Beranda blog Halaman 21

Pendekatan Mubadalah dan Maqashid Syariah Jadi Landasan Pengambilan Keputusan KUPI II

Himmah Online – Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II resmi dibuka pada Kamis malam (24/11) di Madrasah Aliyah Nahdlatul Ulama (MANU) Hasyim Asy’ari, Bangsri, Jepara, Jawa Tengah. Pembukaan ini dihadiri oleh beberapa menteri, perwakilan dari 31 negara sahabat, serta sebagian peserta dan pengamat KUPI II.

Dalam sambutannya, Masruchah selaku ketua panitia KUPI II, menyatakan bahwa KUPI selalu menggunakan pendekatan mubadalah dan maqashid syariah sebagai landasan untuk mengambil keputusan.

Dilansir dari Kupipedia, mubadalah adalah relasi antara laki-laki dan perempuan yang didasarkan pada cara pandang dan sikap untuk saling menghormati satu sama lain. Sedangkan maqashid syariah diartikan sebagai pemahaman atas maksud dan tujuan hukum-hukum Allah yang ditetapkan untuk manusia.

“KUPI selain menggunakan makna tasawwur dan landasan sosiologis, kami juga menggunakan pandangan atau pengalaman korban, selain tag-tag keagamaan, maupun aqwalul ulama yang relevan dengan isu yang dibahas dan tentunya konstitusi,” tutur Masruchah.

Lebih lanjut, Masruchah menjabarkan bahwa pandangan keagamaan KUPI tersebut yang menjadi pertimbangan untuk menjadikan fatwa KUPI sebagai pijakan pemerintah. Contohnya dalam Rancangan Undang Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) ketika disahkan menjadi UU TPKS.

“Karena KUPI punya pendekatan keagamaan dan pendekatan korban, termasuk konstitusi. Itu uniknya KUPI, dan ini yang tidak dimiliki oleh Nahdlatul Ulama maupun Muhammadiyah atau ormas (organisasi masyarakat) yang lainnya,” tambahnya.

Berkaitan dengan RUU TPKS, Badriyah Fayumi sebagai Ketua Majelis Musyawarah KUPI menjabarkan tentang bagaimana banyak pihak yang mengatasnamakan Islam menolak keras RUU tersebut.

“Kalau ormas Islam yang memberikan dukungan itu banyak, tapi kami sampaikan, KUPI lah satu-satunya dari bukan organisasi. [Tapi] dari suara ulama Islam, yang telaten berdialog, diajak berdialog pemerintah. Kami semua selalu hadir dan alhamdulillah apa yang kami sampaikan didengar dan kemudian mempengaruhi kebijakan,” jelas Badriyah.

Saat membahas tema halaqah yang nantinya akan diadakan sepanjang jalannya kongres, Badriyah menegaskan bahwa pengalaman perempuan menjadi pertimbangan yang penting sehingga apapun yang dihasilkan dalam KUPI II harus menghadirkan kemaslahatan dan keadilan hakiki. Ia juga menambahkan bahwa hasil kongres harus menunjukkan relasi mubadalah.

Setelah mendapatkan rekognisi dari pemerintah maupun dunia internasional, Badriyah berharap semua yang ikut andil dalam KUPI II untuk bekerja lebih serius lagi untuk melakukan kaderisasi, edukasi, dan diseminasi. Menurutnya, edukasi tidak hanya dilakukan pada tingkat-tingkat elite saja, tapi juga pada masyarakat umum.

Pembukaan KUPI II turut disemarakkan oleh penampilan tari bedayan, lantunan selawat musawah oleh santri putri Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari, grup vokal Sanada Voice, dan penampilan baca puisi oleh perwakilan peserta dari berbagai daerah yang jadi penanda bahwa KUPI II resmi dibuka.

Reporter: Himmah/Qothrunnada Anindya Perwitasari dan Magang Himmah/Nurhayati

Editor: Pranoto

Pengesahan RUU PPRT Diyakini Dapat Melindungi Pekerja Rumah Tangga, Namun Prosesnya Sarat Hambatan

0

Himmah Online – “Kita membutuhkan peraturan yang kuat lagi, yaitu undang-undang. Karena ini lebih mengikat yang bisa paksa bagi semua untuk melindungi pekerja rumah tangga kita,” kata Hindun Anisah, Staf Ahli Menteri Ketenagakerjaan, dalam halaqah kebangsaan 3 pra-pembukaan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II bertajuk “Merumuskan Strategi Bersama untuk Percepatan Pengesahan RUU PPRT” pada Kamis (24/11).

Dalam halaqah yang digelar di Gedung PGRI Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari, Bangsri, Jepara, Jawa Tengah tersebut Hindun memaparkan urgensi dari pengesahan Rancangan Undang-Undang Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Menurutnya RUU PPRT perlu disahkan karena pekerja rumah tangga rentan mengalami kekerasan.

“Kita tahu pekerja rumah tangga ini bekerja di sektor informal yang sangat rentan tentang eksploitasi, tentang kekerasan, dan sebagainya,” tutur Hindun.

Luluk Nur Hamidah, salah satu anggota DPR RI yang menjadi narasumber dalam halaqah tersebut, mengatakan pembentukan undang-undang membutuhkan prinsip kehati-hatian karena generasi-generasi mendatang akan menanggung baik-buruk dari efek dan dampak yang muncul. 

“Saya kira dalam konteks inilah, kita akan berbicara itu. Jadi, dalam kontes politik yang maslahat, yang untuk kebajikan umum, untuk kemanusiaan, kemudian juga untuk keberlangsungan generasi yang akan datang,” kata Luluk.

RUU PPRT menempuh waktu yang panjang, yakni 18 tahun.  Keterlambatan pengesahan RUU PPRT diakui Luluk karena ada banyak hambatan untuk mengesahkannya.

Luluk menjelaskan bahwa pekerja rumah tangga dianggap hanya mewakili satu kelompok dalam tatanan sosial masyarakat, terlebih lagi dianggap sebagai kelas bawah. Golongan kelas menengah dan golongan kelas atas sebagai pengambil kebijakan tidak akan memprioritaskan RUU PPRT karena mereka bukan bagian dari kalangan tersebut.

“PRT 10 juta itu banyak sekali, apalagi ditambah keluarga dan yang terkait dengan PRT. Tetapi suara itu belum bisa memaksa para pengambil kebijakan untuk menyediakan instrumen hukum dan undang-undang secara khusus,” terangnya.

Hambatan lain yang diungkapkan Luluk menyangkut budaya sosial yang melekat di tengah-tengah masyarakat. Pekerja rumah tangga dianggap sebagai pekerja kelas bawah, yang harus tunduk pada majikannya. Selain itu, pengesahan RUU PPRT dianggap dapat mengganggu status quo.

