrence kembali ke kampung halamannya. Harapannya, Lawrence bisa membantu mencari tu-nangannya yang hilang tanpa jejak. Na-mun permintaan itu ditolak. Alasannya sederhana, Lawrence sudah melupakan masa lalu tentang rumah, lingkungan, ju-ga kampung halamannya.

Tiba-tiba, ada sesuatu yang mengubah pendirian Lawrence. Karena mendengar sebuah misteri yang menghantui tempat kelahirannya, Lawrence terpaksa kembali ke kampung halamannya. Setiba di Desa Blackmoor, Lawrence kembali bertemu dengan ayahnya, Sir John Talbot (Anthony Hopkins). Ia mendengar kabar bahwa desanya tengah dilanda pembunuhan misterius. Korban berjatuhan di tangan pembunuh sadis. Warga mengira sebuah kutukan kuno kembali menghantui desa. Kutukan kuno itu adalah manusia yang mampu berubah wujud menjadi serigala saat bulan purnama dan mencari mangsa di sekitar hutan yang mereka huni.

Lawrence akhirnya mengetahui ada sesuatu yang kuat dan brutal telah membunuh warga desa. Apalagi, kasus pembunuhan ini juga mendapat perhatian dari seorang Inspektur Scotlandia berna-ma Aberline (Hugo Weaving) yang datang untuk menyelidiki. Dengan tekad dan se-mangat ingin mengakhiri semua bentuk pembantaian sekaligus melindungi wa-nita yang dicintainya, Lawrence harus menghancurkan makhluk jahat yang menghantui Desa Blackmoor. Saat mulai berburu, ternyata sesuatu yang tidak pernah dibayangkan terjadi pada diri Lawrence, sesuatu yang mengerikan. Se-bagai binatang dan manusia, Lawrence berusaha melawan kutukan. Rahasia jati dirinya tetap disembunyikan sang ayah.

Film ini memiliki jalan cerita yang bagus. Alurnya cukup mudah diikuti, se-hingga penonton tidak dibuat bingung. Ditambah lagi, efek suara yang mampu membuat penonton tegang selama duduk menonton film ini. Tata cahaya kelam dan efek kabut juga ikut membawa suasana seram. Setting tempat pun mengagumkan dan semakin menambah nuansa magis. Namun di balik kelebihan itu, film ini ceritanya kurang meyakinkan, ditambah lagi ending film yang kurang begitu kuat. Tetapi dengan kekurangan yang ada, film ini tetap seru untuk ditonton bagi pecinta film horor. (Arga Ramadhana)

Rambu Kampus, Bukan untuk Dilanggar

Dalam buku “Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar” karya Deddy Mulyana, dijelaskan tentang berbagai prinsip yang ada di dalam berkomunikasi. Salah satunya adalah prinsip sim-bolik. Prinsip ini mengemukakan bahwa komunikasi dapat di-lakukan melalui lambang atau simbol, misalnya rambu-rambu lalu lintas yang ada di jalan. Tetapi bagaimana jika ambang atau simbol tersebut tidak dihiraukan? Lambang atau simbol berfungsi untuk mengomunikasikan sesuatu, seperti larangan atau anjuran, bagaimana jika itu diabaikan? Sebagai contoh, rambu-rambu lalu lintas yang dilanggar oleh para pengemudi kendaraan, seperti tidak berhenti saat lampu merah. Pastinya, hal tersebut dapat mengganggu kelancaran lalu lintas. Keja-dian semacam itu tidak saja terjadi di luar, tetapi juga di dalam kampus, khususnya kampus kita tercinta, Universitas Islam Indonesia. Pelanggaran terhadap hal semacam itu masih sering terjadi.
Sangat ironis memang, jika sebuah aturan yang fungsinya menertibkan malah dilanggar, bahkan adanya papan larangan seolah diabaikan. Papan larangan yang dipasang seharusnya berfungsi sebagai peringatan kalau dalam lingkupnya tidak boleh melakukan hal yang dilarang dalam papan tersebut. Bukannya mematuhi peraturan yang ada, tetapi malah me-langgar. Sebagai contoh, papan dilarang parkir (lambang P dicoret), tetapi banyak yang parkir di sekitar area tersebut. Papan “Kampus Bebas Asap Rokok” atau dapat diartikan seba-gai larangan merokok di area kampus, malah banyak yang merokok di dalam kampus. Di lahan jalan menuju rusunawa pun terdapat papan larangan yang intinya berisi larangan menanami lahan tersebut karena akan dibangun bangunan, tapi malah banyak tanaman yang sengaja ditanam di lahan tersebut. Ada lagi papan yang tertulis “Kendaraan Beroda Dua Dilarang Parkir” (hanya untuk parkir mobil), tetapi ada saja sepeda motor yang parkir di situ. Dari semua yang disebutkan tadi, seolah-olah hal yang dilarang malah dianggap sebagai anjuran. Bukanya sesuai aturan, malah sebaliknya.
Seharusnya, hal tersebut tidak terjadi bila mahasiswa dan warga kampus lainnya menyadari akan pentingnya mengikuti peraturan. Peraturan dibuat dengan tujuan atau fungsi untuk menertibkan objek-objek yang ada. Jika peraturan yang dibuat tidak dijalankan atau dilanggar, akan menjadi kacau. Jika para pelanggar rambu-rambu lalu lintas dikenai hukuman karena me-langgar, hal tersebut harapannya para pelanggar menjadi jera. Meski tidak dapat sepenuhnya menghilangkan, hukuman yang diberikan paling tidak dapat meminimalisir jumlah pelanggaran. Bagaimana dengan mahasiswa dan warga kampus lainnya yang melanggar rambu-rambu kampus? Dari pengamatan di lapangan, para pelanggar kurang mendapatkan peringatan dari pihak yang berwenang, sehingga mereka tidak jera.
Pihak yang berwenang di kampus dapat mengawasi dan menjaga agar tidak terjadi pelanggaran. Dan bila terjadi pun, seharusnya ada sanksi tegas yang diterapkan agar para pelaku pelanggaran menjadi jera. Mungkin memang, ada sanksi sendiri bagi para pelanggar tersebut, tetapi sanksi yang dimaksud agaknya kurang tegas atau kurang membuat jera. Saya pernah melihat beberapa sepeda motor yang parkir di jalan pada siang hari. Di sana ada tulisan “Kendaraan Beroda Dua Dilarang Parkir”. Satpam yang melihatnya langsung menggembosi motor-motor itu. Apa yang dilakukan satpam tersebut mungkin sedang menjatuhkan sanksi kepada para pelanggar. Dan setelah itu, motor-motor yang parkir di situ mulai agak jarang. Jika apa yang dilakukan satpam tadi diterapkan di setiap penjuru kampus, bisa saja dapat mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran.
Untuk itu, diharapkan agar peraturan yang dibuat, khususnya yang terpasang di setiap penjuru kampus, dapat ditaati oleh mahasiswa dan juga warga kampus lainnya. Diharapkan, semua memerhatikan dan melaksanakan setiap kebijakan kampus agar tidak ada lagi yang melanggar. Pihak kampus pun harus lebih tegas lagi terhadap para pelanggar peraturan, supaya tidak ada lagi yang melanggar.