“Isu PRT justru dianggap mengganggu status quo. Status quo-nya siapa? Status quo-nya majikan, status quo-nya pemberi kerja, status quo-nya kelas menengah,” papar Luluk.

Tak hanya itu, Luluk juga menambahkan bahwa pengesahan RUU PPRT oleh sebagian golongan dinilai dapat mengganggu stabilitas bagi investasi bahkan industri.

“Ketika saya berdiskusi dengan teman yang lain, kekhawatirannya ketika PRT secara undang-undang diberikan kebebasan untuk berserikat, berkumpul, menyuarakan ekspresinya lalu mereka membuat serikat kerja dari kalangan PRT. Maka yang mereka khawatirkan, ini akan menjadi ancaman bagi stabilitas dan ini punya potensial menjadi ancaman bagi dunia usaha, ancaman bagi investasi atau bahkan industri,” ungkapnya.

Senada dengan Luluk, Ari Ujianto dari Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) berpendapat bahwa beberapa golongan akan merasa nyaman apabila RUU PPRT tidak disahkan. Sehingga akan banyak orang yang menolak pengesahan RUU PPRT karena kepentingan mereka akan terusik.

“Koalisi sipil untuk advokasi RUU PPRT ini, ada yang bagian lobi, ada yang bagian koar-koar. Temen-temen bisa terlibat di manapun untuk ini menjadi perhatian publik. RUU TPKS (Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual) salah satunya juga begitu selain endorsement dari Pak Jokowi, tetapi juga kasus ramai karena memang yang mendorong banyak sekali,” kata Ari.

Dalam sudut pandang agama, Abdullah Aniq Marawi, perwakilan KUPI, menyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara PRT dengan pekerjaan lain dalam sudut pandang fiqih. 

“Dalam Islam pekerja rumah tangga itu tidak bisa dianggap sebagai pekerjaan kelas dua, intinya sama derajatnya. Relasi kita dengan orang yang bekerja di rumah kita itu harus relasi ukhuah,” papar Abdullah.

Di akhir Luluk menegaskan bahwa acara KUPI 2 harus menjadi panggilan kepada presiden untuk mendorong para pimpinan koalisi dan ketua umum partai politik agar menyepakati pengesahan RUU PPRT.

Reporter: Himmah/Qothrunnada Anindya Perwitasari dan Magang Himmah/Nurhayati

Editor: Pranoto

Ketika Le Smoking Merubah Cara Pandang dalam Berpakaian

“Bagi seorang wanita, tuksedo adalah pakaian yang sangat diperlukan di mana dia akan selalu merasa bergaya, karena itu adalah pakaian yang bergaya dan bukan pakaian yang modis. Mode memudar, gaya abadi.“ Yves Saint Laurent

Himmah Online – Prancis masuk dalam masa les trente glorieuses atau masa industrialisasi dan pembangunan infrastruktur yang berlangsung selama 1945-1975. Salah satu bidang yang mengalami kemajuan ialah industri tekstil, terutama dalam dunia mode.

Dampak dari industrialisasi itu, pertumbuhan ekonomi semakin membaik, kemudian muncul istilah kelas menengah. Begitu juga kelas bawah yang merasa memiliki taraf hidup yang lebih baik dari sebelumnya, hal itu menyebabkan perubahan psikologis mereka yang ingin tampil sama layaknya kelas borjuis dalam hal berpakaian.

Karena kemajuan dunia mode pada saat itu, tahun 1966 seorang perancang busana terkemuka Prancis, Yves Saint Laurent (YSL), mengeluarkan koleksi karya Le Smoking untuk pagelaran busana musim dingin-gugur. 

Le Smoking adalah setelan tuksedo untuk wanita yang terdiri dari jaket makan malam klasik berbahan wol atau satin hitam, kemeja putih, kerah feminin, garis blus menyempit, dasi kupu-kupu, ikat pinggang lebar satin, dan garis celana yang disesuaikan agar menampilkan ilusi kaki jenjang.

Tuksedo awalnya dirancang hanya untuk kaum pria agar terhindar dari bau asap rokok saat berada di area merokok. Namun, YSL mendobraknya menjadi busana wanita.

Ketika YSL memamerkan koleksinya di panggung runway tahun 1966, seketika busana Le Smoking menjadi kontroversial. Karena dianggap melawan hakikat dan fitrah seorang wanita yang seharusnya mengenakan rok dan gaun.  Le Smoking menjadi pelopor busana gaya panjang, minimalis, dan menjadi simbol androgini wanita. 

Bagi para editor mode, Le Smoking dianggap melawan tatanan kodrat dan membuat kebingungan gender, juga dianggap pemberontak mode karena tidak takut untuk terbuka dan menentang dogma tentang peran dan posisi pria-wanita kontemporer. 

YSL juga mendapat banyak cibiran dari para pelanggan haute couture-nya (busana berkelas), terlebih dilihat cara berpakaian kaum borjuis yang anggun dan sopan dengan rok serta sepatu hak tinggi.

Le Smoking tidak langsung populer untuk kelas menengah dan kelas bawah, karena pada tahun 1960-an masyarakat dinilai masih konservatif. Baru memasuki dekade 1970-an, generasi tersebut memiliki pemikiran yang lebih terbuka dan mulai menghidupkan kembali androgini dalam mode.

Lantas, mengapa hal ini menjadi keterbukaan terhadap masyarakat Prancis?

Koleksi Le Smoking menjadi salah satu mode yang mampu diikuti oleh semua kalangan karena Le Smoking memang dirancang tidak ditunjukkan untuk kaum borjuis, tetapi untuk kelas sosial di bawahnya. Le Smoking juga masuk dalam kategori busana pret-a-porter atau pakaian yang diproduksi secara masal dan menggunakan mesin. 

Mulai terbukanya cara pandang dan pengaruh androgini dalam mode berdampak pada aktris Bianca Jagger yang mengenakan blazer putih di acara pernikahannya pada 1971, sehingga hal itu menjadi gaya berbusana bagi Jagger sendiri.

 Tahun 1975 seorang fotografer Helmut Newton memotret Vibeke Knudsen untuk Vogue Paris. Knudsen dirias dengan gaya rambut disisir ke belakang dan sebatang rokok di jarinya dengan menggunakan setelan Le Smoking. Hasil potretnya itu menjadi geger dan berhasil membuat tren baru dalam masyarakat.

Aktris Catherine Devenue juga menjadi pusat perhatian karena pada masa itu ia dinilai sebagai simbol feminitas. Suatu ketika ia sedang mengenakan Jas YSL, hal itu menjadi kesan bagi Devenue yang terlihat androgini dan predatori. Namun tidak menghilangkan kesan elegannya. Seketika karena Devenue, membuat wanita merubah cara pandang berpakaiannya.  

Kegegeran ini juga terjadi pada Nan Kempner, seorang sosialita asal Amerika Serikat. Saat itu ia sedang mengenakan setelan tuksedo YSL untuk menghadiri makan malam di Le Cote Basque, New York. Tetapi, Kempner ditolak karena mengenakan celana panjang.

Namun, ia tak kehabisan akal, ia melepas celana panjangnya dan hanya menyisakan blazer dan menganggap sebagai gaun mininya. Tentu hal ini menjadi ledekan bagi pihak restoran karena ini adalah suatu penolakan dan balasan yang paling memalukan sepanjang sejarah Le Smoking

Dari kejadian tersebut YSL berhasil membuat cara pandang wanita berubah, tidak lagi konservatif. YSL dianggap dapat membantu para wanita untuk beremansipasi dalam berpakaian. Le Smoking juga menggeser posisi rok dan gaun lantaran setelan jas menjadi busana yang dikenakan dalam acara formal atau pesta. 

Aktor Film The Karate Kid, Jaden Smith, tahun 2016 membintangi kampanye pakaian wanita Louis Vuitton. Alhasil memberikan suatu pencerahan bahwa berpakaian itu tidak spesifik gender, artinya pria dapat mengenakan rok, contohnya kilt, merupakan pakaian tradisional Skotlandia. Pun wanita dapat mengenakan celana boxer apabila menginginkan. Seperti yang kini jadi gaya busana Harry Style dan Billie Eilish yang tidak ragu untuk menampilkan androgini mode.

Demikian Le Smoking menjadi suatu perubahan regulasi gender dalam berpakaian. Le Smoking menjadi pembuka bagi perempuan dalam menggunakan celana panjang. Konsep yang tak akan lekang oleh waktu dan keterbukaan mode saat ini adalah hasil dari kreativitas yang harus terus dikembangkan inovasinya tanpa maksud menghilangkan nilai dan norma yang ada.

Reporter: Himmah/Syahnanda Annisa

Editor: Zumrotul Ina Ulfiati

Halaqah Kebangsaan dengan Tiga Tema Berbeda Digelar dalam Pra-Pembukaan KUPI II

Himmah Online – Halaqah kebangsaan secara paralel dengan tiga tema berbeda digelar sebagai rangkaian acara pra-pembukaan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II di Madrasah Aliyah Nahdlatul Ulama (MANU) Hasyim Asy’ari, Bangsri, Jepara, Jawa Tengah, pada Kamis (24/11).

Tema pertama yang diangkat adalah mengenai perumusan strategi untuk mempercepat pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).

Dalam konferensi pers KUPI II hari pertama pada Kamis (24/11), Suraji dari Jaringan Gusdurian menjabarkan mengenai sejarah advokasi pekerja rumah tangga yang sudah berjalan sejak lama, tetapi tak kunjung membuahkan hasil.

“Kita punya pengalaman panjang soal advokasi PPRT kalau dari sejarah itu sejak 2004, bahkan sebelum proses advokasi UU pelecehan seksual,” terang Suraji.

Vera Sopariyanti, direktur Rahima, menambahkan bahwa PRT adalah manusia dan warga negara. Artinya PRT juga punya hak yang sama. Ia menegaskan bahwa Islam melarang siapapun untuk melakukan kezaliman terhadap manusia lain.

“Dalam konteks relasi kuasa, teman-teman PRT berada dalam relasi yang sangat rendah. Sehingga mereka sangat rentan mendapatkan kekerasan, diskriminasi, dan terampas hak-haknya,” ujar Vera.

Halaqah kedua mengangkat tema mengenai peran tokoh agama dalam meneguhkan peran ulama perempuan untuk memperkuat kebangsaan.

Rosidin, direktur Fahmina Institute, menyatakan bahwa salah satu hal yang ingin diangkat dalam penyelenggaraan KUPI II adalah memperkuat prinsip perbedaan dan kesetaraan. Menurutnya, tokoh agama adalah rujukan untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan sosial ke-Indonesia-an.

Lalu peneguhan peran ulama perempuan dalam merawat dan mengokohkan persatuan bangsa jadi tema ketiga dalam halaqah kebangsaan sebelum pembukaan gelaran KUPI II.

Zahra Amin, perwakilan Mubadalah, menjelaskan tentang pentingnya membangun kesadaran di masyarakat mengenai peran perempuan dalam pencegahan ekstremisme sebagai agen perdamaian yang melakukan kerja-kerja pencegahan, penanganan, dan perlindungan terhadap korban-korban ekstremisme.

“Ini perlu ada kolaborasi semua pihak, tidak hanya pihak yang berwenang, tetapi juga masyarakat. Perempuan punya peran strategis, dalam keluarga ia punya andil dalam pendidikan tingkat rumah. Adanya frame untuk perempuan kembali ke rumah itu juga bagian dari bibit-bibit ekstremisme yang akan membatasi peran perempuan di ruang publik,” jelas Zahra.

Suraji menyampaikan alasan diangkatnya tiga tema halaqah yang turut diisi pembicara dari instansi pemerintahan seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Kementerian Ketenagakerjaan sebelum pembukaan KUPI II.

Menurutnya, penting untuk mendengar pandangan-pandangan pemerintah terkait dengan isu-isu yang dibawa dalam KUPI II. Hal ini krusial untuk dilakukan mengingat beberapa rekomendasi pada KUPI I dijadikan pijakan pemerintah dalam membuat regulasi.

Reporter: Himmah/Qothrunnada Anindya Perwitasari dan Magang Himmah/Nurhayati

Editor: Pranoto

Peoples Temple: Pengorbanan Diri 909 Jiwa

Himmah Online Pada tanggal 18 November 1978 ratusan pengikut Peoples Temple melakukan aksi bunuh diri massal di sebuah perkebunan di Guyana, negara terpencil di Amerika Selatan.

Ini bermula dari adanya sebuah sekte Kristen di Indianapolis yang didirikan pada 1950-an, bernama Peoples Temple. Sekte ini didirikan oleh Jim Jones, seorang gerejawan yang menentang rasisme dan berkarismatik.

Dilansir dari laman The Guardian, Jim Jones lahir dari keluarga miskin di Indiana. Ia digambarkan sebagai anak yang cerdas dan aneh. Secara naluriah Jones memiliki ketertarikan pada agama, terutama tradisi Kristen Karismatik. Ia juga menjadi pengkhotbah jalanan dan seorang pengacara untuk kesetaraan ras.