*)Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2012/Magang LPM HIMMAH UII

Romansa Cinta Sang Professor

Siapa yang tidak kenal dengan bapak B. J habibie dan Ibu Ainun? Semua orang pasti mengenal pasangan sejoli ini. Bapak Prof. DR. ing B. J Habibie atau Pak professor begitulah panggilannya adalah presiden ke-3 RI. Sedangkan Ibu Hasri Ainun adalah mantan the first lady Negara kita.
Buku Habibie & Ainun merupakan karya dari mantan presiden Republik Indonesia ke-3, Bacharuddin Jusuf Habibie. Buku ini berisi kisah-kisah dan pengungkapan tentang betapa besar rasa cinta dan kerinduan sang professor kepada almarhumah istrinya yang wafat pada tanggal 23 Mei 2010 lalu.
48 tahun 10 hari adalah waktu yang cukup lama apalagi dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Habibie sendiri mengakui jika penulisan buku ini menjadi terapi bagi dirinya untuk mengobati kerinduan, rasa tiba-tiba kehilangan Ibu Ainun sang belahan jiwa.
Buku yang telah diluncurkan pada November 2010 ini menceritakan tentang kisah romansa antara Pak Habibie dan Ibu Ainun mulai dari awal perjumpaan, yang pada saat itu Ibu Ainun dianggap tidak menarik. Gula Jawa, begitulah Pak Habibie menyebutnya, karena Ibu Ainun pada saat itu Pendek, hitam dan gendut. Tetapi hal itu berubah, tujuh tahun kemudian ketika Pak Habibie pulang dari Jerman ia terpesona dengan perubahan fisik Ibu Ainun. Menurutnya Ibu Ainun telah berubah menjadi seorang wanita yang mempesona. ”Ia laksana gula jawa yang berubah menjadi gula pasir”, ujarnya pada saat itu.
Di buku ini juga diceritakan bahwa Pak Habibie dan Ibu Ainun menikah, pada tanggal 13 Mei 1962 di Hotel Preanger, Bandung. Setelah menikah Pak Habibie pun memboyong Ibu Ainun ke Jerman. Saat itu, Pak Habibie bekerja sebagai Asisten dan tenaga peneliti untuk seorang Professor, bernama Hans Ebner, dengan gaji sekitar 680 Euro. Penghasilan ini tak jauh dari cukup untuk mereka berdua. Untuk menghemat, semua urusan rumah tangga dikerjakan sendiri (halaman 20).
Sepanjang membaca buku Habibie dan Ainun ini saya sangat merasakan betapa besarnya kedalaman cinta dari Pak Habibie kepada istrinya. Banyak ungkapan yang selalu didengungkan beliau tentang betapa bahagia dan beruntungnya mendapatkan istri yang selalu diliputi kesabaran dan tanggung jawab.
Dalam Buku Habibie dan Ainun ini Pak Habibie tidak hanya menceritakan tentang romansa cinta antara dirinya dan Ibu Ainun saja. Melainkan juga menceritakan tentang perjalanan kehidupannya, mulai dari awal kariernya hingga ia menjabat sebagai Presiden RI. Ia menceritakannya dengan gaya bahasa yang komunikatif, sehingga seolah-olah kita dibawa melihat bagaimana alur kehidupan Pak Habibie itu sebenarnya.
Dalam bukunya, Pak Habibie menuliskan periode terberat dalam kehidupannya, adalah ketika ia terpilih menjadi Menteri Riset dan Teknologi, menjadi Ketua Umum ICMI, dan terakhir menjadi Presiden RI. Disinilah dkungan moral dari Ibu Ainun tak henti-hentinya mengalir. Bahkan beliau sebagai first lady memegang peranan kunci dibalik kesuksesan seorang B.J. Habibie.