Perpaduan dari Kekristenan Evangelis, spiritualitas Zaman Baru, dan keadilan sosial radikal berhasil menarik pengikut yang antusias. Jones menyebut gerejanya yang sedang berkembang dengan sebutan Peoples Temple.

Pengikut Jones distereotipkan sebagai orang-orang jahat dan bodoh yang telah dicuci otak. Namun, menurut seorang jurnalis bernama Tim Reiterman dalam bukunya yang berjudul Raven: The Untold Story Of the Rev, mereka adalah orang-orang baik, pekerja keras, dan peduli akan masyarakat sekitar. Beberapa dari mereka bahkan memiliki pendidikan tinggi. 

Orang-orang tersebut berkeinginan untuk membantu sesama mereka dan melayani Tuhan. Sebab Peoples Temple menganjurkan pengikutnya untuk memiliki kehidupan sosialisme serta menghargai kebutuhan masyarakat di atas kebutuhan dan hak individu mereka sendiri. 

Asal Usul Peoples Temple

Awalnya, Peoples Temple berlokasi di sebuah desa kecil daerah Indianapolis lalu berpindah pada tahun 1965 ke daerah Ukiah, California Utara. Jones menyimpang dari ajaran Kristen tradisional, menggambarkan dirinya dalam istilah mesianis, dan mengklaim ia adalah reinkarnasi dari tokoh-tokoh seperti Kristus dan Buddha. 

Jones juga mengklaim bahwa tujuannya selama ini adalah komunisme dengan memutarbalikkan diktum Marxisme yang terkenal bahwa agama adalah candu. 

Pada tahun 1970-an, Peoples Temple memperoleh pengaruh politik yang signifikan. Pembelaan sengit Jones untuk yang tertindas membuatnya dikagumi oleh ikon sayap kiri seperti Angela Davis dan Harvey Milk. 

Ia juga mendapat dukungan dari kelompok-kelompok seperti Black Panthers. Simpati politik tersebut salah arah secara tragis, mengingat bahwa lebih dari dua pertiga korban dari tragedi Jonestown adalah orang Afrika-Amerika.

Sudah ada tanda-tanda arus bawah yang menyeramkan dari sekte ini. Para pengikutnya diharapkan untuk mengabdikan diri mereka sepenuhnya pada proyek utopis gereja seperti menyerahkan kekayaan pribadi mereka, bekerja berjam-jam tanpa dibayar untuk gereja, dan sering memutuskan kontak dengan keluarga mereka.

Sebagai bukti komitmen, anggota Peoples Temple diminta untuk menandatangani kesaksian palsu bahwa mereka telah menganiaya anak-anak mereka, yang disimpan gereja untuk kemungkinan pemerasan.

Menurut Shiva Naipaul, seorang penulis buku dalam karyanya yang berjudul Journey to Knowledge mengatakan bahwa ajaran Peoples Temple adalah proyek keagamaan fundamentalis dan bukan merupakan wujud dari keadilan rasial atau sosialisme, namun hanya parodi mesianis dari kedua hal tersebut. 

Hal tersebut dibuktikan dengan keyakinan Jones yang telah lama meyakini bahwa Amerika Serikat (AS) berada dalam bahaya bencana nuklir yang akan segera terjadi sehingga harus mencari tempat untuk berlindung, di mana gerejanya adalah tempat yang aman selama peristiwa tersebut. 

Selain itu, banyak media menyebut Jones sebagai pemimpin dari Peoples Temple telah banyak melakukan penipuan, pencucian uang, pelecehan seksual, bahkan kekerasan terhadap anak-anak mendorong keinginan Jones untuk pindah.

Pada tahun 1977, Peoples Temple memindahkan kantor pusatnya ke daerah terpencil di hutan belantara Guyana. Guyana yang merupakan bekas jajahan Inggris di Amerika Selatan, dipilih karena rezim sosialisnya yang bersimpati secara politik. Di sini Jones menyatakan, mereka bisa membangun masyarakat utopis atau surga yang merata tanpa campur tangan dari pemerintah atau media.

Dengan kondisi iklim tropis yang terik serta keterbatasan sumber daya di Guyana, anggota Peoples Temple mulai membabat hutan lebat di sana dan menjadi sebuah komuni pertanian yang dikenal sebagai Jonestown.

Janji Palsu Utopia Jonestown

Jonestown ternyata bukan merupakan surga yang dijanjikan, sebagaimana yang disampaikan pemimpin mereka. Para anggota sekte tersebut harus bekerja sehari-hari di ladang dengan mendengarkan monolog Jones yang bertele-tele di gereja melalui megafon. 

Sedangkan di malam hari mereka wajib menghadiri kelas propaganda. Selain itu, surat perintah dari Jones ditegakkan oleh penjaga bersenjata yang disebut Brigade Merah.

Dalam aspek pemerintahan, Pemerintah Guyana sendiri merupakan republik yang dengan senang hati mengabaikan tanda-tanda kecenderungan otoriter dan paranoid sekte tersebut, Jonestown memiliki sedikit harapan dari campur tangan pemerintah Guyana.

Bagaimanapun, orang tua dari penduduk Jonestown yang tinggal di AS merasa prihatin dengan surat-surat aneh yang mereka terima atau kurangnya surat kabar dari anak-anak mereka. Sehingga, para orang tua melobi pemerintah AS untuk menyelidiki.

Setelah sebuah keluarga di AS memenangkan perintah hak asuh untuk seorang anak di Jonestown, paranoia dari masyarakat Jonestown mulai meningkat. Kemudian komuni menjadi kamp bersenjata yang dikelilingi oleh sukarelawan dengan senjata. Mereka bahkan mengancam akan melawan orang luar sampai mati.

Selama periode tersebut Black Panthers, Huey Newton, dan Angela Davis berbicara kepada penduduk Jonestown melalui radio bahwa mereka berada di garda depan revolusi dan berhak melawan apa yang disebut konspirasi mendalam terhadap mereka.

Di sisi lain, pada saat itu Jones mengalami penurunan kesehatan mental dan kecanduan obat-obatan. Ia meyakini bahwa pemerintah AS dan lainnya tengah bertindak untuk menghancurkannya. Dia meminta anggota komuni untuk memulai latihan yang disebut Malam Putih, yakni simulasi bunuh diri massal di tengah malam.

Kunjungan Anggota Kongres

Atas permintaan anggota keluarga di AS dan beberapa mantan anggota Peoples Temple, anggota kongres California Leo Ryan mengorganisir sejumlah delegasi jurnalis untuk membentuk misi pencarian fakta ke Jonestown.