Sejak sang permaisuri menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 23 Mei 2010 di rumah sakit Ludwig Maximilian University (LMU) Muenchen, Jerman, Pak Habibie masih merasa jika Ibu Ainun tetap berada di sisinya. Memori akan kebersamaanya dengan sang permaisuri selalu membayangi. Oleh karena itu, hadirnya buku ini telah menutupi kekosongan jiwanya.
Buku Habibie dan Ainun terdiri dari 37 bab. Yang dikemas dengan gaya cerita yang sederhana dan cukup komunikatif. Masing-masing babnya sendiri mengandung hikmah tentang kehidupan dari sang profesor. Rasa cinta serta kasih sayang yang mendalam dari seorang suami pada Almarhumah istri yang senantiasa mendampinginya. Sehingga para pembaca menemukan suatu bacaan yang menarik sekaligus berbeda.
Tetapi dalam buku tersebut terdapat beberapa bagian yang agak membosankan dimana alur cerita yang disajikan cenderung monoton dan gaya bahasa yang digunakan terlalu puitis. Terlepas dari hal diatas tersebut buku ini seolah-olah membawa kita melihat alur kehidupan seorang B. J. habibie yang inspiratif.
Semoga hadirnya buku ini bisa menjadi refleksi atau pelajaran serta inspirasi bagi kita semua. Selamat membaca. (Zahrina Andini dan Diah Handayani)

FPSB (Tetap) Menolak Surat Izin Dokter

Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) tidak menerima surat izin dokter dari mahasiswa. Mengapa demikian?

Oleh: Riesky Diyanti P.

Kampus Terpadu, Kobar

Sesuai dengan yang diutarakan Edi Sutapa selaku Ketua Divisi Perkuliahan dan Ujian FPSB, surat izin dokter tidak diterima karena sudah menjadi ketentuan fakultas. Edi menuturkan, surat izin dokter diterima apabila mahasiswa mengalami penyakit menular seperti cacar. Menurutnya, surat izin dokter semakin mudah diperoleh dan semakin besar kemungkinan adanya surat izin dokter palsu. “Kalau mahasiswa sejak sekarang saja sudah bisa berbohong, bagaimana kalau dia menjadi pemimpin yang jelas-jelas uang di depan mata,” tukas Edi. Ia menambahkan bahwa kebijakan ini sekaligus untuk menjaga amanah mahasiswa sebagai seorang pelajar. 

Dekan FPSB Sus Budiarto memaparkan penjelasannya terkait hal tersebut. Menurut pria yang akrab disapa Sus ini, tanpa surat izin dokter, mahasiswa masih dapat menggunakan keringanan 25% boleh tidak masuk yang diberikan fakultas. Namun, untuk mahasiswa yang sering mengalami sakit hingga rawat inap, Sus menyatakan akan bertemu dan bertanya lebih dulu kepada yang bersangkutan. “Kalau memang kasusnya dia selalu sakit, saya akan tanda tangan (memberi izin-red), berarti sakitnya parah kan kalau sering begitu,” tanggap Sus. 

Ia melanjutkan bahwa selama ini kasus seperti itu belum terjadi di FPSB. Sus menilai peraturan yang ada sangat adil bagi mahasiswa, termasuk bagi mahasiswa yang sibuk sebagai aktivis kampus. Di UII, memang ada fakultas lain yang menerima surat izin dokter. Tetapi menurutnya, peraturan yang berlaku di FPSB adalah baik dan punya kekuatan hukum. 

Peraturan terkait surat izin dokter sudah berlaku sejak sebelum UII memberlakukan presensi 75% kehadiran mahasiswa. Sus mengklaim jika FPSB termasuk fakultas yang konsisten melaksanakannya. “Jadi, semisal ada peraturan yang harus diubah, fakultas lain itulah yang harus mengikuti FPSB,” kata Sus. Ia pun menghimbau mahasiswa untuk bercermin pada hal baik, jangan hanya bercermin berdasarkan pandangan pribadi. 

Salah seorang dosen di program studi Ilmu Komunikasi, Irawan Jati, turut angkat bicara. Bagi Irawan, sistem perizinan yang demikian sudah cukup adil bagi seluruh mahasiswa. Tidak semua peraturan harus dilihat berdasarkan hitam dan putih. Hukum dibuat untuk keadilan, sementara pembatasan bertujuan untuk melindungi kepentingan mahasiswa. Tidak ada keuntungan tersendiri bagi fakultas ataupun universitas. 

Menurut Irawan, dosen pun sebenarnya memiliki pertimbangan lain mengenai pemberian izin kepada mahasiswa. “Mahasiswa yang sering masuk dianggap lebih bisa menguasai materi. Mahasiswa yang sering datang saja belum tentu bisa menguasai materi, apalagi yang jarang masuk. At the end, dosen punya pertimbangan dapat mengizinkan mahasiswa tersebut untuk tidak masuk, dosen punya hak pertimbangan moral,” ujar Irawan. 

Tidak diterimanya surat izin dokter oleh pihak fakultas dirasa memberatkan mahasiswa. Hal tersebut terlihat dari beberapa komentar mahasiswa. Mereka merasa bahwa peraturan itu tidak manusiawi dan tidak adil. Seperti yang dialami Ika Fujiana, mahasiswi Ilmu Komunikasi 2012. Saat itu, ia mengantarkan surat izin istirahat ke Divisi Perkuliahan dan Ujian FPSB. Namun, pihak yang terkait tidak menerimanya karena dalam peraturan izin sakit, mahasiswa harus menyertakan surat keterangan opname. 

“Saya merasa dirugikan karena terkadang harus tetap memaksakan diri masuk kuliah, padahal dokter sudah menyarankan istirahat. Tapi dari pada nanti absen saya pas-pasan di akhir dan susah kalau ada keperluan mendadak, terpaksa saya paksakan ke kampus. Padahal sebenarnya percuma saja, karena toh saya nggak konsen juga belajar di kelas karena kondisi badan yang tidak fit,” keluh Ika. 

Pendapat serupa dikemukakan oleh Wardiani Priyanto, mahasiswi Psikologi 2011. “Peraturan ini dibuat mungkin dengan tujuan positif, tetapi dalam prakteknya peraturan ini sedikit memberatkan mahasiswa. Tidak semua orang sakit yang istirahat di rumah lebih baik dari yang diopname di rumah sakit,” ucap Wardiani. Sedangkan Galuh Sekar Tanjung, mahasiswi Ilmu Komunikasi 2012 menganggap, sebaiknya pemegang absensi kehadiran mahasiswa adalah dosen yang bersangkutan karena dianggap lebih tahu bagaimana kondisi mahasiswa. 

Reportase bersama: Ruhul Auliya

Wajah Parkiran UII

Lokasi tempat parkir di UII sudah tidak memadai dan tidak terawat. Tentunya, keadaan ini dapat mengurangi kenyamanan bagi mahasiswa dan pengguna lainnya.

Oleh: Atya Arma N.

Kampus Terpadu, Kobar

Tempat parkir (parkiran) sepeda motor di lingkungan Fakultas Teknologi Industri (FTI) menuai komentar dari be-berapa mahasiswa. Salah satunya meng-anggap jika parkiran FTI mengalami keku-rangan lahan. Akibatnya, mahasiswa meletakkan kendaraannya disembarang tempat. “Tempat parkir menjadi tidak beraturan atau semrawut, sudah seperti butuh perluasan, bagus lagi kalau di ling-kungan kampus pakai sepeda,” tukas Vita Silondae, mahasiswi Teknik Informatika 2012.

Hal berbeda dilontarkan M. Jabaludin Nur Riza, mahasiswa Teknik Informatika 2012. Menurutnya, parkiran FTI tidak akan bisa rapi karena kurangnya kesada-ran setiap individu yang terlibat. Riza pun beropini, ada dua poin utama masalah di parkiran FTI. Pertama, setiap individu yakni mahasiswa masih egois. Kedua, ta-tanan lahan yang kurang efisien.

Menanggapi komentar di atas, Kasyono yang menjabat sebagai Ketua Divisi Rumah Tangga FTI mengatakan, sa-lah satu hal yang jadi penyebab kondisi parkiran FTI sedemikian rupa adalah semakin banyaknya mahasiswa yang menggunakan sepeda motor. Imbasnya, lahan parkiran kurang memadai untuk menampung sepeda motor mahasiswa. Untuk perluasan lahan, sudah pernah diajukan ke Wakil Dekan (Wadek) FTI. Tindak lanjutnya akan diajukan pada saat rapat Universitas, begitu juga dengan penambahan karyawan guna menjaga parkiran.