Delegasi Ryan tersebut tiba di Jonestown pada 17 November 1978 dan menerima audiensi sipil dari Jones, tetapi kunjungan itu segera dibatalkan pada 18 November setelah seorang anggota komuni mencoba menikam Ryan dengan pisau. Beruntung, Ryan berhasil melarikan diri dari insiden tersebut tanpa terluka.

Ketika rombongan Ryan kembali ke lapangan terbang, mereka ditemani oleh selusin penduduk Jonestown yang meminta untuk meninggalkan komuni, dan dikawal oleh deputi Jones yang waspada.

Nahasnya delegasi tersebut tidak pernah berhasil kembali. Saat delegasi legislator dari AS naik ke pesawat, pengawal mereka dari penduduk Jonestown menarik senjata dan melepaskan tembakan. 

Pada kejadian itu Ryan tertembak mati setelah beberapa peluru bersarang di tubuhnya. Keempat orang lainnya juga tewas tertembak, termasuk dua fotografer yang menangkap rekaman serangan sebelum meninggal.

Orang-orang yang hidup dan selamat dari kejadian penembakan di lapangan terbang berusaha melarikan diri, sembari terluka mereka berlari atau menyeret diri mereka sendiri ke dalam hutan.

Tindakan Revolusioner

Segera setelah kejadian di lapangan terbang, Jones memerintahkan semua pengikutnya untuk berkumpul di paviliun utama dan mengumumkan bahwa sudah waktunya untuk melakukan Malam Putih, di mana para pengikut Jim Jones akan melakukan ritual bunuh diri massal. 

Jones mengatakan kepada penduduk bahwa anggota Kongres Ryan telah dibunuh, Ia mengatakan bahwa nasib komuni telah terkunci dan membuat bunuh diri revolusioner satu-satunya solusi yang mungkin dilakukan.

Beberapa penduduk Jonestown menerima dengan sukarela, sementara yang lain mungkin dipaksa. Mereka mengantri untuk menerima cangkir dan jarum suntik sianida. Anggota termuda dari Peoples Temple menjadi yang pertama mati. Lebih dari 300 anak diracuni dengan campuran sianida yang kuat.

Terdapat penjaga bersenjata yang mengelilingi paviliun menyebabkan mereka tidak bisa kabur ke mana pun. Para penjaga yang terakhir hidup, memilih menembak diri mereka sendiri mengikuti pemimpin mereka yang juga menembak dirinya sendiri.

Tangisan mereka terekam dalam kaset audio komuni itu sendiri yang kemudian ditemukan oleh Badan Investigasi Federal atau FBI.

Ratusan Mayat Tergeletak

Keesokan paginya, pihak berwajib Guyana tiba di kompleks Jonestown dan menemukan pemandangan yang sunyi dan menakutkan. Terdapat ratusan mayat yang tergeletak. 

Sejumlah kecil orang yang selamat, melarikan diri ke hutan. Terutama orang-orang yang bersembunyi selama keracunan, mulai muncul dari persembunyian. Sementara setidaknya beberapa lusin anggota Peoples Temple, termasuk putra Jones selamat karena sedang berada di bagian lain Guyana pada waktu itu.

Salah satu jurnalis yang diserang di lapangan terbang, Tim Reiterman dari San Francisco Examiner, selamat dari dua luka tembak dan kemudian menulis buku yang berjudul Raven: The Untold Story of the Rev. 

Reiterman berpendapat, bahwa tidak mungkin memisahkan Jonestown dari konteks politik dan sosialnya. Peoples Temple sama seperti halnya banyak komuni, kultus, gereja, dan gerakan sosial lain yang mendeklarasikan sebagai sebuah alternatif dari tatanan sosial yang mapan dan merupakan sebuah bangsa bagi dirinya sendiri. 

“Temple yang saya tahu tidak dihuni oleh masokis dan orang-orang yang bodoh, jadi diikuti para anggota yang memberikan kerja bertahun-tahun, tabungan hidup, rumah, anak-anak, dan dalam beberapa kasus, hidup mereka sendiri telah mendapatkan sesuatu sebagai balasannya”, ujar Reiterman.

Reporter: Magang Himmah/Aqila Nuruttazkia Ahsan 

Editor: Nawang Wulan

Saat Harus Menerima

Arsi terbangun dari tidur karena bertemu ibunya di dalam mimpi. Hal itu membuatnya teringat akan rumah, apalagi ia tak pulang selama tiga tahun. Ketidakpulangan Arsi disebabkan oleh wabah yang mengerikan. Arsi tak mampu melakukan apa-apa, kecuali menunggu keajaiban.

Banyak masyarakat yang terjangkit penyakit tersebut. Kehilangan merupakan kudapan utama hampir setiap hari. Bunyi sirene ambulans ramai dari pagi hingga pagi lagi. Pemberitaan riuh di teve-teve. Itulah yang terjadi, fenomena yang tak bisa dihindari Arsi. 

Kenyataan lain yang ia harus hadapi adalah satu per satu teman kosnya telah kembali ke kediamannya, berkumpul dengan orang-orang terkasih. Kini ia hidup sendiri. Rasa iri menusuk batin. Saat ini, isi kepalanya tertanam rasa ingin bersua dengan keluarga, ditambah hari raya akan tiba. Meski begitu, waktu untuk mereka tidaklah reda. Satu-satunya cara yang bisa ia lakukan ialah berkabar lewat media sosial.

“Sudah makan belum, Nak?”

Kata-kata ibu hampir setiap hari ada di obrolannya. Bagi orang lain, mungkin terasa basi. Namun, pertanyaan itu bagaikan kalimat sakti yang mampu mengobati kerinduan Arsi.

Selain komunikasi jarak jauh, Arsi senang sekali membuka galeri ponselnya. Pagi itu, pada saat jarinya tengah mengusap layar ponsel, tiba-tiba matanya mengarah pada satu foto lama. Terdapat ayah, ibu, dan adik kedua Arsi yang berumur lima tahun tengah melakukan pose bebas. Ketika melihat foto tersebut, Arsi tertawa kecil secara spontan.

Ia fokus dengan noda yang menempel di lengan kiri baju bapak dan gigi bagian tengah adiknya yang ompong. Yang dia ingat, baju bapak kotor karena kopi tumpah akibat senda gurau mereka yang renyah. 

Tak terasa mata Arsi berkaca-kaca. Timbul hasrat ingin berhenti untuk melihat kumpulan foto tersebut. Namun, seperti ada tangan yang menuntunnya agar tidak menyudahi. Jari jemari itu terus menggoda layaknya wanita muda. Peluh mengucur. Akhirnya, Arsi tak sanggup.