Akan tetapi, Sukirno selaku penjaga parkir FTI punya penilaian sendiri. Di-karenakan banyaknya sepeda motor yang parkir, ia mengaku kewalahan me-ngatur sepeda motor milik  mahasiswa dan juga mengurusi parkiran dari pagi sampai sore. Tindakan yang dilakukan penjaga parkir selama ini, di antaranya adalah datang lebih pagi untuk lebih awal memperingatkan mahasiswa agar memenuhi parkiran yang paling ujung terlebih dulu. Peringatan itu fungsinya supaya sepeda motor yang datang selanjutnya mendapatkan tempat. Sukirno menyarankan agar mahasiswa tidak parkir di sembarang tempat yang dapat menyebabkan parkiran menjadi semrawut.

Soal perluasan parkiran, Wadek FTI Wahyudi Budi Pramono menuturkan, perluasan tempat parkir tidak mungkin terlaksana karena tidak sesuai dengan master plan. Selain itu menurut Wahyudi, UII juga mempunyai wacana green cam-pus. Wacana yang dimaksud adalah nantinya semua parkiran di UII akan dijadikan satu dan semua mahasiswa akan mengendarai sepeda.  Terkait pe-nambahan penjaga parkir, Wahyudi menilai penjaga parkir saat ini dirasa su-dah mencukupi.

Tidak hanya di FTI, parkiran di Fakul-tas Ilmu Agama Islam (FIAI) juga mengala-mi masalah serupa. Menurut Sutaryo se-laku Kepala Urusan Rumah Tangga dan Perbekalan FIAI, sebelum tahun 2012, parkiran FIAI hanya diperuntukkan bagi dosen dan karyawan FIAI. Sedangkan bagi mahasiswa, hanya boleh parkir di parkiran milik FTI. Namun sejak tahun 2012, parkiran FIAI boleh digunakan un-tuk parkir kendaraan mahasiswa juga.

Parkiran di FIAI pun ikut menuai ko-mentar dari sejumlah mahasiswanya. Zeni Mufidah, mahasiswi Pendidikan Agama Islam 2010, berkomentar bahwa tempat parkir di FIAI terlalu sempit. Atapnya terbatas, sehingga kalau hujan masih kehujanan. Sedangkan Solihin sebagai penjaga parkir, mengeluhkan kurangnya penjaga parkir di parkiran FIAI. Penjaga parkir yang ada di FIAI hanya dirinya sa-ja dan ia merasa kewalahan, sehingga terkadang ikut dibantu oleh satpam, sopir, dan karyawan lainnya. Pengajuan penjaga parkir sudah dilakukan.

Menanggapi pendapat di atas, Mujiyana selaku Kepala Divisi Administrasi Umum dan Keuangan FIAI menegaskan akan menambah atap untuk parkiran FIAI di sebelah kiri dan di depan kantor lem-baga mahasiswa FIAI. Namun, FIAI masih harus melihat kondisi keuangan terlebih dulu, mengingat dana yang ada cukup terbatas.

Masih seputar kondisi parkiran, kini beralih ke Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Harpan Juhairy, mahasiswa Farmasi 2012 menceritakan pengalamannya. “Saya terjatuh karena ada genangan air dan parkiran yang berlumut,” kisah Harpan. Hal tersebut ditanggapi Suratmin selaku penjaga parkir di FMIPA dengan melapor ke Divisi Umum dan Rumah Tangga FMIPA. Usaha yang dilakukan untuk menghindari jatuhnya korban lagi adalah dengan me-masang garis pembatas dan memberi pe-ringatan kepada mahasiswa agar tidak parkir lagi di sana.

Slamet Hariyanto yang menjabat se-bagai Kepala Divisi Umum di FMIPA menga-takan akan menindaklanjuti kejadian tersebut. Salah satunya, dengan mem-buat pagar dan memasang rantai di seki-tar parkiran yang dirasa licin. Berbeda dengan itu, Sunarwi sebagai Kepala Divisi Perbekalan dan Rumah Tangga di FMIPA mempunyai solusi lain. Ia mengatakan bahwa salah satu solusinya adalah de-ngan memperingatkan mahasiswa agar jangan parkir di tempat tersebut. Selain itu, akan dibuat pagar di sekitar tempat parkir yang dirasa licin dan menyapu air yang menggenang di parkiran.

Solusi-solusi tersebut ditanggapi ber-beda oleh mahasiswa. Seperti yang ditu-turkan Anggi Listinda M. C., mahasiswi Farmasi 2012. Ia merasa bahwa parkiran yang ada belum efektif karena parkiran FMIPA sebenarnya adalah lapangan untuk olahraga, tetapi malah dialihfungsikan untuk tempat parkir. Anggi mengusulkan, sebaiknya lahan parkir FMIPA diperluas saja. Lain halnya dengan Hannie Fitriani, mahasiswi Farmasi 2012. Solusi yang diutarakan pihak fakultas sudah baik karena bagian yang licin tidak bisa di-perbaiki. Akan tetapi, ia berargumen bahwa sebaiknya penataan parkiran le-bih ditingkatkan.

Reportase Bersama: Yuyun Novia S., Nafiul Mualimin, Muhammad Sahindrawan F., Diah Handayani, Ayoni Sulthon.

Materi IHT 2012

Download Materi IHT 2012 via Dropbox http://goo.gl/RErha

Diskusi Publik, Media dan HAM

0

 

Klinik Advokasi dan Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (KAHAM UII) mengadakan Diskusi Publik di Auditorium SKH Kedaulatan Rakyat. Acara yang terselenggara pada Sabtu, 22 Desember ini dilatarbelakangi oleh banyaknya kasus pelanggaran HAM di Indonesia.

Klinik Advokasi dan Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (KAHAM UII) mengadakan Diskusi Publik di Auditorium SKH Kedaulatan Rakyat. Acara yang terselenggara pada Sabtu, 22 Desember ini dilatarbelakangi oleh banyaknya kasus pelanggaran HAM di Indonesia.

Bagaimana peran media terhadap kasus pelanggaran HAM di Indonesia?

Oleh Ahmad Satria Budiman

Yogyakarta, Himmah Online

Klinik Advokasi dan Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (KAHAM UII) mengadakan Diskusi Publik di Auditorium SKH Kedaulatan Rakyat. Acara berlangsung pada hari Sabtu tanggal 22 Desember 2012, dengan mengusung tema “Peranan Media sebagai Pemonitor dan Kontrol Sosial terhadap Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia”. Acara yang dimulai pukul 09.30 WIB itu dihadiri sekitar 100 orang yang didominasi mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, seperti UII, UGM, UMY, UNY, UPY, dan STIE Widya Wiwaha.

Anissa Faricha selaku Ketua Steering Committee (SC), mengatakan bahwa acara diskusi dilatarbelakangi oleh banyaknya kasus pelanggaran HAM di Indonesia. Kasus-kasus tersebut mencoba diolah menjadi bahan pendidikan melalui format diskusi. Adapun peran media, menurut mahasiswa Ilmu Hukum 2010 ini, merupakan pemberi informasi kepada masyarakat. “Karena kita tahu kasus HAM kan dari media,” kata Anissa. Acara diskusi juga diadakan dalam rangka Hari HAM Sedunia (Humanity Day) yang jatuh pada tanggal 10 Desember lalu.

Acara dimulai dengan keynote speech dari Ketua Komisi Nasional (Komnas) HAM RI, Otto Nur Abdullah. Dalam pidatonya, Otto memberikan pengantar bahwa HAM dapat menjadi indikator suatu peradaban. Kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia serupa puncak gunung es dimana media massa adalah salah satu elemen yang dapat mengungkap sebagian lainnya dari puncak tersebut. Informasi yang ada di media dapat dijadikan langkah awal dalam pengusutan konflik. “Straight news melahirkan kronologi peristiwa dan investigative reporting melahirkan anatomi peristiwa,” singgung Otto terkait hubungan media dan kasus HAM.

Siti Noor Laila selaku Komisioner Komnas HAM RI, kemudian bertindak sebagai pembicara pertama. Laila menyampaikan bahwa berdasarkan laporan yang sampai ke Komnas HAM, terjadi peralihan pelaku pelanggaran HAM. Jika jelang reformasi atau sebelum tahun 1998, TNI adalah pelaku terbanyak pelanggaran HAM, sekarang ini atau setelah reformasi, polisi adalah pelaku terbanyak yang disusul pemerintah daerah, dan sektor swasta (kelompok bisnis). Hal ini terkait dengan otoritas atau kewenangan yang dimiliki pihak-pihak tersebut. Adapun media, berperan dalam menumbuhkan semangat kritis dan kontrol sosial terhadap pelanggaran HAM. “Namun bisakah media menyampaikan pesan, di sisi lain tidak terlalu menonjolkan kekerasan, lebih bagaimana melahirkan kesadaran bahwa ini tidak benar,” tutur Laila.

Pembicara kedua adalah Pito Agustin Rudiana yang merupakan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta sekaligus wartawan senior Tempo. “Fakta adalah harga mati bagi media dalam menyampaikan informasi,” ujar Pito ketika membahas ada upaya verifikasi yang menjadi ciri khas media. Terdapat sejumlah hambatan yang memengaruhi stamina media dalam memberitakan kasus-kasus pelanggaran HAM. Di antaranya yaitu, pemahaman jurnalis itu sendiri tentang pengertian HAM, bagaimana penguasaan modal pada suatu media, kemampuan jurnalis dalam hal jangkauan liputan, tidak bisa sekali tayang atau harus kontinu, tidak hanya ekspos kekerasan tetapi juga upaya yang dilakukan penegak hukum, dan terakhir, jurnalis itu sendiri yang justru dapat menjadi korban pelanggaran HAM.