Kemudian, Arsi mencari foto yang lain. Foto tersebut adalah kenangan dari pernikahan adik pertamanya. Pemuda itu tersenyum bersama istri dan keluarga mereka. Hal tersebut membuat Arsi terbawa ke kejadian dua tahun yang lalu. Ia sangat ingat ketika pertama kali bapak dan ibu menceritakan perihal rencana pernikahan adik pertamanya—kali terakhir ia pulang ke rumah. 

Sebuah ruangan dengan gemerlap doa dan harapan tergambar di kepalanya. Air mata bahagia yang tumpah tanpa cela. Sayangnya, lukisan itu terhapus oleh pandemi yang melambung tinggi. Akhirnya, pernikahan tetap terlaksana secara sederhana. Namun, tanpa kehadirannya.

Kekecewaan tampak dari mimiknya saat Arsi merasa tak direstui Tuhan. Ia hanya mampu mendoakan dan memberi senyum emoji. Emoji yang tak sesuai hati, hasil manipulasi. 

Telepon berdering. Tertera nama “Ibu” pada layar ponsel berlatar hijau. Arsi pun menerima panggilan tersebut tanpa pikir panjang. Suara ibu di ujung telepon membuat Arsi gembira bukan kepalang. 

Ibunya memberi kabar bahwa tahun ini pemerintah memperbolehkan masyarakat untuk mudik, sebab kasus-kasus pandemi sudah tak mencekik. Arsi yang kesehariannya jarang membaca berita pun bahagia, jantungnya berdetak kencang, dan bibir yang merana berubah jadi ceria. Pada akhirnya, doa Arsi diijabah oleh Tuhan.

“Kami sudah tidak sabar menunggu kedatanganmu, Nak. Hati-hati di jalan. Kamu bilang sama supirnya, jalannya pelan-pelan saja. Ibu enggak mau ketampanan anak Ibu tergores.” Arsi mengiyakan dan tertawa, disusul tawa ibunya.

***

Sekian lama Arsi menanti kesempatan, akhirnya pulang juga. Perjalanan panjang benar-benar membuat Arsi lelah. Sekonyong-konyong pandangannya tertuju pada sesuatu yang terikat di tiang listrik. Saat melihat benda itu, seketika ia merasakan firasat buruk—bacaan doa-doa terdengar dari rumahnya. Dengan tergesa-gesa, Arsi berlari seraya berharap bahwa perasaannya salah. 

Setibanya di sana, ia melihat banyak warga tengah ramai berkumpul memenuhi rumahnya. Seketika Arsi merasakan sakit di bagian perut. Tanpa pikir panjang, ia melewati orang-orang yang tengah membaca doa. Ia pun disambut sang bapak. Lelehan air mengalir dari matanya.

“Ada apa, Bapak? Siapa yang….” Arsi memeluk bapak sembari menepuk bahunya perlahan untuk menenangkannya, “Di mana Ibu?” tanyanya kemudian.

Bapak pun membawanya ke ruang tengah. Adik-adik beserta sebagian keluarganya yang lain tampak terduduk lesu. Di hadapannya kini, terdapat sesuatu yang terbungkus kafan dengan lapisan kain coklat bermotif batik. Arsi tersadar bahwa ibu tidak ada di sana. Ia pun membuka kain tersebut, disusul bapak yang merangkulnya kemudian. Pada hari itu, lautan air mata memenuhi kediaman Arsi. 

 Setelah hari di mana ia kehilangan malaikat pelindungngya, Arsi memutuskan mengurung diri. Satu-satunya momen saat Arsi keluar hanyalah berziarah ke makam ibunya pada sore hari—ia memeluk nisan seolah berdekapan dengan ibu. Tak ada lagi: senyum yang menggantung pada bibirnya; tertanam penyesalan; dan kepulangan menjadi kesia-siaan.  

Arsi sering kali mencoret-coret dinding. Tulisan ibu, rindu ibu, bahagiakah ibu di sana? memenuhi semua sudut tembok kamar. Lelaki itu pun selalu memukul-mukul dada, bahkan di hadapan bapaknya. Bapaknya tak tega melihat Arsi berbuat demikian. Banyak nasihat yang diberikan oleh bapak untuk Arsi. Meski gagal, ia tak putus asa.

Pada suatu waktu, bapak teringat pesan suara yang pernah dibuat istrinya saat melihat ruang obrolan Arsi dengan ibunya di media sosial—rekaman yang belum sempat diberikan istrinya. Akhirnya, ia berniat memperdengarkan pesan itu kepada Arsi agar tak tenggelam dalam duka. Butuh waktu sekitar tiga puluh menit bagi bapak dalam meyakinkan Arsi agar mau membukakan pintu. 

“Nak, ada seseorang yang ingin menyampaikan pesan kepadamu.” Arsi yang tengah duduk dengan tangan yang menyilangi lutut pun tak peduli perkataan bapaknya. 

“Arsi….” Arsi menoleh ketika bapak memutar pesan di ponsel ibu, “Ibu?” ucapnya. 

“Bagaimana kabarmu, Nak? Semoga baik-baik saja. Walaupun kami belum bisa melihatmu, kami sudah senang ketika tahu kabarmu. Kami bahagia jika kamu bahagia. Arsi sabar, ya, sebab yang kita inginkan di dunia memang tak selalu sesuai ekspektasi. Langit tak selalu biru, badai yang hadir pasti berlalu. Begitu pun apa yang kita mau, semua pasti ada waktu. Percaya sama ibu. Terima saja dulu. Kami menyayangimu.”

Pintu hati Arsi terketuk. Ia mulai sadar sesudah dengar pesan dari ibu: sadar bahwa takdir menjadi ketetapan setiap manusia, waktu tidak bisa diputar mundur, dan diam mampu menjadi bom waktu bila tak punya kemauan untuk maju. 

Arsi dan bapak pun saling menatap. “Pak, Arsi minta maaf. Maaf sudah merepotkan Bapak yang rela membanting pikiran demi Arsi,” ucap Arsi dengan terbata-bata, “Terima kasih, Pak,” sambungnya.

“Tidak masalah, Nak. Selain ibu, itu sudah tugas bapak sebagai orang tua.”

Saat bapaknya berkata demikian, di manik mata bapak yang sudah tak muda itu, Arsi seperti menangkap sosok ibunya. Lelaki itu pun menangis sejadi-jadinya, menyesali sikapnya. Ia mulai mengikhlaskan ibunya dan berdamai dengan diri sendiri.

Inventors’ Day: Bentuk Apresiasi kepada Para Penemu

0

Himmah Online Kenyamanan dan kemudahan yang dirasakan dalam aktivitas sehari-hari tidak lepas dari kontribusi para penemu, baik sekarang maupun di masa lalu. Beberapa negara telah menyisihkan hari khusus untuk mengapresiasi pencapaian dan kontribusi para penemu dan inovator. Tanggal Inventors’ Day atau Hari Penemu hingga cara perayaannya bervariasi dari satu negara ke negara lain.

Pada tanggal 9 November, negara-negara berbahasa Jerman (Austria, Jerman, dan Swiss) merayakan Hari Penemu. Perayaan tersebut pertama kali diadakan pada tahun 2006. Pemilihan tanggal bertepatan dengan hari ulang tahun Hedy Lamarr yang menemukan frequency-hopped spread spectrum. Penemuannya menjadi dasar untuk Bluetooth, Wifi, dan Code Division Multiple Access (CDMA).

Hedy Lamarr merupakan seorang penemu cum aktris Austria dan Amerika. Dia memulai penemuannya setelah pindah ke Amerika Serikat. Pada awal 1940-an, ia dengan komposer George Antheil, bersama-sama menciptakan sistem frekuensi-hopping. Pada tahun 2014, Antheil dan Lamarr dilantik ke dalam Inventors’ Hall of Fame.

Perayaan Hari Penemu di negara berbahasa Jerman tersebut diciptakan oleh Gerhard Muthenhaler, seorang penemu dan pengusaha dari Berlin. Hari libur tersebut berfokus untuk menghormati penemu masa lalu dan menghormati penemu masa kini yang memberikan kontribusi signifikan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Gerhard Muthenhaler memilih Hedy Lamarr sebagai panutan bagi penemu modern karena dia menjadi penemu bukan karena uang atau ketenaran (dia sudah terkenal dan punya uang). Dia hanya ingin mewujudkan idenya. Penemuannya pun masih digunakan dalam aktivitas sehari-hari.

Lalu di AS Hari Penemu telah secara resmi dirayakan sejak 1983. Presiden Reagan memilih 11 Februari sebagai tanggal liburan untuk merayakan Hari Penemu karena di tanggal tersebut adalah hari ulang tahun Thomas Alva Edison, salah satu penemu paling produktif di dunia.

Berbeda lagi dari Jerman dan AS, Thailand mengakui 2 Februari sebagai Hari Penemu. Kabinet Thailand menetapkan tanggal ini untuk memperingati ulang tahun penemuan Chaipattana Aerator Model RX-2 pada 2 Februari 1993 silam oleh Raja Bhumibol Adulyadej.

Chaipattana Aerator adalah pelampung apung yang berputar perlahan untuk memompa oksigen ke dalam air limbah. Perangkat ini pertama kali dikembangkan untuk memerangi polusi air di Wat Bowonniwet Vihara pada 1990-an.

Salah satu acara penemuan dan inovasi terbesar di Thailand adalah Thailand Inventors’ Day. Kegiatan tersebut diadakan setiap tahun dari tanggal 2 hingga 6 Februari yang diselenggarakan oleh National Research Council of Thailand (NRCT) sejak tahun 1955.

Selain itu, di Thailand terdapat pula acara International Inventors Day yang didirikan oleh International Federation of Inventors’ Associations (IFIA). Acara ini harus diselenggarakan bersama dengan acara nasional serupa yang dipilih. Edisi pertamanya dirayakan pada tanggal 2 Februari 2008 di Bangkok bersamaan dengan perayaan Hari Penemu di Thailand.

Seperti Inventors’ Day di Amerika Serikat dan Jerman, Argentina juga merayakan Hari Penemu berdasarkan hari lahir salah satu penemu dari negaranya. Argentina merayakan Hari Penemu pada 29 September, hari ulang tahun penemu pulpen, Laszlo Jozsef Biro. Sedangkan Hongaria merayakannya pada 13 Juni, untuk menghormati Albert Szent-Gyorgyi, yang mematenkan vitamin C yang disintesis.

Sementara Inggris belum secara resmi mengakui Hari Penemu. Pada tahun 2014, British Telecom (BT), perusahaan induk telekomunikasi multinasional Inggris, membuat seruan publik untuk merayakan Hari Penemu Nasional “pertama” pada 2 Desember 2014.

Banyak negara menetapkan Hari Penemu berkaitan dengan salah satu penemu dari negaranya. Tanggal 2 Desember tampaknya tidak memiliki hubungan seperti itu. Namun, hari itu merupakan rilis penelitian oleh BT tentang daya cipta penduduk Inggris.Perayaan itu tidak hanya bertujuan untuk merayakan kreativitas penemu Inggris, tetapi juga untuk mendorong pemikir inventif masa depan. Hingga kini belum ada pengumuman Hari Penemu Nasional kedua atau berikutnya di Inggris Raya.

Perayaan Hari Penemu di berbagai negara. Infografik: Magang Himmah/Nurhayati

Di Rusia, Hari Penemu dan Inovator diperkenalkan atas saran Akademi Ilmu Pengetahuan Uni Soviet. Hal itu terjadi pada akhir 1950-an. Secara resmi sebagai hari libur umum, Hari Inovator dan Penemu ditetapkan dengan keputusan Presidium Soviet Tertinggi Uni Soviet pada tahun 1979. Seluruh Rusia merayakan Hari Penemu pada hari Sabtu terakhir di bulan Juni.

Seperti halnya Rusia, sejak 1995 Republik Moldova telah merayakan Hari Penemu dan Rasionalis setiap tahun pada akhir Juni. Hari itu juga dikenal sebagai Hari Rasionalis.

Lalu Brasil turut pula merayakan Hari Penemu setiap tanggal 4 November. Perayaannya dilaksanakan oleh International Brazil Innovative Inventors (ABIPIR), sebuah asosiasi ilmuwan dan pengusaha Brasil yang bekerja sama dengan IFIA untuk melakukan beberapa kegiatan untuk mendukung para penemu di Brasil.

Sedang perayaan Hari Penemu di Indonesia dilakukan melalui Indonesia Inventors’ Day (IID) yang pertama kali diperkenalkan pada tahun 2019. IID terorganisasi oleh Indonesian Invention and Innovation Promotion Association (INNOPA), sebuah asosiasi yang peduli dalam pengembangan dan promosi inovasi di Indonesia. IID merupakan ajang tingkat internasional bagi para penemu lokal dan internasional, juga ilmuwan riset untuk mempresentasikan hasil penemuannya. 

Pemerintah Indonesia sendiri belum secara resmi menetapkan satu hari untuk merayakan Hari Penemu.

Beberapa negara telah menandai kesempatan untuk menghormati para penemu. Meskipun memiliki hari yang berbeda dalam setahun, setiap negara telah berupaya memberikan bentuk apresiasi terhadap para penemu atas kontribusi mereka terhadap perkembangan dunia.