Pembicara terakhir, Tri Guntur Narwaya dari Pusat Studi Hak Asasi Manusia (Pusham) UII, berpendapat tentang media. “Di satu sisi independen, tapi di lain sisi berhadapan dengan korporasi media,” tegas Guntur. Apabila masyarakat itu sendiri tidak bergerak, tetapi cukup diwakilkan media, publik akan terjebak pada kesadaran berpikir. Untuk itu, masyarakat juga berperan kontrol terhadap kasus pelanggaran HAM di Indonesia.

Dua Jam Bersama Muhammad Assad

0

“Dulu saya pernah ikut yang di UGM, saya berpikir kapan UII bisa.”

 

Oleh Ahmad Satria Budiman

Yogyakarta, Himmah Online

Sebagai bagian dari rangkaian Gema Muharram 2012, Unit Kegiatan Mahasiswa Keislaman (UKMK) “Al-Fath” menyelenggarakan acara Talkshow Bersama Muhammad Assad. UKMK Al-Fath adalah UKM yang baru berdiri sekitar setahun lalu dan berada di bawah naungan Lembaga Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (LEM UII). Adapun acara talkshow berlangsung pada hari Sabtu tanggal 15 Desember 2012, bertempat di Gedung Kuliah Umum (GKU) Prof. Sardjito UII. Acara yang dihadiri 130-an orang peserta tersebut mengusung tema “Tahun Baru (Hijriyah-red), Semangat Baru Menggapai Prestasi”.

Acara dibuka dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an, penyampaian kata sambutan, dan penampilan nasyid sebagai hiburan. Salah satu kata sambutan disampaikan oleh Bachnas, Wakil Rektor III. Bachnas berpesan untuk tidak hidup dengan bayang-bayang orang lain karena akan kecewa jika apa yang terjadi di kehidupan nyata tidak sesuai dengan harapan. “Yang baik adalah bukan aku mau seperti dia, tetapi inilah aku dan akan aku tingkatkan kualitas diri,” lanjut Bachnas.

Beranjak pukul 10.00 WIB, talkshow dimulai. Bertindak selaku moderator adalah Firmanda Fasya, mahasiswa Teknik Informatika 2009 yang juga Staf PSDM UKMK Al-Fath. Muhammad Assad sendiri tampil sebagai pembicara tunggal. Tepuk tangan yang meriah menyambut kedatangannya di dalam ruangan. Muhammad Assad adalah penulis best seller buku “Notes From Qatar” (NFQ). Di usia yang relatif masih muda, ia aktif di bidang entrepreneurship, sebagai CEO Rayyan Capital dan Chairman NFQ Group.

“Semua orang pasti mau sukses, tapi apa definisi sukses?” lontar Assad sebagai pertanyaan dasar membuka pemaparan. Assad kemudian menampilkan video berupa foto beberapa tokoh publik, yaitu Barrack Obama (Presiden AS), Bill Gates (Penemu Microsoft), Lionel Messi (Pesepakbola Argentina), Chairul Tanjung (CEO Trans Corp), dan Nikita Willy (Artis Indonesia). “Sukses itu banyak indikatornya, apa arti sukses menurut Anda?” tanya Assad kembali.

Video berlanjut ke gambar-gambar yang menunjukkan kemewahan dunia, seperti kekayaan finansial, mobil impian, puncak karir, hobi dan liburan, serta rumah idaman. Video lalu berlanjut ke gambar-gambar yang menunjukkan kehidupan sosial, seperti menolong orang, berbagi ilmu pengetahuan, keluarga bahagia, dan kewajiban agama. Assad menutup paparan dengan menyimpulkan bahwa sukses menurut Islam ada tiga, sesuai QS. Al-Baqarah: 201, “Dunia, akhirat, dan bebas dari api neraka.” Pada gambar-gambar pertama, itu masih merupakan sukses dunia.

Sukses tidak hanya bagi diri sendiri, tapi juga untuk orang lain. Assad memberikan gambaran, bahwa orang yang berpikir untuk diri sendiri memiliki pertanyaan “besok makan apa”, sedangkan orang yang berpikir untuk negara akan memiliki pertanyaan “bagaimana memberi makan orang satu negara”. Sukses dinilai dengan dua hal, yaitu sebagai manfaat dan sebagai kebaikan. Sebagai manfaat, sukses diukur dengan nilai yang melekat, seperti pada angka mata uang. Sementara sebagai kebaikan, artinya sukses dibangun dengan kebaikan, seperti perusahaan yang berbagi kebaikan dengan masyarakat melalui produknya.