Reporter: Magang Himmah/Nurhayati

Editor: Pranoto

Selapanan Hamzah Batik pada Sabtu Kliwon Bertajuk Wisata Budaya

Himmah Online, Yogyakarta — Selapanan bertajuk “Wisata Budaya Sabtu Kliwon” diselenggarakan Toko Hamzah Batik di kawasan Malioboro pada Sabtu (05/11). Acara yang bertepatan dengan hari kelahiran Jawa pemilik Hamzah Batik sekaligus Mirota rutin diadakan tiap 40 hari sekali di Sabtu Kliwon.

Aru (51), salah satu karyawan Hamzah Batik menjelaskan bahwa dulu acara ini diadakan setiap Selasa Wage. Namun, setelah pandemi, pelaksanaannya diubah menjadi bertepatan dengan weton dari Kanjeng Nindyo.

“Ini, ‘kan, pas neton-nya (red–weton) yang punya Mirota ini, Sabtu Kliwon. Kalau sebelum ini kan dulu Selasa Wage, sekarang dipaskan hari yang neton-nya (red–weton) Kanjeng Nindyo,” ujar Aru.

Arak-arakan nasi tumpeng, sedekah makanan, hingga berbagi jamu gendong dilaksanakan mulai pukul sebelas siang sampai pukul lima sore. Acara yang terbuka untuk umum ini, mayoritas pengunjungnya adalah wisatawan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Pagelaran yang diadakan secara rutin merupakan perwujudan dari visi Hamzah Batik, yaitu aksi, atraksi, dan edukasi budaya Jawa.

“Soalnya misi kita ‘kan pusat aksi, atraksi, dan edukasi budaya Jawa. Sesuai dengan misi perusahaan Hamzah Batik, tapi, ya, atraksi, ada edukasi, ada budayanya,” pungkas Aru.

Selain arak-arakan, sedekah makanan, dan berbagi jamu gendong, melukis batik sebagai bentuk edukasi kepada pengunjung juga menjadi bagian dari rangkaian acara.

Menurut Sidiq (25) yang juga merupakan salah satu karyawan Hamzah Batik sekaligus pemegang sub acara edukasi batik, pengunjung yang mengikuti kegiatan melukis batik mencapai puluhan.

“Kalau untuk batik itu bisa sampai 50-an lebih,” jelas Sidiq.

Selain itu, Hamzah Batik juga memberikan tantangan bagi para pengunjung mengikuti lomba seperti menggulung stagen (Red—korset), mewiru kain jarik, serta minum jamu brotowali yang terkenal pahit.

Atraksi budaya diwujudkan dengan pementasan berbagai tarian tradisional. Tarian yang diiringi lagu Sinanggar Tulo dipilih sebagai representasi dari budaya selain Jawa. Selain penampilan tari tradisional, pertunjukan musik tradisional seperti siter pun mengiringi acara hingga usai.

Tak hanya itu, ada juga peragaan busana yang diikuti oleh sekelompok ibu-ibu yang mengenakan pakaian adat dari berbagai daerah. Mereka tergabung dalam Komunitas Sanggul Nusantara.

Rangkaian acara yang terdiri dari aksi, atraksi, dan edukasi budaya Jawa menarik perhatian wisatawan. Intan (34), salah satu wisatawan yang berasal dari Tangerang merasa bahwa kegiatan seperti ini menarik untuk dijadikan destinasi wisata.

“Semoga Jogja bisa menjadi salah satu destinasi tempat wisata yang cagar budayanya tetap terjaga untuk mempertahankan tradisi, begitu juga dengan daerah-daerah lain selain Jogja,” tutur Intan.

Reporter: Magang Himmah/Fatimah Aulia, Jihan Nabilah, R. Aria Chandra Prakosa

Editor: Nadya Auriga D.

Memunculkan Generasi Komikus Cemerlang Melalui Yogyakarta Komik Weeks

Himmah Online, Yogyakarta – Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengadakan acara Yogyakarta Komik Weeks yang dijalankan oleh Komunitas Mulia Karya. Acara ini diselenggarakan sejak 27 Oktober 2022 hingga 5 November 2022. 

Beragam karya dipamerkan pada pameran sepuluh hari ini. Karya-karya tersebut berasal dari 30 siswa/i Sekolah Menengah Atas (SMA) di DIY dan 30 seniman dari berbagai daerah di Indonesia. Di antara para seniman tersebut, terdapat beberapa seniman legendaris seperti Pade Kustoyo dan Jenita Raga. 

Ada pun syarat publikasi siswa/i ialah harus memenangkan seleksi oleh panitia penyelenggara. Pembukaan seleksi pameran karya dibuka secara daring. Apabila lolos seleksi maka harus mengikuti lokakarya secara luring dan mengikuti seleksi on the spot. Sementara untuk para seniman sendiri harus melewati seleksi agar karyanya dapat dipublikasikan di pameran ini.

“Kemungkinan komikus bisa apply dengan seleksi yang ketat, kuota sekarang 30 orang,” papar Sandy (40) selaku Project Manager Yogyakarta Komik Weeks.

Selain dijalankan oleh Komunitas Mulia Karya, pameran juga dibantu oleh sukarelawan dari berbagai latar belakang. Salah satunya Fathoni (25), mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Ia mengikuti kegiatan sukarelawan karena fokus peminatan dalam perkuliahannya adalah manajemen seni rupa.

Tidak ada syarat khusus untuk menjadi sukarelawan di Yogyakarta Komik Weeks. Pelamar Hanya harus memahami tugas-tugas dasar, seperti etika di pameran hingga cara menjaga karya-karya di pameran.

“Saya diajak oleh teman saya yang juga merupakan bagian dari pameran ini untuk membantu menjaga pameran karya-karya yang diadakan acara Komik Weeks tahun ini,” ujar Fathoni (25), salah satu sukarelawan di acara ini.

Ada banyak pengunjung yang datang, salah satunya Riza (23). Ia menjelaskan bahwa dirinya mendapatkan informasi pameran dari Tiktok. Ia menuturkan harapan semoga kedepannya acara Yogyakarta Komik Weeks ini dapat semakin berkembang, terutama bagi para peserta pameran. 

Sebagai Project Manager, Sandy menuturkan, “Harapan yang paling besar dari pameran ini akan muncul generasi komikus atau pembuat cerita yang cemerlang khususnya wilayah Yogyakarta”.

Reporter: Magang Himmah/Aqila Nuruttazkia Ahsan, Dina Nurhasanah

Editor: Nadia Tisha Nathania Putri