Assad membagikan tips suksesnya, yaitu 3P dan 3H, seperti yang ia tulis di buku NFQ 1 dan NFQ 2. Assad juga menekankan pentingnya sedekah sebagai bagian dari usaha menuju sukses. Di akhir acara, diadakan sesi tanya jawab. Peserta terlihat antusias, baik saat bercerita pengalamannya setelah membaca buku NFQ, maupun saat bertanya seputar motivasi dan kegagalan. Ditemui di sela-sela acara, M. Nursyahbani Al-Ayudi selaku Ketua Panitia Gema Muharram 2012 mengatakan, acara talkshow diselenggarakan sebagai salah satu upaya meningkatkan prestasi mahasiswa, baik akademik maupun nonakademik, dalam rangka menyambut Satu Muharram. Mahasiswa Farmasi 2012 ini berharap agar apa yang disampaikan pembicara dapat bermanfaat.

Peserta sendiri memiliki komentar masing-masing. Salah satunya dari Isharyadi. “Acaranya bagus, narasumbernya juga memberikan inspirasi. Hanya sound system-nya agak kurang,” ujar mahasiswa Teknik Mesin 2010 ini. Senada dengan itu, Rizky Widya juga memberikan tanggapan bagusnya acara yang menunjukkan mahasiswa masih peduli untuk terus berprestasi. “Dulu saya pernah ikut yang di UGM, saya berpikir kapan UII bisa, ya walau tadi lampu (pencahayaan ruangan-red)kurang terang,” kata mahasiswi Manajemen 2011 ini. Sebagai penutup, Widya berpesan kepada teman-teman mahasiswa agar tidak hanya ikut acara saja, tetapi juga action di kehidupan sehari-hari.

Mahasiswa UII Peringati HIV/AIDS

0

hiv

 

Terinspirasi dari program kelompok salah satu unit KKN.

Oleh Ahmad Satria Budiman

Sleman, Himmah Online

Guna memperingati Hari HIV/AIDS Sedunia yang jatuh pada tanggal 01 Desember, mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Universitas Islam Indonesia Angkatan 45 (KKN UII 45) mengadakan kegiatan Senam Sehat dan Jalan Sehat pada tanggal 09 Desember 2012. Kegiatan tersebut merupakan program gabungan dari enam unit KKN mahasiswa UII di enam pedukuhan Desa Caturharjo, Sleman, DIY, yaitu dari Unit SL-39 sampai dengan Unit SL-44.

Kegiatan yang dimaksud juga terselenggara berkat kerja sama mahasiswa dengan Karang Taruna Desa Caturharjo. Kegiatan juga menggandeng sponsor Minyak Goreng “Sania” dan Distro “Ananda Collection”. Tujuan kegiatan antara lain meningkatkan kesadaran warga desa akan pentingnya gaya hidup sehat dan sebagai sarana menjalin keakraban. Tercatat, 255 orang warga Desa Caturharjo yang hadir, didominasi ibu-ibu, remaja putri, dan anak-anak perempuan.

Acara dimulai pukul 06.30 WIB pagi bertempat di halaman Balai Desa Caturharjo. Warga yang datang mendapatkan potongan kupon doorprize yang akan diundi di akhir acara. Dalam sambutannya, Drs. Banowo selaku Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kabag Kesra) mewakili Kepala Desa Caturharjo, menyampaikan apresiasi berupa ucapan selamat dan terima kasih kepada mahasiswa UII dan pemuda Karang Taruna atas terlaksananya kegiatan.

Setelah sambutan, acara dilanjutkan dengan Senam Sehat. Menjelang pukul tujuh, senam usai. Setengah jam kemudian setelah pendinginan badan, acara disambung dengan jalan sehat. Perjalanan dimulai dari balai desa, lalu berjalan ke arah barat, belok ke selatan, ke timur, lalu ke utara. Atau dengan kata lain, jalan sehat dilakukan memutar berkeliling pedesaan dengan jarak tempuh kira-kira empat kilometer.

Sekitar pukul 08.30 WIB, warga tiba kembali di halaman balai desa untukmengikuti rangkaian acara berikutnya, yaitu pembagian hadiah (doorprize). Tiga hadiah utama telah disediakan di panggung, masing-masing televisi 14 inch, kipas angin, dispenser, dan blender. Selain itu, masih ada ratusan hadiah menarik lainnya. Acara pembagian doorprize berlangsung meriah karena disertai games yang dipandu oleh dua orang mahasiswa KKN. Pukul sepuluh, acara berakhir.

Pandu Putra Perdana, Koordinator Desa (Kordes) Caturharjo, mewakili mahasiswa KKN UII mengatakan bahwa kegiatan tersebut diselenggarakan sekaligus sebagai perpisahan antara mahasiswa KKN UII dan warga Desa Caturharjo. “Harapannya, agar hubungan UII dan Caturharjo tetap terjaga dan semoga apa yang telah diprogramkan mahasiswa dapat berguna bagi warga desa,” tutur mahasiswa Pendidikan Dokter 2007 ini. Sementara Rakhmadi Gunawan, Ketua Karang Taruna Desa Caturharjo, ikut serta menyampaikan rasa terima kasih atas kerja sama mahasiswa UII selama masa KKN. “Acara ini juga sekaligus memproklamirkan bahwa Desa Caturharjo bebas dari HIV/AIDS,” tambah Gunawan.